DPRD Jatim Disambati Mahalnya Seragam SMA/SMK di Trenggalek, Dispendik Diminta Evaluasi

Wakil Ketua DPRD, Deni Wicaksono disambati warga terkait mahalnya harga seragam sekolah di jenjang SMA/SMK Negeri wilayah Kabupaten Trenggalek.

Editor: Cak Sur
Istimewa
MAHALNYA HARGA SERAGAM SEKOLAH - Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono saat reses di Kabupaten Trenggalek, Sabtu (5/7/2025). Deni Wicaksono disambati warga terkait mahalnya harga seragam sekolah di jenjang SMA/SMK Negeri. 

SURYA.CO.ID, TRENGGALEK - Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim), Deni Wicaksono disambati warga terkait mahalnya harga seragam sekolah di jenjang SMA/SMK Negeri wilayah Kabupaten Trenggalek.

Saat reses di Trenggalek, Deni menerima aduan warga yang mengeluhkan sistem pengadaan seragam sekolah yang dinilai memberatkan, terutama bagi keluarga tidak mampu.

Berdasarkan laporan masyarakat, seragam sekolah di sejumlah SMA/SMK di Trenggalek langsung didistribusikan ke sekolah-sekolah oleh rekanan dari Jatim. 

Harga kain seragam ditetapkan Rp 195 ribu per meter, mencakup dua jenis seragam, yakni abu-abu putih dan pramuka.

“Kalau benar ada kewajiban beli seragam dari sekolah dengan harga mahal, ini harus segera dievaluasi. Tidak boleh ada paksaan, apalagi sampai memberatkan wali murid,” tegas Deni Wicaksono, Sabtu (5/7/2025).

Politisi PDI Perjuangan itu, juga mengkritisi peran komite sekolah yang menjadi ujung tombak penjualan seragam. 

Ia menilai, tanpa pengawasan yang ketat, praktik ini rentan disalahgunakan dan memunculkan ketidaktransparanan.

“Orang tua harus diberi ruang untuk beli seragam di luar, selama sesuai warna dan model. Jangan sampai wali murid dipaksa membeli dari sekolah saja,” tambah Deni.

Selain harga seragam, warga juga mengadukan berbagai pungutan di sekolah, seperti sumbangan peningkatan prestasi Rp 150 ribu per bulan dan iuran komite Rp 200 ribu per bulan. 

Bahkan, ada informasi dana komite disiapkan untuk mengantisipasi masalah hukum yang mungkin muncul.

“Ini aneh, jangan sampai sumbangan-sumbangan ini malah jadi beban baru bagi masyarakat. Harus transparan, jelas peruntukannya dan tidak memaksa,” tegasnya.

Deni mengingatkan, akar persoalan ini muncul karena tidak adanya regulasi harga maksimal seragam di level provinsi atau nasional. 

Beberapa daerah memang sudah menerapkan pergub atau perwali soal harga seragam, namun di Jatim belum ada ketentuan serupa yang mengikat semua sekolah.

“Moratorium penjualan seragam di sekolah sudah dicabut Gubernur sejak akhir 2023. Tapi bukan berarti sekolah bebas menentukan harga seenaknya,” ujarnya.

Deni juga menilai lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan Jawa Timur (Dispendik Jatim) turut memperparah situasi ini. 

Halaman
12
Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved