Berita Viral

Rekam Jejak Jimly Asshiddiqie, Eks Ketua MK yang Sebut Pemakzulan Gibran Tidak Mungkin Terealisasi

Berikut rekam jejak Jimly Asshiddiqie, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebut pemakzulan Gibran tidak mungkin terealisasi.

Tribunnews/Naufan Lanten
PEMAKZULAN GIBRAN - Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie. Ia menyebut pemakzulan Gibran tidak mungkin terealisasi. 

SURYA.co.id - Berikut rekam jejak Jimly Asshiddiqie, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebut pemakzulan Gibran tidak mungkin terealisasi.

Diketahui, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie ikut menanggapi usulan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming.

Jimly menilai, pemakzulan yang disuarakan sejumlah purnawirawan TNI ini sebagai bentuk ekspresi kekecewaan terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya.

Namun, ia menegaskan bahwa mekanisme impeachment sudah diatur secara ketat dalam konstitusi dan tidak bisa dijalankan secara serampangan.

“Hanya ekspresi kemarahan saja. Tapi, realisasinya rasanya tidak mungkin," kata Jimly saat ditemui di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (6/6/2025), melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Imbas Purnawirawan TNI Usulkan Pemakzulan Gibran, Begini Respon DPR dan MPR: Masih Panjang Itu

Jimly mengatakan, kekecewaan yang disuarakan para purnawirawan tidak bisa serta-merta diabaikan.

Menurut dia, kelompok tersebut bertindak dilandasi idealisme bernegara, bukan karena pertimbangan kekuasaan atau materi.

“Maka kita harus hormati, ya kan? Ya sudah. Dan dia sudah salurkan dengan baik ke DPR, berkirim surat, jadi kita hormati gitu," ujar dia.

Jimly mengatakan, prosedur pemakzulan presiden dan wakil presiden diatur dalam UUD 1945 dan hanya bisa dilakukan jika memenuhi enam alasan utama.

Pertama, pengkhianatan terhadap negara.

Kedua, korupsi. Ketiga, suap dan tindak pidana berat (ancaman hukuman di atas lima tahun).

Keempat, perbuatan tercela, dan terakhir, alasan administratif seperti meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden atau wakil presiden.

“Kalau mau dicari-cari alasannya, gampang itu. Tapi, harus dibuktikan. Misalnya, presiden buka pintu mobil dan meludah di jalanan, kena ibu-ibu, itu tercela atau tidak?” ucapnya memberi contoh.

Namun, menurut Jimly, pembuktian atas pelanggaran tersebut harus dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi, setelah usulan diajukan oleh DPR dan disetujui oleh dua pertiga anggota DPR dan dua pertiga dari anggota MPR.

“Langkah pertama harus beres dulu di DPR. Nah, sekarang dua pertiga di DPR itu siapa? KIM plus, yang ketuanya adalah ketua umum Partai Gerindra, dan dia juga Presiden RI,” kata Jimly.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved