Berita Viral

Tak Gentar Dikritik Komnas HAM, Tekad Dedi Mulyadi Makin Bulat Lanjutkan Kirim Siswa Nakal ke Barak

Tak gentar dikritik Komnas HAM, tekad Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi makin bulat untuk melanjutkan program kirim siswa nakal ke barak militer.

KOMPAS.COM/HARYANTI PUSPA SARI
TAK GENTAR - Gubernur Jabar Dedi Mulyadi makin bertekad melanjutkan program kirim siswa nakal ke barak militer. 

SURYA.co.id - Tak gentar dikritik Komnas HAM, tekad Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi makin bulat untuk melanjutkan program kirim siswa nakal ke barak militer.

Hal ini lantaran program ini sudah menunjukkan keberhasilannya setelah gelombang pertam berakhir.

Program tersebut dinilai efektif mengubah perilaku remaja bermasalah menjadi disiplin dan lebih baik.

Terkait dengan munculnya rekomendasi agar program tersebut dihentikan, hal itu tidak menyurutkan langkah dirinya untuk terus memberikan perhatian kepada remaja yang memerlukan pendidikan khusus agar bisa berperilaku lebih baik.

"Ada yang merekomendasikan menghentikan. Saya tidak akan menghentikan, akan terus melaksanakan karena itu efektif," kata Dedi Mulyadi di Gedung DPRD Jabar, Kamis (22/5/2025) malam, melansir dari Kompas.com.

"Efektifnya bisa dilihat dari hasil pelaksanannya kemarin, terlihat oleh mata, terbuka, kemudian disiarkan secara luas. Artinya, kalau bicara keterbukaan orang hasilnya kita lihatin," tuturnya.

Dedi menerangkan, evaluasi pelaksanaan program pendidikan berkarakter tersebut akan dilaksanakan dengan harapan bisa lebih baik lagi ke depannya.

Adapun evaluasi yang dimaksud ialah melengkapi sarana dan prasarana pendukung pembelajaran dan lain sebagainya.

"Evaluasinya kekurangannya saja. Misalnya kekurangan bantal, kami evaluasi. Aspek akademisnya apa yang menjadi kekurangan," katanya.

Baca juga: Sindiran Menohok Dedi Mulyadi ke Pihak Tak Suka dengan Gebrakannya: 100 Hari Sudah Banyak Kepanasan

Akan tetapi, menurut dia, sejauh ini program pendidikan berkarakter tersebut sudah cukup efektif.

Bahkan, pihaknya juga sudah melibatkan 600 psikolog untuk memantau kejiwaan 273 peserta didik di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

"Tenaga psikolognya kami tambah. Sekarang kami melibatkan 600 psikolog yang akan mendampingi," ucap Dedi.

Dia menambahkan, jumlah anggaran sebesar Rp 6 miliar yang banyak disorot berbagai pihak tidak hanya untuk gelombang pertama saja, tetapi selanjutnya masih menggunakan dana tersebut.

"Bukan untuk yang kemarin. Nanti ada kesinambungan. Bukan untuk kemarin. Ada angkatan berikutnya," tutur Dedi.

Program Terbukti Berhasil

Terlanjur Komnas HAM kritik habis-habisan Dedi Mulyadi terkait kebijakan kirim siswa nakal ke barak militer.

Ternyata, para siswa tersebut diperlakukan dengan baik di dalam sana.

Baca juga: Keberhasilan Dedi Mulyadi Ubah Siswa Nakal Dipuji LPAI dan Menteri HAM, Bagaimana dengan Komnas HAM?

Hal ini berdasarkan pengakuan sejumlah siswa setelah menjalani kehidupan di barak militer selama dua pekan.

Mereka mengaku hidup mereka berubah total.

Tak hanya menjadi lebih disiplin, mereka juga merasakan perhatian dan perlakuan hangat dari para pelatih TNI yang membimbing mereka.

Fajril Ramadhan, siswa kelas 11 SMA Negeri 2 Cikarang Selatan, mengaku mendapat banyak pelajaran hidup dari pelatihan ini.

Ia yang sebelumnya kecanduan gim, sering bolos, dan kurang menghormati orangtua, kini mulai memahami arti keluarga dan kedisiplinan.

“Ada keinginan buat belajar jadi lebih baik,” ujar Fajril saat ditemui di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (20/5/2025), melansir dari Kompas.com.

Salah satu momen yang paling membekas bagi Fajril adalah ketika ia dan kelompoknya dihukum diceburkan ke kolam lele karena salah satu peserta membawa rokok.

“Ketika teman-teman ada membawa rokok ketahuan diceburin ke kolam lele sampai basah semua,” katanya.

Meskipun demikian, ia menganggap pengalaman tersebut sebagai bentuk pembelajaran dan peringatan agar mematuhi aturan.

Siswa lain, Rafael Zafriandi Sijabat (17) dari Cimahi, juga merasakan dampak serupa.

Sebelum mengikuti program, ia mengaku sering merokok, bolos sekolah, bahkan mengonsumsi alkohol.

Kini, dia bertekad tak ingin mengulanginya. 

Bahkan, melihat ketegasan para pelatih, Rafael bercita-cita ingin menjadi tentara.

“Awalnya iseng-iseng dan didukung orangtua juga. Dipikir-pikir lumayan untuk melatih diri agar bisa lebih baik lagi. Dan cita-cita ingin jadi tentara sekalian coba,” ujarnya.

Ia pun mengalami hukuman yang sama saat satu peletonnya kedapatan melanggar aturan.

Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada kekerasan fisik selama pelatihan. 

“Jiwa korsa lebih tinggi aja,” ucapnya tentang kebersamaan yang terbangun.

Siswa lainnya, MRJ, juga membantah adanya perlakuan kasar.

Ia justru mengaku dengan pelatihan yang diberikan, kini dia mulai meninggalkan kebiasaan bermain gim secara berlebihan.

“Sekarang sudah sadar akhirnya, enggak boleh menyia-nyiakan waktu. Jadi lupa sama gim online karena banyak teman di sana. Makannya juga enak, terus di sana jam 22.00 WIB sudah harus tidur setiap hari. Janji mau dikurangi main gimnya.”

Para siswa kompak menyatakan tidak pernah mengalami kekerasan fisik selama program berlangsung.

Mereka malah diajarkan rutinitas positif seperti bangun pagi, shalat subuh, senam, belajar, dan baris-berbaris.

Sempat Dikritik Komnas HAM

Sebelumnya, Komnas HAM menilai program Dedi Mulyadi ini telah melanggar HAM seoarang siswa.

Tak cuma Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak juga mengkritik kebijakan Dedi Mulyadi

Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menyampaikan kritik terhadap program pendidikan militer yang dicanangkan Dedi Mulyadi.

Program berkarakter ini ditujukan untuk pelajar SMA, SMK, dan sederajat yang dinilai bermasalah atau nakal dengan mengirim mereka ke barak militer untuk dibina oleh tentara agar lebih disiplin.

Namun, menurut Anis, anggota TNI tidak memiliki kapasitas untuk mendidik masyarakat.

"Saya kira selama ini juga TNI tidak memiliki kapasitas, tidak memiliki pengalaman untuk mendidik masyarakat kita, sebagaimana pengalaman lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Sehingga nanti bisa terjadi penyalahgunaan dan tidak tepat," kata Anis.

Anis menyebutkan bahwa program pendidikan militer ini dapat berpotensi melanggar hak asasi karena tidak sesuai dengan kajian dan prinsip perlindungan anak.

"Dan mungkin juga bisa berpotensi melanggar hak asasi karena dalam prinsip pendidikan bagi anak di dalam konvensi tentang perlindungan anak atau CRC (Komite Hak Anak) yang juga sudah diratifikasi oleh pemerintahan Indonesia dan diterapkan di dalam undang-undang perlindungan anak itu memiliki prinsip mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak," papar Anis.

"Dan langkah untuk mengirim anak-anak yang dianggap bermasalah ke barak militer, ini kebijakan yang tidak berdasar pada kajian," tambahnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved