Berita Viral

Profil Prof Suparji Ahmad Pakar yang Soroti Tempat Lahir Jokowi Beda di Album Alumni dan Ijazah

Inilah profil Prof Suparji Ahmad, Pakar Hukum Pidana Univ Al Azhar Indonesia yang soroti perbedaan tempat lahir Jokowi di album alumni dan ijazah.

Tribunnews
ALBUM ALUMNI JOKOWI - Pakar hukum pidana Prof Suparji Ahmad yang Soroti Tempat Lahir Jokowi Beda di Album Alumni dan Ijazah. 

SURYA.co.id - Berikut profil Prof Suparji Ahmad, Pakar Hukum Pidana Univ Al Azhar Indonesia yang soroti perbedaan tempat lahir Jokowi di album alumni dan ijazah.

Diketahui, polemik ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo alias Jokowi belum selesai. 

Setelah foto jazah Jokowi, kini muncul album alumni Universitas Gajah Mada (UG) viral di media sosial. 

Dalam album alumni UGM tersebut, terlihat foto Jokowi semasa muda. 

Di album alumni itu juga tertulis nama Joko Widodo, lahir di Solo tanggal 21 Juni 1961. 

Tertulis pula Jokowi merupakan lulusan SMA 6 Surakarta. 

Pada bagian depan album itu tertulis 'Album Alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada'. 

Kemudian ada pula tulisan tahun album itu diterbitkan, yakni 'Peringatan 25 tahun Fakultas Kehutanan UGM 23 Agustus 1988'. 

Saat dibandingkan dengan ijazah Jokowi yang beredar, ada perbedaan tempat kelahiran. 

Rupanya di ijazah Jokowi yang ada di media sosial tertulis tempat kelahiran di Surakarta. 

Sementara pada album alumni tertulis lahir di Solo. 

"Beda yah dengan ijazah tadi, ijazah tadi di Surakarta lahirnya," kata Pakar Hukum Pidana Univ Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad. 

Baca juga: Sosok Pakar Hukum Tata Negara yang Sebut Hasil Uji Labfor Bukan Penentu Keaslian Ijazah Jokowi

Menanggapi itu, Analis Komunikasi Publik Hendri Satrio mengatakan kalau Solo dan Surakarta sama saja. 

"Bukannya Solo adalah Surakarta, Surakarta adalah solo gak sih?," kata Hendri Satrio dikutip dari Youtube TV One, Rabu (21/5/2025). 

Namun ia tidak bisa memastikan secara hukum apakah Surakarta dan Solo itu berbeda. 

Sosok Prof Suparji Ahmad

Menurut penelusuruan SURYA.co.id, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H. adalah seorang akademisi dan pakar hukum pidana terkemuka di Indonesia.

Beliau menjabat sebagai Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) dan juga Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum di universitas tersebut.

Prof. Suparji lahir pada 20 Februari 1972 di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana hukum (S.H.) di Universitas Diponegoro, kemudian melanjutkan studi magister (M.H.) dan doktoral (Dr.) di bidang hukum di Universitas Indonesia.

Karier akademiknya dimulai sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi di Jakarta, hingga akhirnya meraih gelar Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum.

Pengukuhan sebagai Guru Besar dilaksanakan pada 22 Juni 2022, dengan orasi ilmiah yang diulas oleh Jaksa Agung RI, Prof. Dr. Burhanuddin, S.H., M.H.

Selain berkarier di dunia akademik, Prof. Suparji aktif dalam berbagai kegiatan profesional. Beliau pernah menjabat sebagai tenaga ahli anggota DPR RI dan beberapa kali terlibat sebagai panitia seleksi anggota KPU/Bawaslu daerah.

Dalam organisasi, beliau dikenal sebagai tokoh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Hukum Majelis Nasional Korps Alumni HMI (MN KAHMI) periode 2017–2022.

Prof. Suparji dikenal dengan gaya komunikasi yang tenang dan jernih dalam menganalisis permasalahan hukum. Pandangan-pandangannya sering dijadikan rujukan dalam diskusi hukum nasional.

Beliau juga memiliki jaringan luas di berbagai institusi penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara RI, dan Mahkamah Agung.

Hasil Uji Labfor Bukan Penentu Keaslian Ijazah Jokowi

Sementara itu, Seorang pakar hukum tata negara menyebut uji laboratorium forensik (labfor) tidak bisa menentukan keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

Sosok itu adalah Refly Harun. 

Refly berpendapat, labfor tidak bisa menentukan keaslian ijazah Jokowi, yang saat ini tengah dipermasalahkan.

“Tidak. Labfor itu tidak menentukan, jadi labfor itu adalah salah satu upaya dalam proses penyidikannya, yang menentukan pengadilan,” ucapnya, dalam diskusi di program Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (21/5/2025).

Ia lantas menjelaskan bahwa memang ada kemungkinan perbedaan adanya hasil labfor. 

“Misalnya saya kasih contoh, labfor mengatakan A, tapi ahli lain yang juga punya kapasitas, mengatakan B, kan nanti tergantung hakim.”

“Kalau kita bicara mengenai labfor. Labfor itu kan untuk mendukung dakwaan nantinya."

"Cuma dalam konteks ini agak lucu, yang calon terdakwanya itu selah-olah malah didukung oleh pendakwanya,” ucap Refly.

Dalam persidangan kasus pidana, katanya, pihak yang berwenang mendakwa adalah jaksa penuntut umum.

“Jaksa penuntut umum mendapatkan bahan dari kepolisian. Kalau kepolisian mengatakan tidak ada bukti dan sebagainya, kan tidak lanjut kasusnya.”

“Oleh karena itulah kemudian, soal ijazahnya remains questionable, tetap menjadi pertanyaan,” ucapnya.

Pada kasus tuduhan ijazah palsu Jokowi seharusnya diselesaikan dalam gugatan perdata.

Setelah kasus perdatanya selesai, lanjut Refly, akan ketahuan mengenai keaslian ijazah yang menjadi obyek.

“Dari kasus perdata itu nanti akan ketahuan ijaahnya asli atau tidak, tidak ada hukuman, karena baru bicara tentang pembuktian ijazah,” kata dia.

“Setelah itu baru ditindaklanjuti, yang (nantinya) akan jadi terdakwa adalah yang memalsukan, atau yang jadi terdakwa atau tersangka yang dianggap mencemarkan.”

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved