Berita Viral

Kisah Perjuangan Legiman Tukang Sampah Naik Haji, Nabung Rp 1000 Setiap Hari Selama 39 Tahun

Kisah perjuangan Legiman menunaikan rukun islam ke-5, yakni haji, sungguh luar biasa dan menginspirasi. Nabung Rp 1000 Setiap Hari Selama 39 Tahun.

Kompas.com/Dian Ade Permana
NAIK HAJI - Legiman yang bekerja sebagai pengambil sampah akan menunaikan ibadah haji bersama istrinya, Baniyah. 

SURYA.co.id - Kisah perjuangan Legiman (66) menunaikan rukun islam ke-5, yakni haji, sungguh luar biasa dan menginspirasi.

Meski cuma bekerja jadi tukang sampah, Legiman pantang menyerah agar bisa berangkat haji.

Warga Glagahombo Ngampin, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang itu rela menabung Rp 1000 setiap hari selama kurang lebih 39 tahun.

Perjuangannya kini membuahkan hasil yang tak terhingga.

Tahun ini, bersama istrinya Baniyah (66), mereka akan berangkat ke tanah suci sebagai calon jemaah haji.

Ditemui di rumahnya yang bercat hijau, Legiman, yang mengenakan topi besar dan kaus lengan panjang, sedang memilah sampah yang diambilnya dari lingkungan Patoman Kranggan Ambarawa.

Setiap hari, ia berangkat dari rumah pukul 06.30 WIB dengan sepeda motor yang menarik gerobak.

Legiman telah berprofesi sebagai pengambil sampah rumah tangga sejak 1976.

Setiap hari, ia bekerja hingga pukul 11.00 WIB, mengambil sampah dari setidaknya 50 rumah.

"Saat jadi pengambil sampah itu penghasilan tidak menentu. Karena kan tergantung rumah itu kita yang ambil sampahnya tidak," ungkap Legiman dalam Bahasa Jawa, melansir dari Kompas.com.

Untuk mengatasi ketidakpastian pendapatan, Legiman mulai rajin menabung sejak tahun 1986, dengan menyisihkan Rp 1.000 setiap hari.

Awalnya, tabungan tersebut diperuntukkan untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun pada tahun 2012, uang tabungannya di bank mencapai Rp 55 juta.

"Saat itu ditanya pegawai bank tersebut, menabung ini apa mau buat naik haji. Kalau mau naik haji, syarat-syarat pendaftaran akan dibantu," kata Legiman.

Meskipun awalnya tidak terpikir untuk menggunakan tabungan untuk naik haji, Legiman kemudian mengumpulkan ketiga anaknya.

Mereka memberikan dukungan agar orangtua mereka dapat menunaikan rukum Islam kelima tersebut.

"Mereka bilang, yang penting mendaftar dulu dan bisa lunas. Untuk sangu (saku) dipikir belakangan," jelasnya.

Setelah mendaftar untuk naik haji dan melengkapi semua persyaratan administrasi, Legiman dan istrinya semakin giat menabung.

Selain menyisihkan Rp 1.000 setiap hari, mereka juga menabung uang hasil sampingan dari menjual barang-barang rosokan.

"Saya menabung setelah menyelesaikan kewajiban sebagai kepala keluarga. Wajibe wong lanang kui nyukupi butuhe omah (kewajiban laki-laki itu mencukupi kebutuhan di rumah).

Setelah memberi uang belanja, ya sisanya saya sisihkan," paparnya.

Legiman dan istrinya awalnya merupakan calon jemaah haji cadangan.

Namun, mereka menerima pemberitahuan untuk berangkat tahun ini dalam Kloter 93.

Serangkaian persiapan telah dilakukan, termasuk pemeriksaan kesehatan, pembekalan, dan manasik.

"Saya mohon doanya agar semua dilancarkan, saya juga mendoakan agar semua saudara saya umat Muslim bisa berangkat haji," tutup Legiman.

Penjual Mainan yang Sukses Sekolahkan 4 Anak dan Naik Haji

Sebelumnya, kisah inspiratif juga datang dari Saliri, penjual mainan yang berjualan di kawasan Jakarta Barat.

Bagaimana tidak, dari hasil berjualan mainan, Saliri ternyata bisa menyekolahkan keempat anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.

Bukan hanya itu, ia pun sudah naik haji setelah menabung selama 39 tahun.

Bagaimana kisahnya?

Sejak 1979, Saliri sudah berjualan mainan di sebuah lapak di depan sebuah sekolah dasar (SD) di Kemanggisan, Jakarta Barat.

Setiap hari ia mendapat penghasilan Rp 400 ribu.

Namun, jumlah tersebut belum dipotong untuk belanja dagangan dan kebutuhan keluarganya.

"Kalau nabung kita enggak pernah merhatiin, yang penting kita belanja."

"Misal belanja Rp 900.000, nah besoknya kita dapet berapa, kita belanjain lagi," katanya

Jika masih ada sisa, uang tersebut akan ditabung untuk biaya berangkat haji.

"Ya nabung seadanya saja. Pakai celengan. Alhamdulillah bisa kita naik haji," kata Saliri saat ditemui di Kemanggisan, Selasa (21/1/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Penantian Saliri untuk berangkat haji pun terwujud.

Pada 2018, Saliri bisa berangkat ke Tanah Suci, Mekkah.

Perjuangan Sliri ternyata tidak semulus yang dibayangkan.

Usahanya pernah terpuruk saat pandemi Covid-19 melanda.

Penjualan Saliri menurun drastis, sebab siswa diwajibkan belajar dari rumah.

Beruntung, keluarganya sempat mendapat bantuan dari epmerintah sebesar Rp 3 juta.

Usai pandemi mereda, bantuan yang didapat Saliri dari pemerintah turun drastis menjadi Rp 200.000.

Bantuan ini pun tidak rutin didapat setiap bulannya. 

Meski begitu, semangat Saliri berjuang untuk menghidupi keluarganya tak pernah padam. 

Dari hasil berjualan mainan, Saliri mampu membesarkan anak-anaknya. Kini ketiga anaknya sudah menikah. 

Bahkan, salah satu anaknya bisa mengenyam bangku perkuliahan. 

Semuanya itu dibiayai dari hasil berjualan mainan di lapak depan SD Kemanggisan, Jakarta Barat.

"Anak saya empat sudah pada kawin semua. Ada yang kuliah sampai D3. Jaman dulu mah anak sekolah bayar semua, enggak ada yang gratis zaman dulu," tuturnya

Bagi Saliri, berjualan bukan sekadar pekerjaan, melainkan juga sebuah perjalanan hidup yang bermakna. 

Di usianya yang telah menginjak 71 tahun, ia mengungkapkan kepuasan atas mata pencahariannya sebagai pedagang. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved