Korban Pelecehan Dokter AY di Persada Hospital Malang Bertambah

Korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dokter Persada Hospital Malang berinisial AY bertambah. Terduga korban baru asal Kota Malang

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Fatkhul Alami
Surabaya.Tribunnews/Kukuh Kurniawan
BERIKETERANGAN - Penasehat Hukum terduga korban A, Tri Eva Oktaviani saat memberikan keterangan terkait pelaporan korban A ke Polresta Malang Kota, Selasa (22/4/2025). Diketahui, korban pelecehan seksual dokter AY di Persada Hospital bertambah. 

SURYA.co.id | MALANG - Korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dokter Persada Hospital Malang berinisial AY bertambah. Terduga korban baru tersebut merupakan seorang perempuan asal Kota Malang berinisial A (30) yang sudah memiliki anak.

Terduga korban A telah menunjuk kuasa hukum dari YLBHI-LBH Surabaya Pos Malang dan melaporkan kejadian yang dialaminya itu ke Unit PPA Satreskrim Polresta Malang Kota, Selasa (22/4).

Penasehat Hukum (PH) terduga korban A, Tri Eva Oktaviani  menjelaskan, peristiwa yang dialami kliennya itu terjadi tahun 2023 lalu di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) Persada Hospital Malang.

"Jadi, korban A ini kecapekan setelah merawat anaknya yang sakit. Lalu, korban ini datang ke UGD Persada Hospital dan ditangani terduga pelaku (dokter AY)," jelas Tri Eva Oktaviani, Selasa (22/4/2025).

Ketika menjalani pemeriksaan di ruang UGD, kata Tri Eva, saat itulah pelaku dokter AY melakukan tindakan pelecehan seksual kepada korban. "Saat itu, terduga pelaku tidak didampingi perawat dan tirainya dalam kondisi tertutup rapat. Tanpa meminta izin, terduga pelaku langsung melakukan pemeriksaan serta menyentuh bagian-bagian atau area intim korban," terang Eva.

Perempuan yang akrab disapa Eva ini menyampaikan, sebelumnya korban A ini telah mendatangi pihak rumah sakit untuk mengonfirmasi kejadian tersebut. "Ketika itu, kami belum mendampingi karena belum ditunjuk sebagai kuasa hukum. Kalau dari penuturan korban yang disampaikan ke kami, bahwa telah mengonfirmasi langsung ke Persada Hospital dan terkonfirmasi terduga pelaku adalah dokter AY dan pihak rumah sakit telah meminta maaf," beber Eva.

Eva menambahkan, korban A mengalami trauma psikis akibat kejadian pelecehan seksual tersebut. "Korban mengalami trauma dan saat mendengar nama atau melihat foto terduga pelaku, ia langsung menangis. Oleh karena itu, kami telah menghubungkan dengan psikolog klinis dari rekanan kami termasuk meminta bantuan pihak kepolisian, dalam memberikan pendampingan psikologis kepada korban. Dan memang sempat ada tawaran dari Persada Hospital untuk pendampingan dan pemulihan psikologis, tetapi korban menolak tawaran itu," tandasnya.

Terpisah Penasehat Hukum (PH)  korban QAR, Satria Marwan S.H, M.H memyayangkan Persada Hospital Malang tempat dokter AY bekerja belum mengeluarkan permohonan maaf secara resmi dan terbuka ke korban.

"Seharusnya, pihak Persada Hospital ini mengambil langkah dengan mengeluarkan permohonan maaf secara terbuka kepada korban. Kami masih menunggu kejelasan sikap pihak rumah sakit. Padahal, kejelasan sikap ini sangat perlu untuk mendorong serta mendukung korban lainnya speak up dan melapor," sebut Satria Marwan, Selasa (22/4).

Menurutnya selain belum adanya permohonan maaf secara terbuka, pihak rumah sakit juga belum menunjukkan secara jelas keberpihakan pada korban. "Padahal, Persada Hospital ini adalah suatu lembaga besar di Kota Malang. Namun, kami sendiri masih bingung Persada ini posisinya dimana, karena belum ada permintaan maaf maupun pernyataan yang menegaskan keberpihakan pada korban," tegasnya.

Disamping itu dengan rumah sakit menyatakan sikap resminya, maka akan sangat membantu proses hukum yang berjalan."Karena peran Persada Hospital sebagai pihak terkait, maka bisa sangat membantu banyak dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Semisal memberikan data yang dapat menjadi bukti seperti rekaman CCTV dan catatan absensi karyawan serta dokumen medis lainnya," tambahnya.

Saat disinggung apakah ada komunikasi antara Persada Hospital dengan korban QAR, ia mengonfimasi adanya upaya tersebut. Namun, upaya itu dilakukan dengan menghubungi korban lewat Whatsapp dan bukannya menyerahkan surat resmi.

"Seharusnya, panggilan atau komunikasi resmi harus ditujukan ke pendamping atau kuasa hukum, bukan langsung ke korban. Karena pihak korban ini sudah menunjuk kuasa hukum," imbuhnya.

Satria juga khawatir, cara-cara pendekatan semacam ini justru akan menimbulkan salah tafsir serta memunculkan adanya tindakan kurang transparan.

"Apabila memang ada itikad baik, seharusnya Persada Hospital melakukannya secara resmi dan terbuka. Agar tidak muncul salah tafsir dan tidak muncul suatu prasangka," tandasnya.

Halaman
12
Sumber: Surya Cetak
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved