Berita Viral

Sosok Pengacara yang Sebut Gebrakan Dedi Mulyadi Terlalu Berani, Dulu Bela Mati-matian Pegi Setiawan

Baru-baru ini, seorang pengacara terkenal menilai gebrakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terlalu berani. Ini sosoknya

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Youtube
PENGACARA KONDANG - Seorang pengacara kondang, Toni RM, yang menyebut gebrakan Dedi Mulyadi, terlalu berani (kanan). Pernyataan itu disampaikan saat menjadi bintang tamu program TV One 

SURYA.CO.ID - Baru-baru ini, seorang pengacara terkenal menilai gebrakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terlalu berani. 

Sosok pengacara itu adalah Toni RM

Saat menjadi bintang tamu dalam program Catatan Demokrasi TV One, Toni RM berani menyebut Dedi Mulyadi adalah sosok yang berani.

"Saya melihat Kang Dedi Mulyadi yang biasa akrab disapa Gubernur Jawa Barat ini gebrakannya memang terlalu berani."

"Makanya presiden pernah mengatakan ini ngeri-ngeri sedap Gubernur Jawa Barat," ungkap Toni RM, dikutip SURYA.CO.ID dari Youtube TV One.

Dia lantas menyinggung kebijakan Dedi Mulyadi, satu di antaranya soal membongkar tempat wisata Hibisc Puncak Bogor yang dituding jadi biang kerok banjir di Bogor.

"Jangan lupa walaupun memang untuk kepentingan penataan sesuatu daerah, tetap Kang Dedi Mulyadi harus tahu akibat kebijakannya itu ada orang-orang yang merasa dirugikan. Dan orang yang dirugikan itu juga warganya."

"Kalau butuh pelayanan ke Gubernur."

"Saya berharap Kang Dedi Mulyadi tidak menganggap sebagai musuh orang-orang yang dinilai atau perusahaan yang telah melakukan pelanggaran sehingga langsung ditindak dengan cepat."

"Pertanyaannya sesuai tema, apakah itu pencitraan atau gebrakan?" ujar Toni RM.

Dalam argumennya itu, Toni pun menyinggung soal pencitraan Dedi.

"Pencitraan itu suatu kesan yang sengaja dibuat agar bercitra positif."

Baca juga: Kekayaan Dadang Dishub Bogor yang Bantah Sunat Uang Kompensasi Sopir Angkot dari Dedi Mulyadi

"Kalau gebrakan tentu. Ini pendapat saya, akan dinamakan pencitraan, kalau gebrakan itu tidak dieksekusi dengan peraturan, jadi hanya disampaikan di media sosial, kemudian diliput media, tapi peraturannya tidak dibuat. Maka saya simpulkan itu pencitraan," kata Toni.

Harus ada kajian

Lebih lanjut, Toni pun mempertanyakan soal gebrakan yang dilakukan Dedi Mulyadi, apakah sudah sesuai prosedur atau belum.

"Misalnya pembongkaran objek wisata Hibisc di Puncak Bogor, pelarangan study tour, pelarangan seragam, LKS."

"Pada dasarnya saya setuju, saya sebagai orang hukum, ketika ada suatu pelanggaran memang harus ditindak, akan tetapi tetap harus sesuai prosedur."

"Contoh pembongkaran apakah sudah sesuai prosedur atau belum," sambungnya.

Menurut Toni, Dedi Mulyadi harusnya melakukan kajian terlebih dahulu jika hendak membuat sebuah peraturan.

Namun diungkap Toni, ia sebagai warga Jabar belum pernah mengetahui soal adanya kajian yang dilakukan Dedi terkait dengan kebijakan yang diambilnya.

"Saya belum melihat langsung kajian-kajiannya dari Gubernur Jawa Barat sehingga kemudian memutuskan tindakan seperti yang kami lihat di media sosial, itu terkesan dadakan, buru-buru dan harus, sementara peraturannya saya tidak tahu apakah sudah dibuat atau belum," imbuh Toni.

"Saya pribadi tidak menyimpulkan (Dedi Mulyadi) pencitraan, host yang menanyakan. Saya katakan kalau gebrakan itu tidak diikuti dengan eksekusi suatu aturan entah Perda entah Pergub, maka itu yang dinamakan pencitraan."

"Larangan study tour apakah sudah dibuat pergubnya atau peraturan terkaitnya? kajiannya harus dilakukan itu apalagi dengan Perda harus ada naskah akademik. Jadi ketika melarang lewat media sosial, larangannya sudah dituangkan belum dalam peraturan?" sambungnya.

Dalam kritikannya itu, Toni mempertanyakan soal prosedur yang dilakukan Dedi saat membuat kebijakan.

Toni pun membahas soal larangan study tour yang tegas diumumkan Dedi.

"Kalau gebrakan itu tidak diikuti dengan pembuatan suatu aturan, itu namanya pencitraan. Saya pernah mendapatkan keluh kesah dari mantan kepala dinas pendidikan di Indramayu, dia mengeluh soal larangan study tour, makanya aturannya sudah dibuat belum," pungkas Toni.

"Sebagai seorang pemimpin, pengusaha asosiasi itu juga warganya, jangan sampai dijadikan seperti musuh. Kan kita lihat cara Kang Dedi Mulyadi ini emosional dalam mengeksekusi kebijakan. Jadi saya menyimpulkan, jangan sampai orang-orang yang dinilai melanggar aturan itu dianggap sebagai musuh, sehingga perlakuannya agak kurang santun, agak sok," sambungnya.

Sosok Toni RM

Melansir dari BangkaPos, diketahui bahwa Toni RM merupakan pengacara kondang asal Kabupaten Indramayu.

Ia tinggal di rumah mewah yang berada di Desa Sukaurip, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu. 

Rumah itu juga berfungsi sebagai kantor pribadinya dalam memberikan pelayanan bantuan hukum.

Sosok Toni RM ternyata sudah biasa menangani perkara atau kasus besar.

Beragam kasus besar di Indramayu pernah ditangani oleh Toni.

Satu di antaranya, soal dugaan malapraktik yang terjadi di RSUD MA Sentot Patrol Indramayu.

Kasus itu adalah meninggalkan seorang perempuan bersama bayi dalam kandungannya.

Peristiwa yang terjadi pada Desember 2023 itu viral dan menjadi sorotan masyarakat.

Kasus besar lainnya yang juga ditangani Toni adalah soal aksi bejat ayah dan kakak tiri yang setubuhi korban sejak kelas 3 SD di Indramayu.

Ayah dan kakak tiri itu, sekarang sudah berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian.

Sosok Toni juga pernah mejadi kuasa hukumnya Rieta Amilia Beta, ibunya artis Nagita Slavina atau mertuanya Raffi Ahmad saat melawan Malinda Dee yang pernah terjerat kasus penggelapan dana nasabah Citibank tahun 2011, pada 2018. 

Kasusnya adalah masalah utang dan sengketa bisnis properti. Dalam kasus itu Toni berhasil memenangkan Rieta.

Malinda Dee membayar utang kepada Rieta sebesar Rp 3,7 miliar dan terima bagi hasil properti sebesar Rp 4 miliar dan dapat satu unit rumah dengan nilai Rp 50 miliar di Kemang Jakarta Selatan. 

Terbaru, Toni turut terlibat dalam menangani kasus Vina Cirebon yang hingga saat ini masih terus jadi sorotan.

Setelah menjadi kuasa hukum Pegi bersama 70 Pengacara lainnya, Toni pun terlihat all out melakukan pembelaan.

Toni bahkan dengan lantang menyebut bahwa Pegi Setiawan bukan pelaku dan tidak terlibat dalam pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon pada 2016.

Membela Pegi, Toni mengaku tidak mendapat bayaran sepeser pun.

Alasannya bersedia ikut terlibat murni karena kemanusiaan.

“Saya awalnya sempat ditawari, cuma sempat saya tolak. Nanti dulu masa saya mau bela pembunuh,” ujar Toni kepada Tribun , Kamis (13/6/2024).

Toni menceritakan, setelah menolak tawaran itu, ia kemudian berinisiatif melakukan penyelidikan sendiri.

Hingga akhirnya mendapat banyak saksi-saksi yang menguatkan Pegi saat kejadian pembunuhan itu terjadi tidak sedang di Cirebon, melainkan sedang di Bandung.

Mendapat fakta tersebut, Toni kembali mendatangi pihak keluarga dan bersedia memberikan bantuan hukum.

Toni sejak saat itu fokus untuk menemukan saksi-saksi lainnya yang juga menguatkan alibi bahwa Pegi tidak bersalah. 

Termasuk bukti-bukti yang ikut memperkuat bahwa Pegi tidak ikut terlibat.

Seperti bukti catatan gaji kasbon milik Pegi saat bekerja di Bandung, serta bukti-bukti lainnya.

Terbaru dalam upaya membela Pegi, Toni bersama tim kuasa hukum tengah menyiapkan semua yang dibutuhkan untuk menghadapi gugatan praperadilan.

Gugatan tersebut sudah didaftarkan ke PN Kota Bandung pada Selasa (11/6/2024) dengan register perkara nomor 10/Pid.Pra/2024/PN Bdg melawan Kapolda Jawa Barat cq Direskrimum Polda Jawa Barat.

Beragam bukti-bukti hingga saksi sudah disiapkan.

Toni berharap, dengan alat bukti ini menjadi senjata bagi pihaknya untuk bisa membebaskan Pegi Setiawan dari status Tersangka.

“Kami dari kuasa hukum pasti setiap perkembangannya kami akan berjuang untuk menunjukkan Pegi Setiawan ini bukanlah Pegi alias Perong, bukan pelaku pembunuhan Vina dan Eky,” ujar dia.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved