Berita Viral

Ingat Kades Kohod yang Ditahan Kasus Pagar Laut Tangerang? Warganya Masih Sengsara Gara-gara Ini

Nasib warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang ternyata masih sengsara meski Kepala Desa Mereka, Arsin, sudah ditahan.

dokumentasi warga Desa Kohod
PAGAR LAUT TANGERANG - Pagar laut di perairan Desa Kohod yang belum dicabut. Padahal Kadesnya sudah ditangkap. 

SURYA.co.id - Nasib warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang ternyata masih sengsara meski Kepala Desa Mereka, Arsin, sudah ditahan.

Penyebabnya tentu saja masih pagar laut Tangerang.

Bagi nelayan Desa Kohod di Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, laut tidak hanya sebagai tempat mencari ikan, melainkan ruang hidup mereka.

Namun, kini ruang hidup mereka terganggu sejak adanya pagar laut yang terpasang di perairan Desa Kohod.

Sejak pagar laut dipasang, aktivitas melaut mereka sudah tak pernah lagi sama.

Meski Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sempat menyatakan pagar sepanjang 30,16 kilometer sudah tuntas dibongkar, para nelayan masih mendapati pagar-pagar bambu berdiri di tengah laut.

Baca juga: Terlanjur Kades Kohod Ditahan dan Akan Didenda Rp 48 M, Pagar Laut Tangerang Masih Sisa 600 Meter

Beberapa di antaranya bahkan masih membentang dari bibir pantai hingga ke tengah perairan.

Tak sedikit pula yang membentuk kotak-kotak kavling besar.

Di tengah laut terbuka, mereka merasa terkurung oleh pagar yang belum semuanya tersentuh pembongkaran.

Melalui kiriman video dari warga Desa Kohod, seorang nelayan menunjukkan sisa-sisa pagar yang masih berdiri kokoh di tengah laut.

Bambu-bambu itu tak sekadar tertancap, mereka terpasang rapat, dempet satu sama lain, membentuk sekat-sekat seperti petak sawah di lautan.

“Yang di kavling itu malah lebih rapat dari pagar laut yang lain. Itu yang ditancap pakai ekskavator, jadi enggak bisa dicabut manual,” ujar warga Desa Kohod, Obos, Kamis (20/3/2025), melansir dari Kompas.com.

Menurutnya, pagar-pagar ini tidak menyulitkan aktivitas melaut para nelayan di Desa Kohod.

Upaya pencabutan dengan alat berat pun disebut terlalu mahal, sehingga nelayan tidak mampu melakukannya secara manual dan harus menggunakan ekskavator.

Tak hanya mengganggu pandangan, pagar-pagar laut itu secara langsung memukul aktivitas para nelayan di Desa Kohod.

Salah satu nelayan yang merasakannya adalah Marto.

Ia mengaku bahwa penebaran jaring jadi tidak optimal, bahkan ada yang terpaksa pulang dengan jaring kosong karena tak bisa menjangkau titik tangkap biasa.

“Pagar kavling itu jelas mengganggu. Kami nelayan ini kesulitan kalau mau nyebar jaring,” kata Marto.

“Yang 30,16 km memang sudah dicabut, walaupun masih ada patok-patok sisa.

Tapi yang dari pantai ke tengah laut itu masih ada sekitar satu kilo belum dicabut. Itu yang paling mengganggu sekarang," jelas dia.

Selain itu, warga Desa Kohod lainnya, Obos menjelaskan bahwa pagar-pagar itu tak hanya memanjang ke tengah laut, tapi juga membentuk kavling-kavling besar dengan ukuran bervariasi.

Beberapa bahkan disebut mencapai luas lebih dari 1.000 meter persegi. Posisi dan rapatnya pagar membuat pergerakan perahu kecil terhambat.

"Tidak hanya panjang aja tapi di kavling juga jadi biar dilihat dari satelitnya itu seperti kotak-kotak empang," jelas dia.

Sebelumnya, belum dibongkarnya pagar laut ini diamini oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Eli Susiyanti.

Eli Susiyanti tak menampik jika pagar laut di Desa Kohod itu belum dicabut. 

Eli menjelaskan, berdasarkan hasil patroli terakhir, tersisa sekitar 600 meter.

Pagar laut sudah sudah coba dibongkar dengan ditarik tagboat tapi tidak bisa.

"Butuh alat berat dan ponton. Sudah dikoordinasikan dengan pusat," ungkapnya, melansir dari Tribun Tangerang.

Kendati demikian, Eli tidak bisa memastikan kapan pencabutan pagar laut di perairan Kohod dilanjutkan hingga selesai.

"Masih dikomunikasikan," paparnya. 

Fakta ini membuat kaget para nelayan di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan citra satelit yang didapat dari bibir pantai terdapat pagar bambu yang masih berdiri sepanjang 812,99 meter. 

"Kita pikir mau semua kan. Biar sekalian selesai. Enggak taunya enggak semua," ucap Nelayan Alar Jiban, Kohod, Marto saat diwawancarai, Jumat (14/3/2025). 

Pagar laut yang belum terbongkar itu berbentuk kavling, hingga membuat nelayan yang bergerak dari Timur tetap harus meliuk-liuk menghindari cerucuk pagar laut. 

Marto mengatakan, perahu miliknya sempat dipakai oleh pihak direktorat jenderal pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (PSDKP). Ia bahkan sempat dimintai keterangan testimoni.

"Kurang dari seminggu di sini. Nyewa kapal saya. Pas di sini cuma PSDKP doang," ujar Marto. 

Marto kaget kaget bercampur sedih setelah mendengar informasi di media massa maupun media sosial, bahwa pemerintah klaim telah cabuti pagar bambu di perairan Utara Tangerang.

Didenda Rp 48 Miliar

Adanya denda Rp 48 miliar itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono,  dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI pada Kamis (27/2/2025).

Trenggono mengatakan pihaknya memberikan sanksi denda Rp 48 miliar kepada Kades Kohod Arsin dan perangkat desa berinisial T, buntut pemasangan pagar laut di Tangerang.

Trenggono menjelaskan keduanya diberikan sanksi denda setelah mengakui menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam memasang pagar laut di Tangerang.

Keduanya juga sudah mengeluarkan surat yang menyatakan kesiapan diberikan sanksi denda.

Namun, pernyataan Menteri KKP ini dibantah keras oleh warga.

Kuasa hukum warga Alar Jiban, Henri Kusuma, menyebut pemasangan pagar laut di Tangerang memang dilakukan oleh Arsin sejak 2021. 

Namun, di situ Arsin hanya sebagai mandornya, bukan penyandang dananya. 

"Kalau masalah pemasangan pagar laut itu, ya, data dan fakta yang kami peroleh itu memang mandor utama adalah Arsin, itu sejak dari 2021," kata Henri Kusuma, di Kohod, Kamis (27/2/2025), dilansir Kompas.com.

Namun, mengenai pembiayaan pembangunan pagar laut itu, Henri meyakini Arsin tak mungkin menggunakan dana pribadi.

Untuk itu, Henri menyerahkan penyelidikan soal dana itu kepada Bareskrim Polri agar diusut.

"Sangat tidak mungkin menurut saya. Nah, oleh karena itu, ya, itu ranah penyidik Bareskrim, dari mana biaya-biaya itu," kata dia.

Henri mengatakan, dari taksiran pihaknya, biaya pembangunan pagar laut nilainya lebih dari denda yang dibebankan kepada Arsin oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yakni sebesar Rp48 miliar.

"Menurut perhitungan kami, dana itu sekitar Rp 50 miliar sampai 60 miliar, tidak mungkin Arsin biaya sendiri," kata dia.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved