Ratusan Bangunan Jejali Bantaran Kali Surabaya, Ecoton Gresik Ingatkan Ancaman Pidana UU 17/2019

meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap oknum yang melanggar regulasi terkait alih fungsi lahan bantaran sunga

|
Penulis: Sugiyono | Editor: Deddy Humana
istimewa
PENYEMPITAN SUNGAI SURABAYA - Pantauan dari udara oleh Ecoton memperlihatkan banya bangunan liar yang diduga mengakibatkan Sungai Surabaya di Kecamatan Driyorejo dan Wringinanom, Kabupaten Gresik mengalami menyempit, Rabu (19/3/2025). 

SURYA.CO.ID, GRESIK – Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) melayangkan surat pengaduan kepada DPRD Kabupaten Gresik, Bupati Gresik dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gresik, Rabu (19/3/2025). 

Surat tersebut terkait pelanggaran pemanfaatan bantaran Kali Surabaya di Kecamatan Driyorejo dan Wringinanom. 

Surat aduan ditujukan sebagai langkah mengembalikan fungsi bantaran sebagai daerah resapan air, akibat banjir yang melanda Gresik, ketika musim hujan. 

Ketua Tim Investigasi Penyalahgunaan Bantaran Kali Surabaya, Alaika Rahmatullah mengatakan, ada 906 bangunan permanen berdiri di atas bantaran sungai Kali Surabaya. Bahkan ditemukan lebih dari 30 sertifikat tanah yang diterbitkan atas tanah bantaran. 

“Padahal dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur nomor 134/1997, telah diatur larangan mendirikan bangunan permanen untuk hunian atau tempat usaha di area bantaran sungai. Bahkan ada ancaman pidana jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air,” kata Alaika yang juga manajer Divisi Edukasi Ecoton. 

Alaika menambahkan, Ecoton mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur segera mengambil tindakan tegas menertibkan bangunan illegal. 

“Sebelumnya, kami juga telah bersurat kepada BBWS Brantas, namun belum ada jawaban. Padahal, alih fungsi bantaran sungai jelas merusak ekosistem sungai, sekaligus menambah limbah domestik yang dapat menurunkan kualitas air sungai,” imbuhnya. 

Begitu juga disampaikan tim komunikasi publik dan pengamat kebijakan lingkungan Ecoton, Tonis Afrianto, alih fungsi lahan bantaran Sungai Brantas tidak hanya melanggar regulasi, tetapi juga berkontribusi pada degradasi lingkungan. 

Sebab banjir di awal Maret 2025 disebabkan pelanggaran tata ruang dan alih fungsi lahan, termasuk bantaran. “Bahkan tanggul sungai di Desa Sumengko Gresik ada yang dijebol. Maka kami mengirim surat ke BPN Gresik,” kata Tonis.

Pada surat yang disampaikan DPRD, Bupati dan BPN Gresik Yayasan Ecoton menuntut moratorium alih fungsi lahan bantaran Kali Surabaya di Kecamatan Driyorejo dan Wringinanom, serta menghentikan pemanfaatan bantaran untuk bangunan permanen. 

Tuntutan lainnya adalah berkoordinasi dengan BBWS Brantas dan Perum Jasa Tirta I untuk mencegah dan menertibkan bangunan liar tanpa izin di wilayah bantaran sungai, dengan mencabut sertifikat tanah di sana.

“Kita juga menuntut, meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap oknum yang melanggar regulasi terkait alih fungsi lahan bantaran sungai. Memberikan teguran kepada pihak yang mendirikan bangunan liar, serta berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang,” imbuhnya. 

Ecoton juga mengharapkan audiensi dengan masyarakat pelindung bantaran Kali Surabaya untuk klarifikasi informasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

“Pemerintah Jawa Timur harus banyak belajar dengan Pemerintah Povinsi Jawa Barat yang dengan tegas melakukan penertiban bangunan di bantaran sungai, khususnya atas tragedi banjir besar di Bekasi pada awal Maret 2025. Bahkan pemerintah saat ini berani untuk menyegel tempat usaha, dan menertibkan rumah-rumah di bantaran sungai,” pungkasnya. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved