Lahan Makam di Surabaya Menyusut, Cak Eri Kenalkan Sistem Tumpang Untuk Memakamkan Satu Keluarga

"Kita sudah tidak bisa menyediakan lahan makam (baru) untuk warga Surabaya.(Mau menggunakan) tanahnya siapa?"

surya/Bobby Constantine Koloway (Bobby)
PEMULASARAAN JENAZAH - Petugas melakukan penguburan jenazah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih. TPU Keputih menjadi salah satu tempat pemakaman kelolaan Pemkot Surabaya yang saat ini luas areanya semakin kecil. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Luas area pemakaman di Kota Surabaya semakin menipis dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk.

Mengantisipasi hal ini, Pemkot Surabaya memperkenalkan sistem pemakaman tumpang hingga rencana membuka Tempat Pemakaman Umum (TPU) baru.

Sistem pemakaman tumpang dikhususkan untuk makam satu keluarga. Hal ini di antaranya mulai diterapkan pada TPU Keputih

"Kita sudah tidak bisa menyediakan lahan makam (baru) untuk warga Surabaya.(Mau menggunakan) tanahnya siapa?" ujar Cak Eri ketika dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (19/3/2025).

"Di (TPU) Keputih pun dibuat panggung (ditumpang). Kalau ada saudara-saudaranya (jenazah) yang meninggal ya sudah ditumpang di atasnya, tanahe wis nggak onok (sudah tidak ada lahannya). Tanah yang ada (milik Pemkot) kita manfaatkan untuk pergerakan ekonomi dan lain-lainnya,” kata pria asli Surabaya ini.

Hingga saat ini, Pemkot Surabaya telah mengelola 13 makam dan 1 krematorium (tempat pembakaran jenazah). Di samping itu, terdapat 335 malam kampung yang tersebar di sejumlah kawasan di Surabaya.

Wali Kota Eri mendorong masyarakat untuk mengoptimalkan makam di perkampungan masing-masing. Mengantisipasi area yang terlampau jauh, keluarga cukup memakamkan jenazah di area perkampungan sekitar.

"Selagi makam itu aktif, (sisa lahan) bisa dihitung RW itu masih ada berapa jiwa. (Ketua RW) melihat, masih bisa apa tidak makam ini menampung total jiwa di kampung tersebut," jelas Cak Eri.

"Nah, kalau bisa, otomatis harus dimakamkan di situ dan tidak boleh di TPU Keputih. Sebab makam di Keputih itu khusus untuk kampung yang tidak menyediakan makam,” tuturnya.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya sudah merencanakan sistem pemakaman tumpang untuk mengatasi keterbatasan lahan. "Namun, sistem ini dilakukan untuk kriteria tertentu," kata Kepala DLH Surabaya, Dedik Irianto.

Pertama, sistem tumpang hanya digunakan untuk makam yang telah berusia minimal 3 tahun. Kedua, masing-masing jenazah masih memiliki hubungan keluarga serta tetap melalui persetujuan keluarga jenazah yang ditumpangi.

"Sistem ini juga secara tidak langsung akan memudahkan ziarah bagi ahli waris. Apalagi hal ini juga bisa diterapkan untuk seluruh makam di Surabaya," kata Dedik.

Selain ketersediaan lahan, Dedik mengungkapkan tantangan permakaman di area kampung. Di antaranya, soal retribusi permakaman kepada RW. 

"Biasanya pihak kampung akan menarik retribusi untuk pemakaman dan kas apabila dimakamkan di makam kampung," kata Dedik.

Berbeda dengan pemakaman milik Pemkot yang gratis. Hal ini membuat warga di kampung lebih memilih memakamkan di makam yang dikelola Pemkot.

Halaman
12
Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved