APBD Bangkalan Sakit 3 Tahun Terakhir, Akibat Pendapatan Tidak Pasti 100 Persen Masuk Kas Daerah

pada tahun 2019 silam menjadi tonggak awal, sendi-sendi APBD mulai digerogoti program-program seperti refocusing anggaran. 

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Deddy Humana
surya/ahmad faisol (edo)
APBD BANGKALAN TERBATAS - Sekretaris II Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sekaligus Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bangkalan, Ahmat Hafid. 


SURYA.CO.ID, BANGKALAN – Kepala daerah baru di Bangkalan dipastikan mewarisi kondisi keuangan daerah yang tidak sehat.

Ditambah penerapan efisiensi anggaran di awal pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto, beban APBD Bangkalan dipastikan semakin berat.

Kondisi keuangan daerah ditambah beban efisiensi itu,  masih terus menggelinding menjadi bahan perbincangan publik.

Seretnya keuangan negara saat ini juga menjadi perhatian serius Pemkab Bangkalan di mana postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selama tiga tahun terakhir, belum mampu beranjak dari status tidak sehat.

Terpaan wabah Covid-19 pada tahun 2019 silam menjadi tonggak awal, sendi-sendi APBD mulai digerogoti program-program seperti refocusing anggaran. 

Kebijakan relokasi pos-pos anggaran sebagai upaya pemerintah mengatasi pandemi Covid-19, ternyata masih menyisakan ‘luka’ di APBD Bangkalan hingga saat ini.

Kondisi belum sehatnya APBD Bangkalan diungkapkan Sekretaris II Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sekaligus Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bangkalan, Ahmat Hafid kepada SURYA, Minggu (16/32025).

Dalam kajiannya, Hafid menilai hingga saat ini perencanaan maupun pelaksanaan masih terjadi ketimpangan antara pendapatan dan belanja saat tahun sudah berjalan. Faktornya, disebut Hafid,  ada faktor eksternal dan internal.  

“APBD kita dalam 3 tahun ini masih tidak sehat pasca pandemi Covid-19. Bisa saja pada perencanaan APBD terlalu besar pasak daripada tiang. Artinya lebih banyak belanjanya ketimbang potensi pendapatan asli daerah (PAD),” ungkap Hafid. 

Ia menjelaskan, besarnya pasak atau upaya peningkatan pos belanja itu tidak didukung kepastian realisasi pendapatan yang maksimal. Sehingga ketika berbicara realisasi pendapatan, menjadi tidak maksimal.

Hafid mengambil contoh internal yang menjadi penyebab belum maksimalnya capaian PAD.

Seperti kondisi perekonomian nasional dan daerah, atau ada potensi yang belum dimaksimalkan serta beberapa jenis penerimaan yang tidak tercapai.

Faktor eksternal yang membuatAPBD tidak sehat, lanjutnya, pertama karena tidak ada kepastian konkret pendapatan yang sudah ditetapkan dalam APBD bisa masuk 100 persen ke daerah.

“Itu yang menjadi pertimbangan utama kenapa APBD kita tidak sehat, karena kurang dana perimbangan tahun sebelumnya yang seharusnya ditarget masuk di tahun berjalan. Tetapi justru tidak masuk di tahun berjalan. Contoh, dipastikan dana perimbangan yang masuk tahun 2024 justru tidak masuk di tahun 2024,” bebernya.

Sekadar diketahui, postur kekuatan APBD Bangkalan dalam tiga tahun terakhir hingga tahun 2025 masih berkutat di angka Rp 2,5 triliun hingga Rp 2,6 triliun. 

Halaman
12
Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved