Protes Pembatasan Angkutan Barang Lebaran 2025, Aptrindo Ancam Stop Operasi Hampir 3 Pekan

Ketua DPC APTRINDO Surabaya, I Wayan Sumadita, menegaskan kebijakan ini telah memberikan dampak negatif bagi para pengusaha

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
tribun jatim/willy abraham
PROTES - Ilustrasi petugas memberhentikan truk yang melanggar jam operasional di Jalan Raya Cerme Kabupaten Gresik, Kamis (20/7/2023). Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyatakan keberatannya terhadap terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Dirjen dan Korlantas Polri yang memberlakukan pembatasan angkutan barang lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya. 

SURYA.co.id | SURABAYA – Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyatakan keberatannya terhadap terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Dirjen dan Korlantas Polri yang memberlakukan pembatasan angkutan barang lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya.

Ketua DPC Aptrindo Surabaya, I Wayan Sumadita, menegaskan kebijakan ini telah memberikan dampak negatif yang signifikan bagi para pengusaha angkutan barang yang tergabung dalam Aptrindo.

Pembatasan angkutan barang untuk tahun ini dimulai dari tanggal 24 Maret hingga 8 April 2025.

"Atau kurang lebih selama dua minggu," kata Sumadita, Kamis (13/3/2025).

Padahal sebelumnya, pembatasan angkutan barang hanya diberlakukan selama 6 hari, yaitu H-3 hingga H+3 Lebaran.

Sumadita menyampaikan bahwa kebijakan ini tidak hanya merugikan pengusaha angkutan barang, tetapi juga mengganggu kelancaran arus logistik nasional.

“Pembatasan ini menghambat pelayanan terhadap arus logistik, mengakibatkan keluhan dari pelanggan, serta merugikan banyak sektor terkait. Beberapa dampak yang dirasakan oleh anggota Aptrindo antara lain,” jelas Sumadita.

Dengan pembatasan operasional yang lebih lama mengganggu kelancaran distribusi barang.

"Liburan panjang ini membuat arus logistik terhambat, yang pada gilirannya mengganggu ketepatan waktu pengiriman barang ke konsumen," jelasnya.

Nantinya banyak customer yang akan mengeluh karena pembatasan operasional mengakibatkan pembengkakan biaya logistik, terutama di pelabuhan.

Pengusaha angkutan harus menanggung biaya lebih besar karena penundaan yang terjadi akibat kebijakan ini.

Di samping itu, ekspor dan impor menjadi terganggu karena pengiriman barang yang terhambat.

Exportir, khususnya yang menggunakan perjanjian pembayaran melalui Letter of Credit (LC), mengeluhkan keterlambatan pengiriman yang berpotensi merugikan mereka.

Pengemudi angkutan barangpun akan mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat memaksimalkan pekerjaan mereka sebelum Lebaran, akibat pembatasan yang terlalu lama.

Selain itu, para kuli harian di pabrik dan pergudangan juga akan mengeluhkan berkurangnya pekerjaan mereka, bahkan beberapa di antaranya tidak ada pekerjaan sama sekali.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved