Berita Viral

Perjuangan Sudjat Bertahan Hidup di Surabaya, 8 Tahun Jual Jipang dan Rela Tidur di Emperan

Selama 8 tahun, Sudjat berjuang hidup di Surabaya dengan berjualan jajanan tradisional bernama jipang. Berikut kisah perjuangan hidupnya.

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
KOMPAS.com/Adhitiya Prasta Pratama
Sudjat, pria asal Blora, Jawa Tengah, sedang menggelar dagangan jipangnya di depan minimarket saat ditemui, Jumat (14/02/25) 

SURYA.CO.ID - Sejak pukul 05.30 WIB, Sudjat (72), berjalan kaki menyusuri trotoar di depan deretan minimarket kawasan Kota Surabaya, Jawa Timur. 

Ia biasa berjalan di kawasan Ketintang, Jambangan, Kebonsari, dan Kebonagung.

Sambil berjalan, ia memikul kayu yang diikat dengan tali rafia untuk menggantung plastik berisi dagangan berupa jajanan tradisional bernama jipang. 

Setiap 5 pack jipang masing-masing berisi 90 butir. 

Setiap pack kemudian ia kemas ulang menjadi kemasan kecil berisi 6 butir seharga Rp 10.000.

Pria kelahiran Blora, Jawa Tengah, pada 1953 ini sudah menjadi penjual jipang sejak delapan tahun lalu.

"Sebelumnya saya kerja di Tanjung Perak untuk bongkar muatan."

"Dulu susah harus dipikul, sekarang enak sudah ada pengereknya. Waktu masih bergasnya di situ saya," kenang Sudjat dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com, Jumat (14/2/2025).

Perjuangan ke Surabaya

Sudjat memilih Surabaya sebagai tempat berjualan jipang, karena slot penjual jipang di kota-kota terdekat Blora, seperti Semarang, Solo, dan Tuban, sudah terlalu banyak.

Baca juga: Tak Gentar Usai Dipecat, Weni eks Karyawan BUMN Mengaku Siap Bongkar Kasus Besar, Bawa Bukti ke KPK

Untuk mencapai Surabaya, ia harus mengeluarkan ongkos sekitar Rp 100.000, termasuk biaya bus dan transportasi lokal.

"Saya datang kemarin Kamis (13/02), tiba pagi tadi turun di Wilangun, terus ke sini naik line kuning."

"Saya tidak berani turun di Bungurasih, apalagi bawa dagangan. Di sana banyak persaingan, takut diapa-apain," tuturnya dengan nada hati-hati.

Keluarga di Kampung

Sudjat memiliki tiga orang putra di kampung halaman.

Dua di antaranya sudah berkeluarga dan bekerja di bidang mebel serta koperasi, sedangkan yang bungsu masih melajang dan memilih menjadi petani.

"Di Blora keluarga saya di sana semua. Istri juga masih sehat. Saya pun di sana juga jadi petani. Kan stok jipang ini kadang telat, jadi saya tani di sana," ungkapnya sambil tersenyum.

Tidur Disembarang Tempat

Baca juga: Kisah Dodi Romdani Kades yang Pilih Mundur demi Bekerja di Jepang, Kumpulkan Uang Untuk Rehab Masjid

Ketika ditanya mengenai tempat bermalam, Sudjat mengaku kerap tidur di emperan toko.

Untuk mandi, ia memanfaatkan fasilitas umum seperti SPBU atau masjid.

Meski demikian, ia tetap bersyukur masih diberi kesehatan dan kekuatan untuk mencari nafkah.

"Ya kalau bilang cukup itu pokok habisnya cepat, berarti ada yang dibawa pulang. Kalau enggak habis-habis itu kan tekor di makannya. Di Surabaya makan itu mahal," katanya. 

Waktu pulang Sudjat ke Blora tidak menentu, tergantung kecepatan dagangan habis.

Terkadang, ia harus bertahan hingga seminggu. Ada kalanya dalam lima hari dagangannya sudah ludes terjual.

Menariknya, ia mengungkapkan bahwa banyak warga Blora yang juga menekuni pekerjaan serupa di berbagai kota besar.

"Dan sebenarnya dari Blora yang jual jipang kayak saya itu banyak. Ada yang di Semarang, Solo, Tuban, Malang, itu dari Blora semua," katanya. 

Di usianya yang sudah memasuki senja, Sudjat memilih untuk tetap produktif selama masih diberi kesehatan dan kekuatan.

"Ya seperti ini dijalankan saja, mumpung masih ada tenaga, dan Alhamdulillah masih sehat," ucapnya dengan penuh syukur.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved