Berita Viral

Buntut Konflik Hotman Paris Vs Razman Nasution Berujung Ricuh di Sidang, Wamen Prabowo: Saya Sedih

Konflik Hotman Paris vs Razman Nasution yang berujung ricuh di sidang kini semakin berbuntut panjang. Dapat sorotan dari Wakil Menteri Prabowo.

kolase Tribunnews dan Youtube
HOTMAN VS RAZMAN - Hotman Paris dan Razman Nasution terlibat kericuhan di ruang sidang PN Jakarta Utara, pada 6 Februari 2025. Disorot salah satu wakil menteri Prabowo. 

SURYA.co.id - Konflik Hotman Paris vs Razman Nasution yang berujung ricuh di sidang kini semakin berbuntut panjang.

Hal ini mendapat sorotan tajam dari Wakil Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan.

Tak cuma itu, Ketua DPC Peradi Jakarta Barat, Suhendra Asido Hutabarat juga angkat bicara.

Asido menilai insiden tersebut sangat memalukan dan mencoreng citra advokat. 

"Kita dipertontonkan bagaimana advokat berada di ruang sidang dengan keadaan gaduh, teriak-teriak, bahkan ada yang naik ke atas meja," ujar Asido dalam pembukaan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan VI DPC Peradi Jakbar-UPN Veteran Jakarta, Jumat (7/2/2025), melansir dari Tribunnews.

Menurut Asido, kualitas advokat seharusnya mencerminkan profesionalisme dan menghormati proses persidangan. 

Baca juga: Sosok Iqlima Kim, Pemicu Perseteruan Hotman Paris Vs Razman Nasution hingga Ricuh Sidang, Eks Aspri

Namun, kejadian di PN Jakut justru menunjukkan sebaliknya. Ia mempertanyakan latar belakang organisasi advokat serta pendidikan profesi yang melahirkan advokat dengan sikap seperti itu.

Asido menuding Surat Keputusan Mahkamah Agung (SKMA) 73 Tahun 2015 sebagai biang kerok permasalahan dalam profesi advokat. 

SKMA ini menyebabkan sistem single bar (wadah tunggal) dalam organisasi advokat menjadi multi bar, meskipun UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat sudah menegaskan sistem single bar.

SKMA 73/2015 memungkinkan Pengadilan Tinggi (PT) di seluruh Indonesia mengambil sumpah calon advokat yang diajukan oleh organisasi advokat selain Peradi. 

Akibatnya, muncul berbagai organisasi advokat (OA) yang menyelenggarakan PKPA tanpa standar yang jelas.

“OA-OA yang sudah begitu banyak dan menyelenggarakan PKPA yang tidak jelas menyebabkan lahirnya advokat-advokat yang tidak berkualitas dan berintegritas,” ujar Asido.

Lebih parahnya, SKMA 73 membuat oknum advokat yang berulah seperti di PN Jakut sulit ditindak karena bukan anggota Peradi. 

Jika ada laporan pelanggaran etik, mereka bisa berpindah ke OA lain dan tetap berpraktik sebagai advokat, menciptakan fenomena "kutu loncat".

Atas dampak buruk tersebut, Peradi mendesak Mahkamah Agung untuk segera mencabut SKMA 73. 

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved