Kiai Perudapaksa Santriwati di Kampak Trenggalek Dituntut Bayar Restitusi Rp 247 Juta

LPSK telah mengajukan restitusi kepada kiai perudapaksa santriwati di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Sofyan Arif Candra Sakti
Terdakwa kasus persetubuhan anak di bawah umur, Imam Syafii (52) saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Trenggalek, Jawa Timur. 

SURYA.CO.ID, TRENGGALEK - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah mengajukan restitusi kepada kiai perudapaksa santriwati di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur (Jatim).

LPSK menuntut Imam Syafii alias Supar (52) untuk membayar restitusi kepada korban senilai Rp 247.508.000.

Nilai restitusi yang diajukan LPSK, menurut penasihat hukum korban, Haris Yudhianto sudah tepat.

Baca juga: Kasus Kiai Rudapaksa Santriwati di Kampak Trenggalek, Terdakwa Menolak Hasil Tes DNA

"Sudah sesuai harapan, karena menurut kami, penilaian LPSK itu sudah mempertimbangkan semua aspek," kata Haris, Kamis (23/1/2025).

Ia menuturkan, permohonan restitusi tersebut, sudah disusun oleh penasihat hukum sejak kasus tersebut masih dalam tahap sidik di Polres Trenggalek.

"Rinciannya (restitusi) saat itu kami ajukan melalui Porles Trenggalek saat penyidikan dan tindak lanjutnya ada di LPSK yang melakukan penilaian," lanjut Ketua DPC Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Trenggalek tersebut.

Restitusi yang diajukan, diperuntukkan bagi korban dan bayinya. Mulai dari biaya popok, susu dan pakaian untuk dua tahun ke depan, serta pemulihan psikis korban yaitu untuk pemeriksaan psikologis.

Baca juga: Hasil Tes DNA Keluar, Kiai Kampak Trenggalek Bapak Biologis Bayi yang Dilahirkan Santriwati

"Restitusi ini sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2017, korban punya hak untuk mendapatkan restitusi dari pelaku kejahatan seksual, khususnya korban yang masih anak-anak," jelas Haris.

Terkait penolakan yang sempat diutarakan terdakwa, menurut Haris itu adalah hak terdakwa. Sedangkan keputusan tetap berada di tangan majelis hakim.

"Kalau nanti sudah menjadi putusan pengadilan, maka tidak orang yang bisa menolak, karena itu adalah perintah pengadilan," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved