Perluas Interkoneksi Internet, APJII Jatim Tuntaskan 20 Persen Wilayah Pelosok

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jatim hingga saat ini terus gencar memperluas interkoneksi internet hingga wilayah pelosok.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
sri handi lestari/surya.co.id
Ayom Rahwana, Ketua Pengurus Wilayah APJII Jawa Timur Periode 2021-2024 (paling kanan) bersama Yosvensa Setiawan, Ketua Pengurus APJII Jawa Timur terpilih periode 2024-2028, dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) APJII Jatim di Surabaya. 

Bentuk pelanggaran yang sering terjadi yakni tidak punya izin alias ilegal namun menjual kembali internet ke masyarakat.

Padahal petunjuk teknis aturannya jelas dan ini harus ditegakkan.

Jangan sampai yang baik itu merugikan di sisi pengusaha.

Selain itu, pelaku usaha ilegal tidak membayar pajak, menggunakan jaringan ilegal yang seharusnya tidak boleh disalurkan kembali.

Masyarakat yang tidak mengetahui atau tidak memahami bisa dirugikan dari sisi harga maupun tidak ada jaminan layanan.

Begitu pula, pelanggaran ini jelas merugikan bagi pengusaha jasa telekomunikasi.

Untuk itu, MoU penegakan hukum bisa turun segera dari pusat, atau dari Mabes ke Polda.

Jika sudah di tingkat Polda, APJII bisa penetrasi ke Polres yang ada di Jawa Timur.

Apalagi selama dua tahun terakhir, tim APJII Jawa Timur gencar melakukan sosialisasi ke wilayah dan memberikan informasi ke mitra.

“Harapannya di 2025 ini ada, sudah ada peningkatan yakni efek jera dari pelaku usaha ilegal dan dari sisi pelaku usaha legal ada perlindungan investasi dan bisnis. Kami juga sosialisasi dan edukasi soal masyarakat digital untuk memahami makna Hari Ini Adalah Jempolmu Harimaumu," beber Arif.

Masyarakat harus paham ada UU yang mengikat bagaimana etika bersosmed, cara menggunakan teknologi digital untuk beraktivitas, termasuk memahami mana perusahaan yang legal dan ilegal.

Sosialisasi dan edukasi ini juga ditujukan agar masyarakat jika membeli produk jangan cuma dari sisi harga tapi juga kualitasnya bagaimana.

Dengan demikian, lanjutnya, masyarakat tidak beli ‘kucing dalam karung’.

Anomali ini masih terjadi di beberapa wilayah.

"Jadi masyarakat harus tegas, beli produk dan punya hak untuk mendapatkan layanan yang sesuai,” paparnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved