Berita Viral

Tuntut Nama Baik Guru Supriyani Direhabilitasi dan Bebas Murni, Pengacara Singgung JPU Dilematis

Pengacara meminta nama baik guru Supryani direhabilitasi dan dibebaskan dari segala dakwaan jaksa dalam sidang hari ini (14/11/2024).

Editor: Musahadah
kolase bikas media
Kuasa hukum menuntut nama baik guru Supriyani direhabilitasi dan dibebaskan murni. 

SURYA.CO.ID - Majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan diminta mengembalikan dan merehabilitasi nama baik guru Supriyani sesuai harkat dan martabat semula. 

Permintaan itu diucapkan timn kuasa hukum guru Supriyani saat membacakan pledoi atau pembelaan di depan persidangan, Kamis (14/11/2024).

Kuasa hukum guru Supriyani yang diwakili Andri Darmawan menegaskan kliennya secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU). 

"Kami memohon majelis hakim menerima pembelaan tim penasehat hukum terdakwa. Menyatakan terdakwa Supriayni tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum," kata Andri dengan lantang. 

Andri juga meminta majelis hakim membebaskan Supriyani dari segala dakwaan dan tuntutan. 

Baca juga: Dampak Tuntutan Bebas Guru Supriyani ke Anak Aipda WH, Reza: Seolah Jaksa Beri Label Siswa Nakal

"Mengembalikan dan merehabilitasi nama baik Supriyani pada harkat dan martabat semula. Serta membebankan biaya perkara pada negara atau apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," seru Andri. 

Atas nota pembelaan terdakwa ini, jaksa penuntut umum meminta waktu dua jam untuk memberikan tanggapan. 

Majelis hakim pun menunda persidangan selama dua jam.

Ditemui usai sidang, Andri Darmawan mengungkapkan, di pledoi ini pihaknya memberi gambaran lengkap mengenai fakta-fakta, analisis alat-alat bukti yang bersesuaian serta memiliki kekuatan pembuktian. 

"Kesimpulan akhir kami, Ibu Supriyani secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan, melakukan kekerasan terhadap anak," tegas Andri. 

Andri mengurai, semua saksi fakta yang disumpah menerangkan tidak ada kejadian itu. 

Sementara kesaksian orangtua korban tidak memiliki nilai pembuktian karena testimoni, tidak melihat langsung. 

Keterangan Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri yang menerangkan bahwa keterangan anak tidak bisa diandalkan dalam perkara ini, karena kualitas dipertanyakan, juga diurai dalam pledoi.

Selain itu, keterangan ahli forensik yang mengakibatkan luka bukan diakibatkan pukulan sapu, tapi bisa disebabkan penyebab lain yaitu gesekan dengan benda yang permukaannya pasar, juga menguatkan pembelaannya. 

"Saksi anak juga tidak bersesuaian dengan saksi fakta, seperti anak korban yang menyebut kejadiannya pukul 08.30, padahal saksi guru Lilis memastikan tidak ada kejadian itu," terangnya.

Terkait tuntutan jaksa yang meminta Supriyani dibebaskan, Andri menilai tuntutan itu bukan bebas, tapi lepas. 

Menurut Andri tuntutan ini aneh karena kasus kekerasan disebut tidak ada mensrea atau niat jahat.

Andri justru menuding JPU hari ini dalam posisi dilematis. 

"Pertama, ingin mempertahankan dakwaan bahwa Supriyani bersalah. Di sisi lain JPU ingin mempertahankan simpati publik. Ingin mengesankan dia berpihak pada keadilan, memberikan rasa keadilan pada ibu Supriyani," katanya. 

Andri mengaku optimis, hakim akan memutus bebas murni untuk guru Supriyani.  

"Memang itu perbuatan tidak ada sama sekali. Semua alat bukti, tidak ada satu celah pun yang bisa membuktikan Supriyani bersalah," tukasnya. 

Sebelumnya, Andri menyebut tuntutan JPU itu aneh dan absurd. 

Dikutip dari tayangan NTV Prime Nusantara TV pada Senin (11/11/2024), Andri Darmawan mengungkap tuntutan JPU terhadap guru Supriyani itu bukan bebas tapi lepas dari tuntutan hukum. 

Pasalnya, dalam tuntutannya, JPU menyebut guru Supriyani terbukti melakukan perbuatan, tapi itu bukan tindak pidana. 

"Jaksa cari aman saja, di satu sisi dia mengatakan, ibu Supriyani terbukti melakukan perbuatan, di sisi lain, menuntut bebas," ungkap Andri.

Andri melihat aneh tuntutan ini karena dalam pertimbangnnya, jaksa menuntut lepas karena tidak ada mensrea atau niat jahat guru Supriyani melakukan penganiayaan atau pemukulan terhadap korban. 

Namun, dalam penjelasannya jaksa justru mengatakan bahwa guru Supriyani melakukan kekerasan dan  ada niat dan kehendak mengetahui akibat perbuatannya akan menimbulkan kekerasan pada anak. 

"JPU mengatakan, bahwa di situ dia memiliki niatan sengaja dan mengetahui dampaknya. 
kemudian di bagiaan akhir mengatakan tidak ada niat. Tuntutan JPU, ini aneh," kata Andri.  

Apalagi, lanjut Andri,  saat mengatakan Supriyani melakukan pemukulan, cuma berdasarkan asumsi, seperti kesaksian saksi anak yang berbeda-beda. 

 "Mulai dakwaan jaksa kokoh pada pendiriannya, kejadian pemukulan jam 10.00. Saat pemerikasan anak-anak berubah keterangan ada yang mengatakan pukul 8,30, jam 10.00, dan ada yang tidak tahu. Di dalam tuntutan jaksa meyakini perbuatan itu terjadi di rentan waktu pukul 08.00 hingga 10.00. Jaksa tidak mmetakan kapan kejadian itu, juga bagaimana cara Supriyani masuk dan memukul," terang Andri.  

"Ini tuntutan yang absurd menurut kami," tegas Andri. 

Upaya Jaksa Cuci Dosa

Tuntutan bebas untuk guru Supriyani dikritisi praktisi Edwin Partogi dan Pakar Hukum Azmi Syahputra.
Tuntutan bebas untuk guru Supriyani dikritisi praktisi Edwin Partogi dan Pakar Hukum Azmi Syahputra. (kolase nusantara tv)

Praktisi hukum Edwin Partogi menilai tuntutan bebas untuk guru Supriyani hanya cara jaksa untuk cuci dosa.

Edwin beralasan proses persidangan terhadap guru Supriyani ini tidak akan terjadi kalau tidak ada dakwaan jaksa.

Dan, dari sejak penyerahan perkara, jaksa memiliki kewenangan untuk menghentikan perkara, namun itu tidak dilakukan. 

"Ini (tuntutan bebas) ada kesan bagian dari cuci dosa dari jaksa," sebut Edwin dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Selasa (12/11/2024). 

Selain itu, mantan komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ini juga melihat ada nuansa tidak ikhlas jaksa dalam membuat tuntutan. 

Baca juga: Imbas Guru Supriyani Dituntut Bebas, Susno Duadji Bongkar 3 Kesalahan Jaksa, Pengacara Sebut Absurd

Hal ini beralasan karena sesuai fakta persidangan, dari bukti scientifik dan keterangan ahli dokter forensik RS Bhayangkara, menyebutkan luka yang dialami D tidak disebabkan pukulan sapu ijuk. 

Lukanya, bukan memar, tapi melepuh sepertti luka bakar dan seperti luka lecet.

Hal ini membantah barang bukti yang dihasdirkan di sidang.

Ketiga, Edwin melihat tuntutan bebas atau lepas ini upaya jaksa mengubah posisinya menjadi pahlawan. 

Dia menuding jaksa mencari panggung di tuntutan bebas ini. 

"Jaksa cari panggung lain agar dikatakan dia bagian pahlawan perkara ini. Padahal, dari awal, perkara ini gak akan lanjut kalau jaksanya profesional dalam menangani perkara sejak awal," tegasnya. 

Edwin melihat ada ketidakprofesional jaksa di perkara ini, mulai dari menerima berkas dari penyidik, menahan Supriyani hingga menyerahkan berkas ke pengadilan. 

"Di penyidikan gak, di jaksa ditahan. Pelepasan dari tahanan itu kan karena penetapan pengadilan," tukasnya. 

Sementara itu, pakar hukum Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mengatakan, tuntutan bebas yang diberikan jaksa di kasus guru Supriyani, bukan hal aneh karena diatur di undang-undang kejaksaan dan pedoman jaksa agung. 

Namun, tuntutan bebas ini sangat kontradiktif, kalau disandingkan dengan upaya penahanan yang sudah dilakukan jaksa. 

Karena, untuk melakukan penahanan jaksa tentu sudah memiliki dua alat bukti yang kuat untuk menduga keras tersangka melakukan perbuatan pidana. 

Namun, saat ini, jaksa justru membuat tuntutan bebas yang menyatakan itu tidak terbukti, kesalahan tidak terbukti, tindak pidana yang didakwakan tidak terbukti , alat bukti kurang.

Artinya, lanjut Azmi ini ada perbedaan mendasar antara jaksa peneliti dengan jaksa yang menyidangkan di pengadilan. 

"Jaksa di persidangna, ketukan hati nurani, moralnya bersuara. Jaksa peneliti kurang hati-hati," katanya. 

Azmi berharap jaksa peneliti yang tidak profesional dan sesuai prosedur ini akan diberi sanksi kinerja oleh kejaksaan. 

"Jaksa yang tidak profesional, di tingkat jaksa peneliti. Jaksa yang menyidangkan, berani mendobrak melakukan terobosan nurani, ada moralnya karena dia melihat tidak seperti apa yang diceritakan. ":

"Ya hartus diapresiasi bagi yang berani. Harus diberikan sanksi secara disiplin atau kinerja bagi jaksa peneliti," tegasnya. 

Di kasus ini Azmi tidak melihat kalah menangnya, tapi solusi ke depan. 

"Solusi ke depan adalah pentingnya, perlindungan hukum bagi para pendidik," tukasnya. 

Sementara itu, Susno Duadji menyebut tuntutan ini menambah daftar kesalahan jaksa di kasus guru Supriyani. 

Sebelumnya, jaksa telah salah menerima berkas perkara Supriyani yang sama sekali tidak ada alat buktinya.

"Justru alat bukti yang ada menunjukkan supriyani tidak melakukan perbuatan yang disangkakan penyidik," terang Susno. 

Kesalahan kedua, lanjutnya, jaksa telah menahan Suproyani. 

Dan kesalahan ketiga, jaksa membuat tuntutan yang agak aneh.

Menurut Susno, tuntutan bebas itu memang harus diberikan jika memang dakwaan tidak terbukti.

"Orang sidang di pengadilan mencari kebenaran, kalau tidak bersalah ya harus bebas.

Ini bagus menuntut bebas, tapi yang tidak kita terima adalah alasannya," katanya. 

Susno menyebut jaksa plin plan dalam tuntutannya karena di satu sisi menyebut Supriyani terbukti melakukan perbuatan tapi tidak ada niat jahat. 

Tapi di pertimbangannya ada niat, tapi ujungnya bilang tidak ada. 

"Ya kalau mau bebas, dibebaskan aja. Katakan perbuatannya tidak terbukti, maka harus bebas. 
Itu bukan hanya bisa, tapi wewenang dia mengatakan begitu. Itu undang-undang yang mengamanatkan," katanya.  

"Ini agak aneh.

"Ini gimana pathing pletok gitu," kritik Susno. 

Susno menilai dari cara jaksa membuat tuntutan, wajar saja jika dalam menanganai perkara seperti babaliyun. 

"Kita tinggal menunggu hakim, mudah-mudahan hakimnya tidak babaliyun juga ya," tegasnya. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

 

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved