Surya Militer
Profil Pasukan Cakrabirawa yang Berperan dalam Tragedi G30S, Serta Hubungannya dengan Letkol Untung
Sejarah hingga profil Pasukan Cakrabirawa kembali jadi sorotan hari ini, Senin (30/9/2024). Memperingati tragedi G30S PKI.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Sejarah hingga profil Pasukan Cakrabirawa kembali jadi sorotan hari ini, Senin (30/9/2024).
Pasalnya, hari ini merupakan hari peringatan tragedi pemberontakan PKI atau disebut G30S/PKI.
Seperti diketahui, pasukan cakrabirawa dituding berperan besar dalam pemberontakan yang menewaskan sejumlah jenderal TNI AD itu.
Jika berbicara tentang Pasukan Cakrabirawa dan G30S PKI, tentu tak lepas juga dari sosok Letkol Untung.
Salah satu bagian Cakrabirawa, yakni Batalyon Kawal Kehormatan memiliki empat bagian, termasuk Batalyon I Kawal Kehormatan.
Baca juga: SOSOK Ishak Bahar Prajurit Cakrabirawa yang Jadi Saksi G30S/PKI, Kaget Rekan Bawa Jenazah Jenderal
Batalyon I KK terdiri dari anggota Angkatan Darat. Pemimpin Batalyon I KK adalah Letnan Kolonel Untung.
Dikutip dari laman Kemendikbud, Letkol Untung Syamsuri alias Koesman menjadi salah satu komandan dalam Gerakan 30 September (G30S).
Lantas, seperti apa sejarah hingga profil Pasukan Cakrabirawa?
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan, sudah dibentuk sebuah Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) yang bertugas untuk mengawal presiden.
Seperti dilansir dari buku 'Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno' karangan Asvi Arwan Adam dkk, Penerbit Kompas Gramedia (2014).
Di wilayah Jakarta, Polisi Istimewa tersebut dijuluki “Polisi Macan” di bawah pimpinan Gatot Suwiryo.
Polisi Macan inilah yang menjadi cikal bakal pasukan Cakrabirawa.
Pada tahun 1945, Gatot memindahkan anggota Polisi Macan ke Pasukan Pengawal Pribadi Presiden (Tokomu Kosaku Tai) di bawah pimpinan Mangil Martowidjojo
Pasukan ini bermarkas di Kantor Pusat Kementerian Negara sekaligus asrama di Gedung Kementerian Dalam Negeri (kini Jl Veteran) di bawah pimpinan Raden Said Soekanto.
Tugas-tugas Pasukan Pengawal Pribadi Presiden itu antara lain:
- Mengamankan perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI 17/8/1945
- Membantu pengamanan Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada bulan September 1945
- Mengawal rombongan Presiden dan Wakil Presiden dalam perjalanan secara rahasia menggunakan kereta api dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.
Semenjak keberhasilannya mengungsikan rombongan Presiden dan Wapres ke Yogyakarta itu, Said Soekanto pada tahun 1947 membentuk kesatuan khusus bernama Pasukan Pengawal Presiden (PPP) dan dikomandani oleh Mangil.
Tugas utama PPP adalah menjaga keselamatan Presiden dan Wakil Presiden beserta seluruh anggota keluarganya.
Hingga tahun 1962, meskipun Presiden Soekarno telah mendapat pengawalan dari PPP, upaya pembunuhan terhadap Presiden masih tetap terjadi.
Mengingatbanyaknya ancaman yang mengincar jiwa Presiden Soekarno itu, ajudan Presiden, Letkol CPM Sabur, menghadap ke Istana Merdeka untuk menyampaikan laporan bahwa Departemen Pertahanan dan Keamanan berencana membentuk Pasukan Pengawal Istana Presiden (PPIP) yang lebih sempurna.
Tokoh yang ingin membentuk pasukan pengawal Istana Presiden itu adalah Jenderal AH Nasution, tapi Presiden Soekarno ternyata menolaknya.
Pasalnya Mangil saat itu sudah membentuk Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dan dirasa oleh Presiden Soekarno sudah cukup untuk mengawalnya.
Namun Letkol Sabur tetap mendesak Presiden Soekarno untuk membentuk PPIP dan akhirnya disetujui.
Presiden Soekarno bahkan menunjuk Letkol Sabur sebagai komandan PPIP dan dipercaya merekrut anggota PPIP yang berasal dari semua angkatan (AU, AD, AL, dan Kepolisian).

Pada 6 Juni 1962, PPIP berganti nama menjadi Cakrabirawa dan diresmikan oleh Presiden Soekarno
Sabur ditunjuk sebagai komandannya dan sudah mendapat kenaikkan pangkat sebagai Brigjen, dengan Wakil Komandannya adalah Kolonel Maulwi Saelan.
Cakrabirawa dalam dunia pewayangan merupakan senjata pamungkas milik Prabu Kresna yang jika dilepaskan bisa menyebabkan malapetaka yang dahsyat bagi musuhnya.
Seperti dikutip dalam buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia'.
Menurut Soekarno, pasukan Cakrabirawa berkekuatan 3000 personel yang berasal dari keempat Angkatan Bersenjata.
Setiap anggota Cakrabirawa berasal dari pasukan yang handal. Umumnya mereka berlatar belakang pejuang gerilya yang sudah berpengalaman.
Mereka direkrut dari bekas pasukan Raider Angkatan Darat, Korps Komando (KKO) Angkatan Laut, Pasukan Gerak Tjepat (PGT) Angkatan Udara, dan Brigade Mobil diberi nama Batalyon KK (Kawal Kehormatan).
Pasukan Cakrabirawa dibagi menjadi 4 Batalyon (I - IV)
Batalyon I dan II bertugas di Jakarta dan Batalyon III dan IV menjaga Istana Bogor, Cipanas (Cianjur), Yogyakarta, dan Tampaksiring (Bali).
Karena penugasan tersebut, Markas Batalyon I KK berada di Jalan Tanah Abang (kini Markas Paspampres) dan Batalyon II menempati asrama Kwini (sekarang ditempati Marinir angkatan Laut).
Batalyon I KK berasal dari satu batalyon Angkatan Darat dipimpin oleh Mayor Eli Ebram.
Ia hanya menjabat satu tahun lebih, kemudian naik pangkat menjadi Letkol.
Eli Ebram kemudian diganti oleh Letkol Untung, pindahan dari Kodam VII/Diponegoro, Jawa Tengah.
Batalyon II KK eks Pasukan KKO Angkatan Laut dipimpin oleh Mayor KKO Saminu, yang naik pangkat menjadi Letkol KKO.
Batalyon III KK dari PGT Angkatan Udara dipimpin oleh Mayor PGT.
Batalyon IV KK dari Brimob Angkatan Kepolisian dipimpin oleh Komisaris Polisi M.Satoto, yang naik pangkat menjadi ajun komisaris besar polisi (Letkol Polisi RI).
Peran Cakrabirawa dan Letkol Untung saat G30S
Pada 1965, muncul isu berdirinya kelompok bernama Dewan Jenderal yang akan mengkudeta Soekarno pada 5 Oktober.
Isu itu disampaikan oleh PKI. Dikutip dari Kompas.com (29/9/2023), Soekarno meminta Menteri/Panglima Angkatan Darat (KSAD) Ahmad Yani mengklarifikasi informasi tersebut.
Belakangan keberadaan Dewan Jenderal dibantah Yani.
Meski begitu, Batalyon I Cakrabirawa yang dipimpin Letkol Untung justru menjalankan Operasi Takari. Karena dianggap terlalu militer, namanya diubah menjadi Gerakan 30 September.
Untung dipilih memimpin pasukan karena namanya hanya dikenal kalangan terbatas.
Posisinya sebagai komandan Cakrabirawa juga dianggap sesuai misi gerakan itu.
Dia juga dipilih karena gelarnya letkol ditetapkan sebagai pangkat tertinggi dalam G30S.
Gerakan itu disebut-sebut mendapat perintah DN Aidit dengan dukungan Kepala Biro Chusus PKI (badan intelijen PKI), Sjam Kamaruzaman.
Sjam bertugas membuat daftar nama-nama jenderal yang menjadi target G30S.
Untung dibantu Komandan Garnisun Kodam Jaya, Kolonel Abdul Latief dan Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan Udara Halim, Mayor Sujono untuk menjalankan G30S.
Tiga jenderal dibunuh di rumah mereka yakni Ahmad Yani, M.T. Haryono, dan DI Panjaitan. Empat orang lainnya ditangkap dalam keadaan hidup.
Mereka dimasukkan ke sumur Lubang Buaya dan ditembak. Setelah kejadian tersebut, Untung melarikan diri ke Jawa Tengah.
Dia ditangkap pada 11 Oktober 1965. Untung lalu diberhentikan dengan tidak hormat dari pangkat dan jabatannya pada 4 Desember 1965.
Pada awal 1966, Untung mengikuti pengadilan Mahkamah Militer Luar Biasa dan divonis hukuman mati. Eksekusinya dilakukan di Cimahi, Jawa Barat.
Ingat Kapten Philip Mark Pilot Susi Air yang Disandera KKB? Akhirnya Dibebaskan, Dijemput TNI-Polri |
![]() |
---|
Kisah Kolonel Azwar Syam Anggota Marinir Pernah Tampar Prabowo Subianto Berkali-kali, Ini Sosoknya |
![]() |
---|
Sosok Kolonel Arya Delano Arek Suroboyo yang Kini Jabat Danlantamal V Surabaya, Dulu Disalami Jokowi |
![]() |
---|
Rekam Jejak Erwin Djatniko, Dulu 2 Kali Gagal Masuk Akmil Kini Malah Sukses Melenggang Jadi Irjenad |
![]() |
---|
Sosok Mayjen Candra Wijaya, Jenderal Asal Sidoarjo Jabat Pangdam, Teman Seperjuangan Agus Subiyanto |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.