KKB Papua
Sosok Egianus Kogoya Pimpinan KKB yang Akhirnya Lepas Pilot Susi Air Usai 1 Tahun 7 Bulan Disandera
Pimpinan KKB Papua, Egianus Kogoya akhirnya membebaskan Pilto Susi Air Kapten Philip Mark Merthens setelah 1 tahun 7 bulan disandera.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Pimpinan KKB Papua, Egianus Kogoya akhirnya membebaskan Pilto Susi Air Kapten Philip Mark Merthens setelah 1 tahun 7 bulan disandera.
Sosok Egianus Kogoya pun kini kembali jadi sorotan publik.
Diketahui, pilot Susi Air Philip Mark Martein dari New Zealand yang selama ini disandera oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah berhasil dibebaskan.
Pembebasan ini merupakan hasil dari upaya negosiasi yang intensif antara Apkam TNI, Polri dengan pihak-pihak terkait lainnya. Sabtu (21/09/2024).
Kapuspen TNI, Mayjen TNI Hariyanto dalam keterangannya kepada media menyampaikan rasa syukur atas dibebaskannya sandera.
Baca juga: Profil Satgas Operasi Damai Cartenz 2024 yang Bantu Bebaskan Kapten Philip Pilot Susi Air dari KKB
"Kami sangat bersyukur bahwa sandera, pilot Susi Air, telah berhasil dibebaskan dengan selamat.
Ini adalah buah dari koordinasi yang baik antara TNI, Polri, dan dukungan masyarakat serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam keberhasilan ini," ucap Kapuspen, melansir dari Rilis Puspen TNI.
Lebih lanjut, Kapuspen menekankan bahwa keselamatan sandera menjadi prioritas utama.
"TNI sejak awal berkomitmen untuk melakukan segala upaya guna memastikan keselamatan sandera.
Kami mengapresiasi kesabaran dan dukungan dari keluarga korban selama proses ini berlangsung," lanjutnya.
Selain itu, Kapuspen TNI juga menegaskan bahwa TNI akan terus berkomitmen menjaga keamanan di wilayah Papua, serta memastikan bahwa tindakan-tindakan yang mengancam keamanan dan stabilitas nasional akan ditangani dengan tegas.
Baca juga: Biodata Brigjen Faizal Ramadhani Kaops Damai Cartenz yang Bawa Kembali Pilot Susi Air Kapten Philip
Pilot Susi Air yang telah dibebaskan kini berada dalam kondisi yang stabil dan saat ini tengah menjalani beberapa tretment antara lain, pemeriksaan medis psikologi dan pengambilan keterangan aeal kemudian persiapan untuk di terbangkan ke Jakarta, menggunakan pesawat boeing TNI AU.
Pilot Susi Air Philip Mark Martein di sandera selama 1 tahun 7 bulan sejak tanggal 7 Februari 2023 oleh OPM Kodap 3 Dugama pimpinan Egianus Kogoya.
"Kami berharap kejadian ini tidak terulang kembali, dan semua pihak dapat bekerja sama untuk menciptakan situasi damai di Papua," tutup Kapuspen TNI.
Lantas, seperti apa sosok Egianus Kogoya?
Egianus Kogoya memang bukanlah sosok asing di kalangan KKB Papua, khususnya wilayah Nduga.
Terbaru, ia dan anak buahnya menyerang Pos Satgas Mupe Marinir III di Nduga.
Tak lama kemudian, beredar sebuah video yang menunjukkan drone TNI telah menemukan tempat yang diduga markas KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya.
Lantas, siapa sebenarnya Egianus Kogoya?
Jurnalis senior Papua, Victor Mambor mengaku sempat bertemu dengan Egianus Kogoya pada Januari 2019 di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga
Ia pun membeberkan sosoknya.
Berikut sosok Egianus Kogoya yang diungkapkan Victor Mambor:
1. Usianya masih 17-an tahun
Victor menggambarkan sosok Egianus seperti remaja.
Begitu pun anak buahnya yang dinilai masih tergolong muda.
"Usianya sekitar 17-18 tahun, yang ada di sekitar Egianus juga masih remaja, usia belasan tahun," ucap Victor dikutip dari kompas.com, Rabu (31/7/2019).
Baca juga: Profil Satgas Operasi Damai Cartenz 2024 yang Bantu Bebaskan Kapten Philip Pilot Susi Air dari KKB
2. Ayahnya Tokoh OPM
Dari informasi yang ia dapat, Victor menyebut ayah Egianus bernama Silas Kogoya yang juga merupakan salah satu tokoh OPM.
Namun, kini ayahnya sudah meninggal.
3. Terpelajar
Dari pembicaraan selama 15 menit, Victor menilai Egianus merupakan sosok terpelajar, berbeda dengan masyarakat lain yang ada di pegunungan.
Namun, Egianus yang mengetahui bahwa ia sedang berbicara dengan seorang Jurnalis meminta agar hasil pembicaraan mereka tidak diberitakan.
4. Keberadaannya di Tempat Terpencil
Egianus Kogoya yang disebut-sebut sebagai otak aksi KKB Papua ini berada di sebuah daerah terpencil.
Untuk bertemu dengan Egianus, Victor menyebut ada pihak lain yang tidak bisa ia sebutkan membantu untuk membuatkan janji.
Pertemuan pun diatur pada tengah malam.
Sebelum bertemu, Victor Mambor memperkirakan, saat itu ia harus berjalan kaki sekitar 2 jam sebelum tiba di lokasi Egianus.
"Jalan gelap, saya ikut arahan saja. Saya tidak tahu itu kami jalan ke arah mana, sampai tiba di perkampungan," kata Victor
Rupanya, Egianus sudah menunggu Victor di dalam sebuah honai (rumah adat suku pegunungan).
Pertemuan pun berlangsung hanya sebentar, sekitar 15 menit.
5. Masa Kecilnya

Beredar cerita tentang masa kecil Egianus Kogoya, pimpinan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua.
Cerita ini diungkapkan oleh sebuah akun Facebook dengan nama Marinus Yaung.
Dalam cerita tersebut juga terungkap penyebab mengapa Egianus Kogoya menjadi sosok yang brutal.
Berikut tulisan dari Marinus Yaung yang telah dipublikasikannya di Facebook pada 8 Maret 2022:
Kenapa Egianus Kogoya Pemimpin KKB Nduga Begitu Brutal dan Sadis?
Jawabanya karena Egianus Kogoya sewaktu sekolah di kota Wamena, Jayawijaya, tidak disentuh dengan pendidikan yang baik dan berkualitas, serta didukung oleh guru-guru yang berkompeten dan mengajar serta mendidik dengan hati yang penuh ketulusan.
Saya tahun 2014 ketika melakukan penelitian bersama seorang teman di Wamena dan Nduga, kami sempat temukan fakta bahwa wilayah pembangunan tiga di kabupaten Nduga, dari habema, mbua, dal sampai mugi, sangat tertinggal dan terisolir dalam pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Ini wilayah yang menjadi hak ulayat keluarga Egianus Kogoya.
Hampir sebagian besar balita dan anak-anak tidak pernah mendapat suntikan imunisasi. Sehingga kematian bayi dan anak sangat tinggi di wilayah ini.
Selain krisis kesehatan, proses pendidikan juga tidak berjalan maksimal. Banyak guru-guru tidak bekerja di wilayah ini. Mereka lebih banyak beraktivitas di kota Wamena. Banyak anak usia sekolah dasar, tidak bisa menikmati pendidikan karena guru cuma satu yg aktif. Itupun cuma satu dan dua mata pelajaran yang diajarkan. Mata pelajaran lain tdk diajarkan, tetapi setiap terima raport, semua mata pelajaran ada nilainya dalam buku raport.
Banyak anak usia SMP yang belum bisa kenal huruf, tidak bisa baca dan berhitung. Untuk mengatasi ketertinggalan pendidikan, banyak orang tua murid dari Kabupaten Nduga, mengirim anak-anaknya untuk sekolah ke kota Wamena, yang lebih maju pendidikannya.
Egianus Kogoya juga dikirim orang tuanya untuk sekolah lanjut ke SMP di kota Wamena tahun 2011 pada saat usianya 12 tahun. Selama SMP di kota, Wamena, Egianus Kogoya sangat minder dan tertutup, karena mungkin dia belum bisa membaca dan berhitung dengan baik. Selain itu juga, ini karakter umum anak-anak Papua. Saya pun waktu kuliah ke Yogya, awal ke kampus pun ada perasaan minder dan sangat insecure.
Selama sekolah SMP di Wamena, Egianus memiliki satu perilaku yang menonjol dan menjadi perhatian guru-gurunya. Egianus akan ikut upacara bendera tapi tidak perna mau menyanyi lagu Indonesia Raya dan mengangkat tangannya untuk menghormati bendera merah putih.
Guru-gurunya sudah sering menegor dan menghukum Egianus. Disiplin hukuman tidak mengubah sikap dan perilaku Egianus. Bahkan kadang Egianus mendapat kata-kata kasar penuh hinaan dan merendahnya. Disinilah letak persoalan banyak guru-guru di Papua. Baik guru orang asli Papua maupun non orang asli Papua. Mereka tidak bisa menjaga mulutnya di depan siswa yang sulit diatur.
Kalau sewaktu bersekolah di SMP Wamena, Egianus bertemu dengan guru yang berkompeten dan memiliki hati membangun pendidikan di tanah Papua, saya pikir jalan hidup Egianus Kogoya bisa berubah lebih baik. Sangat disayangkan nasib banyak siswa-siswi orang asli Papua yang tidak bertemu dengan guru yang baik, penuh perhatian, memiliki hati yang tulus membangun pendidikan di Papua dan memiliki kompetensi yang sesuai kebutuhan siswa didiknya.
Kalau mau Papua damai, konflik berakhir, Pemerintah daerah di Papua, dari Provinsi sampai kabupaten dan kotamadya, harus wajib fokus membangun pendidikan yang baik dan berkualitas. Dukung pendanaan yang penuh untuk menunjang peningkatan kualitas para pendidik, baik guru dan dosen. Kalau bisa Provinsi Papua menjadi contoh dan teladan bagi Pemerintah Pusat di Jakarta dan Provinsi lain di Indonesia tentang bagaimana memberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada para guru di tanah Papua. Minimal gaji atau honarium guru - guru di Papua sama dengan gaji atau honorarium guru di Malaysia dan Jepang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.