SURYA Kampus

Kisah Santoso Anak Petani Asal Jember yang Sukses Jadi Dosen di ITB, Perjuangannya Tak Main-main

Kisah Imam Santoso, anak petani asal Jember, Jawa Timur untuk menjadi dosen di ITB cukup menginspirasi.

LPDP
Imam Santoso, Anak Petani Asal Jember yang Sukses Jadi Dosen di ITB. 

SURYA.co.id - Kisah Imam Santoso, anak petani asal Jember, Jawa Timur untuk menjadi dosen di ITB cukup menginspirasi.

Dr Imam Santoso, S, T, M, Phil, merupakan dosen di Prodi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia menamatkan S1 di prodi yang sama (2003-2007), melanjutkan studi S2 di School of Chemical Engineering, University of Queensland, Australia (2011-2013), dan menamatkan studi S3 di School of Chemical Technology, Aalto University, Finlandia (2014-2019).

Imam lahir dari keluarga petani di Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Dengan kondisi ekonomi yang serba terbatas, Imam harus menghabiskan masa kecil dalam asuhan neneknya yang berprofesi sebagai buruh tani.

Tak hanya mengasuh Imam, penghasilan neneknya juga harus dibagi untuk mencukupi kebutuhan adik-adiknya.

Baca juga: Kisah Zaky Anak Pedagang Plastik Lulus ITB dengan IPK 3,99, Dulu Kuliah Gratis Berkat KIP Kuliah

"Ya rumahnya dari bambu yang hampir roboh, lantainya tanah, kalau hujan badai itu sering goyang-goyang kayak mau ambruk gitu, ada tikusnya, ya begitulah pokoknya.

Tapi Alhamdulillah happy walaupun hidupnya seperti itu, sama keluarga selalu diajarkan untuk bersyukur, tapi ingat sekolah tinggi," kenangnya dikutip dari laman LPDP.

Anak petani itu bercita-cita mengenyam bangku perkuliahan. Tak tanggung-tanggung, Imam ingin mengambil studi Kedokteran.

Namun, ia harus menerima pil pahit berupa penolakan dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair).

"Aku dulu bahkan diungsikan ke Trenggalek juga di rumah pamanku, gak keterima jadi dokter kan setahun tuh. Ngapain kalau di desa, kan jadi omongan tetangga, isin (malu) 'Imam pengen jadi dokter gak lolos'.

Akhirnya yang udah diungsikan aja lah biar tenang, sambil jualan kaca, jualan paku di Trenggalek uangnya dikumpulin buat daftar beli formulir SPMB lagi," kisahnya.

Semangat untuk kuliah kembali membara kala Imam mengunjungi tetangganya yang berprofesi sebagai seorang satpam perusahaan tambang.

Melihat rumah apik serta kehidupan yang serba berkecukupan membuat Imam muda berpikir, kalau satpamnya saja bisa sejahtera, apa lagi pegawainya, apa lagi pejabatnya.

Pikiran tersebut akhirnya membuat Imam memilih bidang pertambangan, ITB sebagai perguruan tinggi terbaik di bidang tersebut ia bidik dan berhasil.

Lulus dari ITB, Imam merasa terpanggil untuk menjadi dosen. Cita-citanya berada di persimpangan jalan, menjadi dosen artinya ia harus studi lanjut dan tidak bekerja, sedangkan nafkah keluarga tak bisa ditunda.

Memutar otak, Imam akhirnya bertemu dengan sebuah perusahaan asing yang bersedia menyekolahkannya ke Australia dengan jaminan uang saku selama studi dan kesempatan karier. Tahun 2009 Imam berangkat ke University of South Australia.

"Jadi aku nyari waktu itu sekolah yang ada uangnya, akhirnya aku disekolahkan oleh perusahaan asing waktu itu. Tahun 2009 aku berangkat ke Australia.

Tapi di tengah jalan bangkrut perusahaannya, bayangin aku sudah di Australia, belum selesai, masih persiapan bahasa gitu, pulang tanpa gelar," kenangnya.

Meski pulang tanpa gelar, Imam kembali teringat didikan keluarga agar tetap bersyukur dan berprasangka baik terhadap takdir.

Kembali bangkit, Imam mendaftar Beasiswa Australia Awards, usahanya tersebut kembali membawanya ke Australia.

Ia melanjutkan kuliah di University of Queensland dan jurusan metalurgi yang jadi topik kegemarannya.

"Ya mungkin Allah ingin aku di UQ, sesuai dengan yang aku sukai. Kalau di Adelaide, karena waktu itu dari industri, si industri ini punya topik sendiri yang waktu itu agak setengah hati aku sebenarnya, akhirnya ini (metalurgi di UQ) yang pas banget dengan passion, jadi oh mungkin ini ya hikmahnya," jelasnya.

Lulus dari UQ, Imam sadar bahwa dirinya harus segera S3 agar bisa menjadi dosen.

Pada tahun 2014, Imam mendaftarkan diri, tujuan studinya pun kini lebih jauh, sebuah perguruan tinggi dengan profesor yang masyhur di bidang metalurgi, Aalto University di negeri seribu danau, Finlandia.

"Dulu ketika di Australia itu (menulis status) masih ada di facebook, ya Allah aku ingin lihat aurora, ya Allah aku ingin lihat salju, aku ingin ke kutub utara, dan kebetulan ketika di Australia ada mahasiswa (percobaan) dari Finlandia, kemudian eh aku dikenalin lah oleh profesor di sana.

Dan memang waktu itu aku mencari metalurgi yang bagus di mana setelah dari UQ, yang bagus tuh Aalto. Semuanya kayak gak tau lah mestakung (semesta mendukung) gitu ya," ceritanya.

Imam juga menceritakan bahwa dirinya sering menyarankan anak didiknya untuk menempel dinding kamar dengan gambar-gambar seperti Menara Eiffel atau daftar target/cita-cita yang ingin dicapai di masa depan.

Sadar bahwa hidupnya berubah drastis karena pendidikan, Imam tergerak untuk menebar semangat yang sama. Sejak masih S1, Imam sering "blusukan" ke sekolah-sekolah pelosok memberikan informasi bahwa ada kesempatan bagi anak-anak yang ingin berkuliah dengan Beasiswa Bidikmisi.

Sambil tersenyum mengingat kenangan, Imam mengungkap bahwa kegiatan "jemput bola" tersebut ternyata menarik perhatian para pewawancara saat ia melakukan seleksi LPDP sepuluh tahun lalu.

"Mungkin dia (blusukan) yang membuat aku diterima," ujarnya.

Sukses berkarier sebagai dosen ITB, Imam masih melanjutkan kegiatan "jemput bola" menjaring talenta-talenta dari keluarga kurang mampu justru semakin masif, bahkan difasilitasi oleh ITB.

Dalam setahun, Imam mengaku rutin mengalokasikan waktu dan mengajak rekan-rekan sesama dosen untuk "roadshow" di berbagai daerah hingga di luar Jawa menyebarkan informasi, inspirasi, dan dampak yang lebih besar kepada anak-anak SMA untuk berkuliah.

Kisah inspiratif juga datang dari alumnus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Mohammed Ahmed Qasim Saleh Aljunaid.

Aljunaid-sapaan akrab Mohammed Ahmed Qasim Saleh Aljunaid, merupakan wisudawan pada prosesi wisuda Unair periode 243.

Di momen tersebut, Aljunaid meraih gelar Wisudawan Terbaik S3 Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Unair.

Rupanya, hal itu bukan kali pertama terjadi. 

Aljunaid, Alumnus FKG Unair
Aljunaid, Alumnus FKG Unair (Unair)

Sebelumnya, mahasiswa asing asal Yaman ini juga menjadi wisudawan terbaik program S2 FKG Unair pada Desesmber 2020 silam.

Usut punya usut melanjutkan kuliah S3 di FKG Unair telah ia impikan sejak menempuh studi S2.

Aljunaid mengaku, sejak menginjakkan kaki di Indonesia, ia mengalami kendala bahasa. Meski begitu Aljunaid tidak ingin patah semangat.

"Saya sempat mengikuti kelas khusus bahasa Indonesia di Pusat Bahasa Unair," kata Aljunaid seperti dikutip dari laman Unair, Selasa (13/8/2024).

Bagi Aljunaid belajar bahasa Indonesia sangat menyenangkan. Lantaran susunan gramatikal yang tak jauh beda dari bahasa ibu di negaranya.

Tak heran jika dalam kurun waktu 6 bulan ia sudah bisa memahami bahasa Indonesia.

"Saya juga menyukai bahasa Indonesia, karena susunan gramatikalnya tidak ribet. Kondisi itu yang memudahkan saya dalam belajar," ungkapnya.

Selain itu menurut Aljunaid Indonesia merupakan negara yang kaya keberagaman budaya dan kepercayaan.

Unair menjadi perguruan tinggi pilihannya untuk melanjutkan studi lantaran reputasinya di kancah dunia.

"Saya memilih kuliah di Unir karena kampus ini salah satu institusi yang terbesar di dunia, dan reputasinya tidak perlu diragukan lagi," terangnya.

Aljunaid ternyata merupakan seorang dosen dari Taiz University.

Kondisi yang sedang berjauhan dengan keluarga, membuatnya jarang pulang ke Yaman. 

Bahkan beberapa perayaan seperti hari raya idul fitri, ia habiskan di Surabaya.

"Selama ini saya kurang tidur dan jarang pulang ke Yaman," tandas Aljunaid.

Pasca-merampungkan studi S3, Aljunaid akan kembali ke negara asalnya.

Ia akan kembali mengabdikan diri, melanjutkan penelitian, dan terus menghasilkan publikasi ilmiah.

"Setelah ini saya akan pulang ke Yaman bersama anak dan istri," tutup Aljunaid.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved