Berita Viral

Rejeki Nomplok Widodo Petani Magelang Mendadak Jadi Miliarder Berkat Ganti Rugi Tol Jogja-Bawen

Seorang petani di Magelang, Jawa Tengah mendadak jadi miliarder berkat ganti rugi Tol Jogja-Bawen. Nilainya Rp 17,6 miliar.

|
kolase Tribun Jogja
Widodo (kanan), Petani Magelang Mendadak Jadi Miliarder Berkat Ganti Rugi Tol Jogja-Bawen. 

SURYA.co.id - Seorang petani di Magelang, Jawa Tengah mendadak jadi miliarder berkat ganti rugi Tol Jogja-Bawen.

Dia adalah Widodo Guritno, mendapat rejeki nomplok karena tanahnya kena proyek Tol dari pemerintah.

Ganti rugi tol yang didapatnya pun cukup fantastis, yakni senilai Rp 17,6 miliar.

Tanah itu merupakan tanah warisan orang tuanya dan akan dibagikan kepada lima saudara lainnya.

Ada dua bidang tanah Widodo yang terdampak proyek strategis nasional tersebut. 

Baca juga: Kisah Nenek Sumiyati Dapat Ganti Rugi Rp 2,8 M Proyek Underpass Taman Pelangi, Malah Diakui Tetangga

Salah satunya memiliki luas 515 meter persegi dengan nilai UGR sebesar Rp 398.623.764.

Sementara sebidang tanah lainnya memiliki luas 5.179 meter persegi dengan besaran UGR mencapai Rp 17.271.947.493.

Awalnya, Widodo merasa keberatan dengan proyek tol tersebut. 

Namun, setelah sosialisasi intens dan berjalannya waktu, ia akhirnya setuju untuk melepas tanahnya.

"Awalnya nggak cocoklah (tanah terkena tol). Misalnya, nggak jadi, nggak papa, tapi berhubung ini proyek negara ya dukunglah," kata Widodo di sela-sela pembayaran UGR di Balai Desa Pagersari, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Selasa (10/9/2024), melansir dari Tribun Jogja.

Widodo pun berencana mengumpulkan seluruh saudaranya untuk membagi UGR tersebut sesuai dengan porsinya.

Baca juga: Warga Tetap Menolak Besaran Ganti Rugi Tol Kediri-Tulungagung, Pemda Bakal Surati Pemerintah Pusat

Widodo berasal dari keluarga dengan enam saudara di mana dua di antaranya sudah meninggal dunia. 

Sebagai anak bungsu, ia kini tinggal di kampung sementara kakak-kakaknya merantau ke Jakarta.

Selama ini, bapak tiga anak ini lah yang menggarap sawah terdampak proyek tol tersebut. 

Lahannya biasanya ditanami padi dan hasil panennya digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari Widodo serta keluarganya

"Mengenai uang pembagian, saya mengikuti saran paman saya, yaitu mengembalikan uang dari sawah untuk membeli sawah lagi," ujar Widodo.

Sebelumnya, sosok nenek Sumiyati warga Kota Surabaya, Jawa Timur malah bernasib pilu. 

Rumah warisan orangtuanya di Jalan Jemur Gayungan Gang I No 6 RT 1 RW 03, Kecamatan Gayungan, tiba-tiba diakui milik tetangganya  

Rumah Nenek Sumiyati tersebut diketahui terkena proyek underpass Taman Pelangi oleh pemerintahan kota (pemkot) Surabaya.  

Nenek 60 tahun itu mengaku memang tidak memegang surat kepemilikan rumah. 

Menurutnya, surat rumahnya diambil oleh tetangganya yaitu W yang kini tinggal di Sidoarjo.  

Sumiyati tidak ingat pasti kapan surat itu berpindah tangan. 

Namun, surat rumahnya tersebut diambil tetangganya W pada tahun 2019. 

"Tetangga saya A itu datang ke rumahnya dan meminta surat tanah. Dua hari kemudian, istrinya, W datang juga untuk meminta surat tanah tersebut," ujarnya, Nenek Sumiyati. 

Nenek Sumiyati tidak menaruh  curiga kepada A dan W, karena mereka sudah bertetangga sejak masih kecil. 

Apalagi, saat itu suami Nenek Sumiyati sudah meninggal dunia, sehingga tidak ada yang ia ajak diskusi mengenai surat tanah tersebut. 

A dan W kini telah pindah ke Sidoarjo setelah rumahnya menjadi bagian dari Jalan Frontage Ahmad Yani. 

Sampai akhirnya proyek Underpass Taman Pelangi sampai ke telinga Nenek Sumiyati dan W. 

Total 24 rumah akan terdampak pada proyek underpass Taman Pelangi tersebut. 

Diketahui, rumah Sumiyati berukuran 119 meter persegi, akan diganti dengan nilai Rp 2,8 miliar. 

Sumiyati pun diberi tahu oleh W bahwa rumah yang ia tempati hanya numpang karena suratnya atas nama W. 

"Padahal rumah yang tak tempati itu warisan dari orang tua. Sarmini dan Tarmidi. Orangtua Sumiyati sendiri menerima rumah tersebut dari kakek-neneknya, Martini dan Mat Ngali," terangnya.  

Warga kemudian diminta untuk menandatangni appraisal di Pemkot Surabaya.  

Saat itu W dan suaminya, A datang menjemput Sumiyati dengan menggunakan mobil. 

Mereka pun pulang bersama setelah urusan di Pemkot selesai. 

Nenek Sumiyati (kiri) lokasi pemukiman untuk proyek underpass Taman Pelangi.
Nenek Sumiyati (kiri) lokasi pemukiman untuk proyek underpass Taman Pelangi. (Kolase TribunJatim.com/Tony Hermawan dan Surabaya.tribunnews.com/Nuraini Faiq)

Dalam perjalanan pulang, W meminta Sumiyati untuk menyerahkan dokumen appraisal, dengan alasan akan diurus penetapan waris. 

"Saya waktu itu percaya aja karena memang salah satu syarat pencairan dana adalah adanya hak waris, sedangkan rumahnya (yang ia tahu) masih atas nama orang tua," ucapnya.  

Sekarang, Sumiyati merasa frustasi karena ketika ia meminta kembali surat rumahnya, namun hanya fotokopi yang diberikan.  

Sementara surat asli masih dibawa oleh tetangganya.  

Ketika suami W yakni A dikonfirmasi mengenai hal ini, ia enggan memberikan jawaban yang jelas dan menyatakan bahwa masalah hak kepemilikan adalah urusan privasi keluarga mereka.  

"Benar tidaknya itu tidak penting," ujarnya.  

Di tengah pencairan dana pembebasan 22 persil lahan di Jemur Gayungan RT 01 RW 03 untuk proyek underpass, muncul masalah baru.  

Ternyata 11 pemilik rumah di sekitar Bundaran Dolog atau Taman Pelangi, termasuk Sumiyati sedang menghadapi sengketa lahan.  

Berdasarkan data dari Pengadilan Negeri Surabaya, gugatan tersebut diajukan oleh M.  

M mengklaim memiliki lahan seluas 3.116 meter persegi berdasarkan Surat Tanda Hak Milik (STHM) nomor Ka./Agr/627/HM./60.  

Meskipun para tergugat awalnya dinyatakan menang, penggugat mengajukan banding. 
Informasinya, Musikah masih memiliki hubungan keluarga dengan W dan A. 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved