Berita Viral
Kisah Guru Honorer 17 Tahun Mengajar Tanpa Dapat Tunjangan, Dapat Rejeki Nomplok Usai Pindah
Beginilah kisah guru honorer yang bertahan selama 17 tahun tanpa mendapat tunjangan dari pemerintah. Dapat rejeki nomplok.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Beginilah kisah guru honorer yang bertahan selama 17 tahun tanpa mendapat tunjangan dari pemerintah.
Selama itu pula ia cuma mengandalkan honor dari sekolah untuk mencukupi kehidupannya.
Dia adalah Yustina Nona Beda.
Lulus sebagai sarjana, Yus, sapaannya, menjalani profesi guru pertama kali di SMK Swasta Budi Luhur, Maumere, NTT, pada tahun 1997 sampai tahun 2022.
Lalu ia mengajar di Kaptel, sebuah distrik di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Baca juga: Nasib Guru Honorer yang Curhat Terima Gaji Rp 250 Ribu per Bulan, Berujung Minta Maaf usai Viral
Berjarak sekitar 105 km dengan waktu tempuh sekitar 4-5 jam melalui jalan darat yang sebagian belum diaspal dan disambung lewat Sungai Bian.
Setelah 17 tahun mengajar, Yus baru mendapatkan tunjangan guru honorer.
Tahun 2014, Yus memperoleh Tunjangan Profesi Guru (TPG) setelah mengikuti pendidikan profesi guru dan memperoleh sertifikasi pendidik untuk bidang biologi.
Namun, tahun 2018, Yus tidak menerima lagi TPG karena sebagai guru penerima TPG, Bu Yus diharuskan memenuhi jam tugas mengajar (JTM) sebanyak 18 JTM dan 6 JTM di luar sekolah induk.
Sarjana Pendidikan Biologi ini aslinya bukan dari Merauke. Yus berasal dari Bora, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Waktu itu, di sekolah induk saya hanya mendapat 16 JTM, saya akhirnya mengajar tambahan di sebuah SMK Swasta pelayaran di Maumere, NTT, dan mendapat 12 JTM, tetapi saya enggak ngerti, 12 JTM itu tidak hitung sehingga JTM saya kurang dan konsekuensinya saya tidak memperoleh tunjangan sampai tahun 2021," kenangnya saat dilansir dari laman Puslapdik Kemendikbud.
Baca juga: Kisah Athala Anak Guru Honorer Pengidap Ginjal Bocor Sejak Usia 2 Tahun, Kini Dirawat di RS
Selama 4 tahun, Yus kembali mengandalkan honor dari sekolah yang dibawah UMR. Bu Yus bingung, tetapi akhirnya ikhlas tidak memperoleh TPG.
Tahun 2022, karena alasan keluarga, Yus merantau ke Merauke dan ditempatkan di SMP Negeri Persiapan Kaptel untuk mengampu mata pelajaran Biologi dan Kewirausahaan.
Sekolahnya berada di pinggiran Distrik Kaptel, dekat perbatasan Distrik Okaba. Sedangkan tempat tinggal Yus sendiri kira-kira 500 meter dari sekolah.
“Setiap hari saya jalan kaki dari rumah ke sekolah, “ ujarnya.
Berkah Tuhan menghampiri Yus. Setelah pindah ke Merauke, Yus kembali memperoleh TPG dengan 15 JTM dan tambahan 12 jam sebagai kepala laboratorium di SMP Negeri Persiapan Kaptel.
Karena Kaptel masuk wilayah khusus sesuai Keputusan Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 160/P/2021 tentang Daerah Khusus Berdasarkan Kondisi Geografis, Yus juga memperoleh Tunjangan Khusus Guru (TKG) berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbudrstek Nomor 15 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 8 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan penyaluran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus Guru Non Pegawai Negeri Sipil.
Yus bersyukur bisa memperoleh TPG dan TKG. Dengan bantuan melalui kedua tunjangan tersebut, Yus bisa membeli laptop dan printer serta perlengkapan pembelajaran lainnya untuk kemudahan proses pembelajaran.
Saat ini, Yus beruntung, dunia internet dan handphone sudah familiar dengan peserta didik di Kaptel, sehingga Yus kerap mengajak peserta didik untuk familiar dengan berbagai aplikasi untuk pembelajaran.
Salah satunya, Yus menggunakan laptop dan aplikasi Canva/ Power point untuk membiasakan diri dalam membuat materi/ bahan ajar berbentuk ppt atau format lainnya untuk mengajar.
“Saya senang, ketika menggunakan bahan ajar berbentuk ppt, anak-anak didik semangat belajar, “katanya.
Hanya saja, lanjut Yus, penggunaan internet di Kaptel sering terkendala kualitas jaringan yang tidak stabil.
Bila udara cerah, jaringan internet dipastikan baik, tetapi ketika cuaca mendung, apalagi hujan, jaringan internet dipastikan lemah bahkan sama sekali tidak ada sinyal.
Yus bersyukur anak-anak-anak didiknya selalu semangat belajar dan hubungan dengan guru terjaga dengan baik.
“Di sekolah kami ada 115 peserta didik dengan 14 orang guru dan tenaga kependidikan, termasuk kepala sekolah, kita biasanya Senin apel, selasa literasi di luar kelas, Rabu ada keagamaan, Kamis ada olahraga dan juga pramuka," jelasnya.
Ketika pemerintah mengumumkan pengangkatan guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 lalu, Yus mencoba peruntungan, mengingat dirinya sudah menjadi guru honorer selama 27 tahun yaitu di NTT 25 tahun dan di Merauke 2 tahun .
“Namun, herannya, ketika saya tanyakan ke dinas pendidikan, masa kerja sebagai guru di Merauke dianggap baru satu tahun mengajar. Saya bingung, padahal saya masukan SK sejak tahun 1997 sampai 2023,“ paparnya.
Tahun 2024 ini, Yus berniat mencoba lagi daftar PPPK, tetapi lagi-lagi keikhlasan Yus diuji. Ia sempat mengetahui Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Merauke.
Ternyata diketahui, di DAK 2024, hanya ada 1000 formasi untuk CPNS dimana 80 persen untuk Orang Papua Asli (OPA) dan 20 persen untuk pendatang.
“Tidak ada formasi untuk PPPK di tahun 2024 khusus di papua selatan ini. Kalaupun ada pasti saya akan berjuang lagi untuk menjadi guru PPPK, dan saya tidak mungkin lagi jadi CPNS karena sudah berusia 50 tahun,“ tutupnya.
Sebelumnya, ada juga sosok seorang guru honorer bernama Apipudin atau Pak Apip ramai memantik simpati dari publik.
Pak Apip rela jadi guru honorer hingga pensiun, meski cuma digaji Rp 300 ribu per bulan.
Ia selama 19 tahun mengabdi tak pernah daftar CPNS ataupun PPPK gara-gara minder.
Apipudin, seorang guru honorer, kini telah memutuskan untuk pensiun dari pengabdiannya sebagai pendidik di sekolah dasar.
Dikenal akrab dengan sapaan Pak Apip, ia tinggal di Kampung Nyenang RT 4 RW 1, Desa Kalaparea, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pria berusia 67 tahun ini memulai kariernya di SDN Anggarudin pada 2005 dan memutuskan pensiun pada pertengahan 2024 karena alasan kesehatan.
“Saya pensiun karena keinginan saya sendiri. Sekarang di rumah saja karena tidak bisa berjalan tanpa bantuan. Kaki sudah lemas,” kata Apip saat ditemui awak media di rumahnya pada Selasa (16/7/2024) sore, seperti dikutip dari Kompas.com.
Bapak dari lima anak ini awalnya menerima gaji hanya Rp 300.000 per bulan.
Namun, seiring berjalannya waktu, penghasilannya meningkat meskipun tetap relatif kecil. Beberapa bulan sebelum pensiun, gajinya mencapai Rp 1,2 juta per bulan.
Meskipun penghasilan tidak besar, Apip tetap menyisihkan uangnya untuk merenovasi rumah.
“Dari uang hasil mengajar dikumpulkan untuk membangun rumah. Ada juga tambahan dari pinjaman,” ujar Pak Apip.
Selama 19 tahun menjadi guru, Apip tidak pernah mendaftar atau mengikuti tes seleksi CPNS dan PPPK.
Bukan tanpa alasan, Apip merasa minder karena hanya lulusan SMA sederajat, sementara banyak orang lain yang memiliki gelar sarjana.
“Belum pernah ikut seleksi CPNS dan PPPK karena minder dengan lulusan yang cuma SMA, sedangkan orang lain sarjana. Kalau keinginan mah ada, ingin jadi pegawai negeri,” ungkap Apip.
Kini, Pak Apip menghabiskan masa tuanya bersama sang istri di rumahnya.
Empat dari lima anaknya sudah berkeluarga, sementara putra bungsunya belum menikah.
Selain itu, ada juga sosok Sudarmono yang sudah 20 tahun mengabdi sebagai guru honorer di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Tujuan utama Sudarmono hanya satu, ingin dengan andil dalam mencerdaskan bangsa Indonesia.
Kendati begitu, Sudarmono tak menampik bahwa pendapatan sebagai guru honorer tidak seberapa.

Bahkan, demi menambah pundi-pundi rupiah, Sudarmono sampai harus mencari kerja sampingan.
"Diantara kami guru untuk mencukupi kebutuhannya sangat prihatin," kata Sudarmono dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi X DPR, beberapa waktu lalu.
Sudarmono harus berjualan kerupuk sebelum berangkat ke sekolah.
"Saya pribadi jam 04.30 WIB mempersiapkan dagang kerupuk. Berkeliling, honor kami sangat kecil. Untuk memenuhi pendidikan putra putri kami. Sangat sedih kalau diceritakan," ujarnya.
Sudarmono berharap bisa ada kehidupan yang baik untuknya dan guru-guru melalui pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Selain diangkat menjadi PPPK, Sudarmono juga ingin tidak ada pergeseran posisi guru-guru yang masih berstatus honorer dengan guru PPPK yang baru saja datang ke sekolah.
"Kami linier bahasa inggris kami digeser sementara, tiga tahun mengabdi melamar dengan Sosiologi, mengeser kami yang Bahasa Inggris. Mohon kiranya semua ini bisa diperhatikan," ungkapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.