Berita Viral
Perjuangan Kakak Beradik Anak Guru Honorer Masuk ITB, Berkali-kali Gagal, Kini Kariernya Mentereng
Kisah perjuangan kakak beradik anak guru honorer memang cukup menginspirasi. Berkali-kali gagal masuk ITB, kini jadi orang sukses.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Kisah perjuangan kakak beradik anak guru honorer memang cukup menginspirasi.
Mereka berkali-kali gagal masuk ITB, tapi itu tak membuat mereka menyerah.
Hingga akhirnya kakak beradik itu sama-sama diterima di ITB jalur prestasi.
Setelah lulus, karier cemerlang menghampiri mereka.
Nasib mereka kini pun berubah drastis.
Baca juga: Kisah Lengkap Devi Gadis Desa Alumni ITB Jadi Konsultan dan Punya Jabatan Mentereng, Dulu Diremehkan
Berikut kisah lengkapnya.
1. Berkali-kali gagal
Kisahnya pun dibagikan oleh salah satu Dosen Metalurgi ITB, Imam Santoto melalui Instagramnya @santosoim, Jumar (14/6/2024).
Dalam unggahan video itu menunjukkan slide sejumlah foto kisah kakak beradik tersebut.
"Ibu guru honorer ini punya dua anak yang semuanya gagal SNBT, sampai dua kali, dan nasibnya berubah setelah anaknya wisuda," tulis Imam Santoso, dikutip Tribunjabar.id, Kamis.
Pada tahun 2008, Imam Santoso mengaku bertemu dengan anak SMA yang memiliki impian tinggi.
"Tahun 2008 pas mudik aku ketemu anak SMA, yang punya impian tinggi. Ingin ke ITB. Anak dari guru honorer SMP," sambungnya.
Namanya, Ichsan, yang kemudian ia pun ikut tes SNBT, namun ia dinyatakan tidak lulus.
Pada tahun 2010, Imam Santoto menemui lagi Ichsan.
Anak guru honorer itu masih tetap dengan cita-citanya yang ingin masuk perguruan tinggi negeri tersebut.
"Tahun 2010 aku pulang dan kutemui ia lagi. Ternyata masih sama, ia ingin tetap masuk ITB lagi," katanya.
Namun, Ichsan bak harus menelan kenyataan pahit lagi, ia gagal.
Waktu berjalan hingga pada 2011 saat ditemui lagi, Ichsan masih ingin tetap masuk ITB meski sudah gagal dua kali.
Ichsan memiliki adik yang bernama Fajar, cita-citanya sama ingin mengenyam pendidikan di ITB.
Namun, Fajar bernasib sama dengan Ichsan, ia gagal SNBT.
"Sayang sekali Fajar bernasib sama seperti kakaknya, ikut SNBT tapi gagal," katanya.
2. Akhirnya diterima
Namun berkat kegigihan keduanya yang tidak pernah berhenti berjuang, Fajar dan Ichsan sama-sama dinyatakan lulus tes dan bisa berkuliah di ITB.
Pada 2011, Ichsan masuk Teknik Mesin ITB, kemudian 2014 Fajar tembus Teknik Kelautan ITB.
Keduanya berkuliah gratis di ITB dengan menggunakan beasiswa sampai lulus.
Terlihat momen orang tua Fajar dan Ichsan itu berfoto di ITB dengan senyumnya yang merekah.
3. Karier Cemerlang
Kini, keduanya telah menyelsaikan pendidikan di ITB dan bekerja di tempat yang sangat baik.
Mereka juga berhasil mengubah kehidupan keluarganya.
Sebelum wisuda, Ichsan bahkan sudah bekerja di Astra.
Kini, ia bekerja di Kementerian Perdagangan.
Dalam unggahan itu pun terlihat tangkapan layar yang menunjukkan akun Linkedin Yaumil Ichsan.
Tertulis posisinya sebagai Directorate General of Consumer Protection and Trade Compliance at Ministry of Trade of The Republic of Indonesia.
Kemudian adik Ichsan, Fajar kini bekerja di oil service company.
Terlihat momen keluarga Ichsan saat ada di Mekah.
Lebih lanjut, Imam Santoso pun mengambil pesan di balik kisah kakak beradik ini.
Ia mengatakan jangan takut untuk bermimpiki tinggi, gagal SNBT bukan berarti gagal masa depan.
Momen unggahan Imam Santoso pun tepat dengan baru diumumkannya UTBK SNBT 2024.
Di media sosial, banyak cerita peserta yang tidak lolos di kampus impiannya.
"Buat adik-adik yg kemarin gagal SNBT ini ada kisah dua adik kakak yang pernah gagal SNBT tapi gak menyerah. Setelah berjuang habis-habisan, mereka akhirnya tembus kampus impian mereka yaitu ITB dan jadi mahasiswa di sana. Sudah wisuda dan sukses berkarir. Jangan takut bermimpi tinggi karena banyak beasiswa menanti," tulis Imam Santoso dalam keterangan unggahannya.
Unggahan Imam Santoso pun menuai beragam komentar dari warganet.
Di kisah lain, Perjuangan Melly Puspita untuk bisa menyelesaikan pendidikan sarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB), sungguh luar biasa.
Melly Puspita yang lahir dari keluarga sederhana harus membantu mencari uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di tengah kesibukan sebagai mahasiswa, anak bungsu dari dua bersaudara itu sempat membuka catering kecil-kecilan hingga menjadi guru les privat murid SD-SMA.
Semua dilakukan Melly ketika pandemi Covid-19 melanda.
Saat itu, ayah Melly yang berjualan bubur keliling harus menutup usahanya.
Ia kemudian menjadi pekerja serabutan sebagai tukang cat rumah.
Sementara ibunya sudah meninggal dunia.
Kegigihan Melly akhirnya membuahkan hasil. Ia berhasil lulus dari program studi (prodi) Teknik Metalurgi ITB dengan meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Cum Laude, yakni 3,6.
Selain itu, Melly mampu merampungkan studinya hanya dalam waktu 3,5 tahun.
Atas prestasinya ini, Melly merasa bangga dan terharu karena bisa menyelesaikan pendidikannya.
"Saya sangat senang karena pada akhirnya menamatkan perjuangan kuliah dan tugas akhir saya dengan hasil yang cukup memuaskan," ungkap Melly, dikutip dari laman Puslapdik Kemdikbud, Jumat (15/32024).
Momen bahagia Melly selepas sidang skripsi diabadikan oleh dosen pembimbingnya, Imam Santoso.
Imam mengaku turut senang atas keberhasilan dari anak didiknya tersebut.
"Sebagai anak dari kaum minoritas, dan tidak mampu dimana ayahnya hanya pedagang bubur, dan Melly juga membantu ekonomi keluarga dengan jualan online, ia terlihat percaya diri dan tidak malu, dan kuliahnya sangat sungguh-sungguh, "kata Imam.

Usut punya usut, ternyata Melly merupakan satu-satunya yang menyelesaikan pendidikan hingga jenjang sarjana di keluarganya.
Sang kakak hanya bisa menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMA.
Begitu pun ayah Melly hanya tamatan SD. Pun, almarhumah ibu Melly.
"Sebenarnya mereka sangat ingin kedua anaknya bisa memperoleh gelar sarjana, namun kenyataan berkata lain, hanya saya yang mau dan bisa lulus kuliah, kakak saya mungkin memilih jalan hidup lain, " ujarnya.
Kesukaan Melly dalam belajar ternyata jarang ditemui di lingkungan rumahnya.
Meskipun tinggal di wilayah perkotaan, tetapi Melly melihat warga di sekitarnya kurang peduli terhadap pendidikan.
Rata-rata warga di sana merupakan pedagang informal dan pelaku usaha kecil.
"Memang ada yang melanjutkan hingga jenjang perguruan tinggi, namun persentasenya sangat kecil. Mayoritas menikah setelah lulus SMP ataupun SMA, "ujar Melly.
Kepergian sosok yang dicinta ke pangkuan Tuhan membuat Melly ingin menunjukkan prestasi-prestasinya demi sang ibu. Sejak SD-SMP, Melly langganan masuk peringkat tiga besar.
Saat masa SMA, Melly rajin mengikuti olimpiade sains dengan fokus di mata pelajaran matematika dan fisika. Selain itu, Melly juga pintar berbahasa Mandarin dan Inggris.
"Saat kelas 3 SMA pernah memperoleh juara 3 lomba bahasa Mandarin di Universitas Maranatha dan lolos ke babak semifinal olimpiade kimia UNY, "kata Melly.
Untuk melanjutkan kuliah, beruntungnya Melly meraih beasiswa KIP Kuliah.
Melly mengungkap beasiswa tersebut sangat berkontribusi dalam menamatkan S1-nya.
"Seandainya tidak ada bantuan KIP Kuliah, saya tidak tahu, mungkin akan sulit sekali untuk bisa berkuliah karena ekonomi keluarga sangat tidak mendukung," jelas Melly.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.