Lifestyle

Nasi Liwet Bu Wongso Lemu Sudah Terkenal Sejak Jaman Belanda Jadi Langganan Keluarga Soeharto

Yang Istimewa dari kuliner ini selain rasanya yang khas, Nasi Liwet Bu Wongso Lemu ini juga menjadi langganan keluarga Cendana.

Penulis: Wiwit Purwanto | Editor: Wiwit Purwanto
sajian sedap
Kedai nasi Liwet Bu Wongso Lemu 

SURYA.CO.ID  - Menikmati kuliner tradisional di Kota Solo salah satunya adalah Nasi Liwet Bu Wongso Lemu, di jalan Keparabon Solo, Jawa Tengah.

Yang Istimewa dari kuliner ini selain rasanya yang khas, Nasi Liwet Bu Wongso Lemu ini juga menjadi langganan keluarga Cendana.

Tak heran jika keluarga mantan Presiden Soeharto amat suka menyantap nasi liwet Bu Wongso Lemu ini.

Makanan khas dari Solo ini selalu ada dalam setiap acara keluarga Cendana dari sejak Soeharto masih menjadi presiden hingga setelah ia lengser.

Terutama ketika ada acara di dalem Kalitan, Solo, keluarga Soeharto selalu memesan nasi liwet milik Bu Wongso Lemu.

"Biasanya keluarga Pak Harto memilih nasi liwet saya," terang Sri Wongso Lemu.

Apa yang membuat nasi liwet Wongso Lemu dipilih keluarga Pak Harto?

"Tidak tahu. Di Jalan Keprabon ini, semua warung nasi liwet pakai nama Wongso Lemu. Mereka itu ipar-ipar saya. Bumbu yang mereka pakai juga sama. Tapi, beda tangan pengolahnya, beda rasanya. Ampela saya empuk," ujarnya.

keluarga cendana
Keluarga Cendana Mantan Presiden Soeharto dan Bu Tien bersama anak anaknya

Dikisahkan Sri, nasi liwet yang dirintis neneknya sejak zaman Belanda itu sudah terkenal sejak tahun 1950-an.

Mulai tahun 70-an, Pak Harto sudah menjadi pelanggannya.

"Biasanya keluarga Pak Harto tidak langsung jalan di warung. Ada utusan yang membeli seratus atau dua ratus porsi untuk dibawa ke Kalitan. Saya langsung melayani keluarga mengambilkan nasi per pincuk."

Banyak cerita menarik yang dialami ibu tiga anak ini saat mendampingi keluarga Pak Harto.

Salah satunya petugas pesan satu pincuk untuk dihidangkan pada Pak Harto.

"Saya pikir langsung disantap. Ternyata nasi dan lauknya diperiksa dokter dulu," katanya mengenang.

Nasi liwet istimewa ini juga sering dibawa keluarga Pak Harto ketika kembali ke Jakarta.

"Mereka pesan lagi seratus porsi dan selalu membawa wadah sendiri. Oh ya, setiap Lebaran atau keluarga Pak Harto ada acara di Jakarta, saya juga mendapat pesanan banyak.

Meski tahu yang membeli keluarga presiden, "Saya jual dengan harga yang sama. Per pincuk Rp11 ribu. Nasi dan lauknya, kan, juga sama. Enggak ada yang beda," terang Sri Wongso.

Selain keluarga Pak Harto, banyak pejabat yang ikut pesan nasi liwetnya.

"Kalau Pak Harto berkunjung ke Kalitan, kan, banyak pejabat yang ikut. Jadi, mereka ikut pesan setiap mau balik ke Jakarta. Keluarga Pak Wiranto dan Pak Akbar Tanjung juga memesan ke sini sampai sekarang."

Dari sekian banyak jajanan khas Solo, serabi Notosuman menjadi salah satu pilihan keluarga Pak Harto.

"Dalam setiap acara, kami selalu mengirim serabi ke Ndalem Kalitan di Solo maupun Cendana untuk Pak Harto dan keluarganya," terang Handayani, penjual serabi paling terkenal di Solo itu.

Menurut Handayani, sudah lama ia memasok serabi ke keluarga Cendana. Seingatnya, ketika IbuTien masih ada.

"Kalau keluarga Pak Harto ada acara, orang kepercayaannya pesan dalam jumlah banyak untuk dibawa ke Jakarta. Tapi, kalau tidak ada acara, paling pesan 10 dos. Tiap dos berisi 10 serabi," tambah ibu dua anak ini.

Puncaknya ketika selamatan Bu Tien, Handayani diundang khusus ke Cendana untuk menyajikan jajanannya bersama hidangan lain.

Bersama suami dan dua anaknya, Handayani membawa mobil untuk mengangkut bahan serta peralatan berupa tungku dan cetakan serabi.

Dia ingat persis, serabi buatannya juga disajikan untuk Sultan Bolkiah dari Brunei Darussalam yang kebetulan hadir.

Yang membuat Handayani terkesan, sebelum disajikan, serabinya diperiksa oleh tujuh orang dari Paspampres dan dokter, untuk memastikan serabinya benar-benar aman.

"Sebagai orang biasa tentu saya sangat bangga, makanan buatan saya dinikmati oleh Pak Harto juga tamu-tamu negara," ujar Handayani sembari tersenyum.

Menurut Handayani, serabi produksinya sudah jadi santapan pejabat sejak lama.

"Dulu, mantan Presiden Soekarno juga pesan serabi pada nenek saya. Saya masih ingat, saat BungKarno pesan, sejak malam hari, dapur tempat membuat serabi sudah dijaga tentara," kata Handayani yang mengaku sebagai generasi ketiga pembuat serabi.

Usaha ini dirintis neneknya, Hoo Geng Hok tahun 1923. Lalu, tongkat estafet dipegang ibu Handayani, Ny. Margo Hutomo.

 "Setelah nenek dan ibu tidak ada, sayalah yang melanjutkan," papar Handayani yang kelak usahanya akan diturunkan kepada anaknya

Handayani yang memiliki 15 karyawan mengaku heran, jajanan tradisional buatannya menjadi terkenal.

Bahkan digemari petinggi negeri ini.

Rahasianya? Handayani juga tidak mengerti persis.

Yang pasti, "Saya tidak menambah atau mengurangi resep yang ditinggalkan ibu dan nenek."

Ternyata resep itu memang pas.

Sampai saat ini tamu-tamu dari luar kota selalu memenuhi tempatnya untuk menikmati serabi.

Terutama, hari libur atau Lebaran. (Tribun Trends/Intisari Online)

 

 

 


 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved