Berita Viral

Gara-gara Putu Satria Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Adik Korban Ragu Ikuti Jejak Sang Kakak

Gara-gara Putu Satria (19), taruna STIP meninggal dunia dianiaya seniornya di kampus, adik korban kini enggan ikuti jejak sang kakak.

Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
KOLASE KOMPAS.COM
Putu Satria Taruna STIP yang tewas dianiaya senior (kiri) Adik dan ibu Putu Satria (kanan) 

SURYA.CO.ID - Gara-gara Putu Satria (19), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), meninggal dunia dianiaya seniornya di kampus, adik korban bernama Kadek Anandita Pradnya Swari, kini enggan mengikuti jejak sang kakak.

Putu Satria sempat meminta adiknya agar mengikuti jejaknya melanjutkan pendidikan di STIP Jakarta.

Bahkan, Putu Satria sampai meminta Anandita ikut paskibra di sekolah demi melatih ketahanan fisik sebelum masuk STIP.

"Adik ikut kakak ya, kayak kakak pokoknya harus kayak kakak, kalau mau harus belajar ikut Paskibra aja dulu biar mental sama fisiknya bisa," kata ibu Putu Satria, Ni Nengah Rusmini meniru nasehat anaknya, dikutip dari Kompas.com.

Namun kini, Anandita tampak ragu untuk menempuh pendidikan di STIP setelah adanya kasus kekerasan hingga merenggut nyawa kakaknya.

Baca juga: Ogah Merepotkan Anak, Pemain Film Warkop DKI Pilih Sebatang Kara di Kontrakan, Hidupnya Memilukan

Ia juga belum kuat membicarakan kepergian kakaknya yang dikenang selalu pengertian dan perhatian itu.

"Sebelumnya pengen (ikut) kak Rio, cuma sekarang masih pikir-pikir," kata Anandita.

Baca juga: Nasib Keluarga Tegar Rafi Taruna STIP Penganiaya Putu Satria hingga Tewas, Rumahnya Sepi, Sembunyi?

Dapat Tawaran Beasiswa

Ibu Putu Satria, Ni Nengah Rusmini mengaku, Anandita juga mendapatkan tawaran beasiswa sekolah kedinasan dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

"Tadi Pak Menteri janji akan mengevaluasi dan mengubah sistem pendidikan. Mudah-mudahan kalau memang diubah humanis, kekerasan tidak ada lagi, pembullyan (juga tidak ada)," ungkap dia.

Sementara Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, memastikan Anandita yang masih duduk di kelas X SMAN 2 Semapura, Klungkung, akan mendapatkan beasiswa ke STIP.

Menurut Budi, beasiswa ini sebagai salah bentuk tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan terhadap keluarga korban.

"Bisa dipastikan Anandita itu akan mendapatkan beasiswa dari Kementerian Perhubungan sehingga dia selesai dari kegiatan sekolah di tingkat vokasi. Bisa di Jakarta, bisa di Bali," kata Budi.

Diketahui, Putu Satria meregang nyawa usai dianiaya di dalam toilet koridor kelas KALK C, lantai 2 gedung STIP Jakarta, Jumat pagi sekitar pukul 8.00 WIB.

Penganiayaan ini terjadi ketika korban dan empat rekan seangkatan lainnya sedang mengecek salah satu ruang kelas.

Berdasar kronologi kejadian, saat turun ke lantai 2 rombongan korban dipanggil oleh tersangka yang saat itu juga sedang bersama-sama dengan empat orang lainnya yang merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta.

Saat itu tersangka menanyakan alasan korban dan empat teman seangkatannya mengenakan baju olahraga.

Tersangka lalu meminta lima juniornya itu untuk masuk ke dalam toilet dan berbaris. 

Putu Satria menjadi orang pertama yang maju ke hadapan Tegar karena dianggap dirinya paling kuat.

Putu Satria pun hanya bisa berdiri ketika Tegar melakukan pemukulan sebanyak lima kali ke bagian ulu hatinya, di dalam toilet kampus tersebut.

Usai tak sadarkan diri, korban kemudian dibopong ke klinik kampus dan akhirnya dinyatakan tutup usia.

Berdasarkan hasil autopsi, Putu Satria mengalami luka di bagian ulu hati korban yang menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru.

Kemudian, polisi juga mendapati bahwa penyebab hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah upaya pertolongan yang tidak sesuai prosedur dilakukan oleh tersangka.

"Ketika dilakukan upaya, menurut tersangka ini adalah penyelamatan, di bagian mulut, sehingga itu menutup oksigen, saluran pernapasan, kemudian mengakibatkan organ vital tidak mendapat asupan oksigen sehingga menyebabkan kematian," jelas Gidion.

"Jadi luka yang di paru itu mempercepat proses kematian, sementara yang menyebabkan kematiannya justru setelah melihat korban pingsan atau tidak berdaya, sehingga panik kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan yang tidak sesuai prosedur," papar Gidion.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved