Berita Nasional

Gara-gara Diprotes soal Tahan Alat Belajar SLB 2 Tahun, Dirjen Bea Cukai Buka Suara Beber Alasannya

Sempat diprotes lantaran diduga menahan dan meminta bea masuk ratusan juta untuk alat belajar SLB, kini pihak Bea dan Cukai buka suara. Ini katanya

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
KOLASE KOMPAS.com YOHANA ARTHA ULY
Konferensi pers di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang, Senin (29/4/2024). 

SURYA.CO.ID - Sempat diprotes lantaran diduga menahan dan meminta bea masuk ratusan juta untuk alat belajar sekolah luar biasa (SLB), kini pihak Bea dan Cukai akhirnya buka suara.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menyebutkan, sebenarnya permasalahan tersebut hanyalah salah paham alias miskomunikasi.

Sebab, tidak ada komunikasi baik antara pihak SLB, Dinas Pendidikan, dan perusahaan jasa titipan (PJT) DHL Express Indonesia sehingga Bea Cukai tidak mengetahui bahwa alat belajar SLB itu merupakan hibah.

"Jadi SLB, Dinas, kemudian juga PJT mengakui ini tidak terkomunikasi dengan baik sehingga kemudian menyikapinya kurang pas," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang, Senin (29/4/2024), dikutip dari Kompas.com.

Mulanya, kata Askolani, keyboard braille untuk SLB masuk dengan fasilitas pengiriman DHL melalui mekanisme barang kiriman, bukan hibah.

Baca juga: Usai Viralkan Bea Cukai yang Tahan Alat Belajar SLB 2 Tahun, Dedeh Malah Minta Maaf, Ini Endingnya

Alhasil, Bea Cukai mengenakan penarifan pada barang tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Bea Cukai sempat menetapkan nilai barang tersebut sebesar Rp 361,03 juta dengan meminta pihak sekolah untuk membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta, serta membayar biaya penyimpanan gudang yang dihitung per hari.

"Nah, tidak ada info (kalau hibah), yang kemudian masuk ke kita sebagai barang kiriman, sehingga kami tetap hitung sebagai barang kiriman maka ada tarif kepabeanannya," kata Askolani.

Besarnya tarif yang dikenakan tersebut pada akhirnya membuat proses pengurusan 20 keyboard braille tidak dilanjutkan pada 2022. Barang itu pun hanya tersimpan di gudang DHL dan ditetapkan sebagai barang tak dikuasai oleh Bea Cukai.

"Di 2023 barang itu diinfoin lagi kepada DHL untuk memperbaiki address-nya, dokumennya, dan lain-lain. Tetapi, komunikasi ini hanya sampai PJT, belum masuk ke ranah kita Bea Cukai. Kita hanya diinfokan di awal ini barang kiriman, maka kita infokan tarifnya sekian. Tapi, dokumentasi dan segala macam ini masih sebatas di DHL yang memprosesnya dengan importirnya," jelas dia.

Kemudian pada 2024, persoalan ini mencuat di media sosial hingga menjadi sorotan publik.

Mankeu Sri Mulyani. Gara-gara Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Pajak Rp 31 Juta, Menkeu Beri Perintah Tegas Bea Cukai.
Mankeu Sri Mulyani. Gara-gara Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Pajak Rp 31 Juta, Menkeu Beri Perintah Tegas Bea Cukai. (Kompas.com)

Pihak Bea Cukai pun menindaklanjuti hingga akhirnya diketahui bahwa barang tersebut merupakan hibah, bukan barang kiriman pada umumnya.

Setelah diketahui persoalan itu, pemerintah pun memfasilitasi untuk 20 keyboard braille tersebut tidak dikenakan biaya bea masuk.

Sebab, pemerintah memang memiliki regulasi untuk memfasilitasi barang hibah buat pendidikan ataupun kegiatan sosial lainnya.

"Jadi kalau kita enggak dikasih tahu sebelumnya, kita enggak ngerti bahwa barang ini hibah. Setelah kita tahu, kita malah kasih exit (jalan keluar)," kata dia.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved