SURYA Kampus

Perjuangan Gadis Tunarungu Asal Pamekasan Lulus Cumlaude dari ITS Surabaya, Sering Susah Komunikasi

Perjuangan Nadya Andini, gadis tunarungu asal Pamekasan untuk lulus dengan predikat cumlaude dari ITS Surabaya memang tak main-main.

kolase laman ITS
Nadya Andini, Gadis Tunarungu Asal Pamekasan Lulus Cumlaude dari ITS Surabaya. 

SURYA.co.id - Perjuangan gadis tunarungu asal Pamekasan untuk lulus dengan predikat cumlaude dari ITS Surabaya memang tak main-main.

Di tengah keterbatasannya yang sering menyebabkan susah berkomunikasi, gadis tersebut tak pernah menyerah untuk kuliah.

Dia adalah Nadya Andini, Wisudawan yang berasal dari Departemen Studi Pembangunan ITS.

Ia berhasil lulus dengan raihan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,88 atau hampir mendekati sempurna. 

Nadya diwisuda pada gelaran Wisuda ke-129 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Baca juga: Sosok Gadis Bondowoso yang Jadi Lulusan Termuda ITS Surabaya, Dulu Masuk SD di Usia 4 Tahun

Nadya juga berhasil menyelesaikan studinya dalam waktu 3,5 tahun dan meraih predikat cumlaude.

Angka memuaskan yang diperoleh tersebut tentunya tidak luput dari berbagai macam kesulitan yang telah dihadapinya sebagai mahasiswa berkebutuhan khusus.

Nadya mengaku, alat bantu dengar yang ia pakai pun kurang mampu membantu telinganya menangkap suara secara sempurna.

Karena itu, ia selalu duduk di bangku paling depan untuk merekam penjelasan dosen dengan ponselnya.

“Di rumah, saya minta bantuan mama untuk mendengarkan rekaman tadi dan menjelaskannya ulang,” tuturnya, dilansir dari rilis ITS.

Nadya sempat kesulitan beradaptasi. Karena ia belajar di lingkungan dengan mayoritas orang berkondisi normal.

Gadis berkacamata tersebut tak jarang merasa kewalahan ketika berkomunikasi dengan teman-temannya.

Baca juga: Biodata Muhammad Burhanudin Alumni ITS Surabaya yang Meninggal Jelang Wisuda, Ini Prestasinya

"Teman-teman terkadang susah menangkap kalimat saya karena pelafalan yang kurang jelas, saya pun lumayan sulit untuk mendengar hal yang mereka sampaikan," ungkap Nadya bercerita.

Kendati demikian, tantangan tersebut tidak menyurutkan ambisinya untuk terus menimba ilmu.

Nadya berusaha untuk terus belajar dan berproses menjadi mahasiswa yang kompeten meski dengan segala keterbatasan.

"Karena kurang bisa memahami materi di kelas, saya memaksimalkan pemahaman dengan menambah sesi belajar mandiri di rumah setiap hari," ujarnya.

Ambisi dan semangat dalam diri Nadya rupanya berhasil membawanya berkembang menjadi sosok yang lebih percaya diri.

Gadis kelahiran Pamekasan pada 2001 lalu ini juga banyak mencoba hal baru di luar akademik, salah satunya yakni mengikuti perlombaan.

Ia pernah berpartisipasi dalam Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) Karya Tulis Ilmiah sebanyak dua kali dengan membawa rancangan aplikasi tunarungu.

Selain aktif dalam kegiatan nonakademik, Nadya juga giat mengikuti program magang yang diselenggarakan di dalam maupun di luar kampus.

Program yang diikutinya antara lain adalah Kredensial Mikro Mahasiswa Indonesia (KMMI) 2021 – Short Course Pemetaan Sosial, proyek independen antara Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital (FDKBD) ITS dengan Intako, serta magang mandiri di PDAM Surya Sembada Kota Surabaya.

Tentu saja, di balik semua kegiatan yang ia ikuti terselip doa dan dukungan dari orang-orang terdekat.

Gadis yang hobi menggambar tersebut menuturkan, langkahnya selalu diiringi dengan motivasi dari sang ibu untuk terus bangkit dan berjuang.

Baca juga: Kisah Burhanudin Alumni ITS Surabaya yang Meninggal Jelang Wisuda, Momen Penyerahan Ijazah Haru

"Mama selalu mendukung untuk bisa berkembang meski dengan segala keterbatasan saya," ucap Nadya penuh syukur.

Nadya pun merasa bersyukur, usaha dan kerja kerasnya sejak awal terbayarkan dengan status kelulusan yang diperolehnya saat ini.

Ia berharap kisahnya selama menimba ilmu di Kampus Pahlawan ini dapat menjadi inspirasi bagi orang-orang yang tengah berusaha mengejar mimpi.

"Keterbatasan hanyalah awal perjalanan, jangan menyerah dan teruslah melangkah untuk meraih cita-cita pendidikan," pesan gadis asal Kabupaten Pamekasan tersebut menyemangati.

Pada prosesi wisuda usai menerima ijazah dari rektor, Nadya juga diberi kesempatan untuk menyampaikan pesan dan kesan wisudawan di hadapan semua hadirin.

Ia mengungkapkan, berkuliah di ITS memang bukan merupakan hal yang mudah bagi para disabilitas.

"Dukungan dan motivasi dari para dosen dan teman-teman membawa energi positif bagi saya untuk terus berjuang meraih impian," ungkapnya penuh syukur.

Sebelumnya, Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, juga mewisuda dua mahasiswa disabilitas. 

Satu di antaranya Elo Kusuma Alfred Mandeville.

Sosok Elo pertama kali viral dari unggahan Instagram @pld_ub. 

Dalam video beredar tampak Elo maju ke podium untuk menerima ijazah sekaligus bersalaman dengan rektor.

Ia kemudian mengabadikan momen bersama rektor dengan berfoto.

Karena tak memiliki dua tangan, Elo akhirnya bersalaman dengan rektor menggunakan kaki. 

Saat sesi foto bersama, tampak kaki kanannya diangkat sebagai pengganti kedua tangannya yang tidak ada untuk bergaya.

Usai foto bersama itu, kemudian ia langsung bersalaman dengan Rektor menggunakan kakinya dan langsung disambut hangat oleh pimpinan kampus tersebut.

Prof Widodo, Rektor UB yang Rela Salaman dengan Kaki Wisudawan Disabilitas. Simak profil dan biodatanya.
Prof Widodo, Rektor UB yang Rela Salaman dengan Kaki Wisudawan Disabilitas. Simak profil dan biodatanya. (kolase instagram dan Suryamalang)

Elo lulus dari Program Studi Desain Grafis, Fakultas Vokasi dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,47.

Saat ini Elo sudah diterima bekerja di dua tempat, yakni di AIDRAN (Australia-Indonesia Disability Research) yang berpusat di Australia, dan sebuah industri Kreatif yang berlokasi di Malang sebagai social media officer dan content making.

Disabilitas daksa pada kedua tangan tidak menjadikan alasan untuk membatasi diri.

Selama kuliah Elo aktif mengikuti berbagai organisasi, di antaranya Eksekutif Mahasiswa pada bidang Advokasi, dan UKM Forum Mahasiswa Peduli Inklusi (FORMAPI) di bidang Humas.

Pria asal Denpasar, Bali ini bahkan pernah didapuk menjadi MC di konferensi internasional yang diadakan oleh AIDRAN-FH UB pada tahun 2019 yang mengantarkannya diterima bekerja di NGO tersebut.

“Konferensi yang diadakan tentang Interns Conference on Disability Rights. Saat itu saya satu-satunya mahasiswa difabel yang fasih berbicara bahasa Inggris di depan banyak orang, sehingga diminta menjadi MC."

"Selanjutnya saya beberapa kali terlibat dalam kegiatan AIDRAN, dan sangat bersyukur bisa mendapat kesempatan bekerja di instansi ini,” terangnya, dikutip dari laman resmi UB.

Dengan minatnya di bidang video editing, ke depannya Elo ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi di bidang minat perfilman.

“Semoga teman-teman difabel bisa lebih semangat dalam meraih impian apapun itu. Karena saat ini lingkungan sosial dan kampus mulai menyediakan fasilitas dan akses untuk teman-teman disabilitas."

"Dengan adanya akomodasi tersebut, jangan sampai disia-siakan, karena kesuksesan berawal dari hal kecil,” pungkas Elo.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved