Pilpres 2024

Kekayaan Hakim MK Saldi Isra yang Beda Pendapat Soal Putusan Sengketa Pilpres, Totalnya Rp 15 Miliar

Inilah Kekayaan Hakim MK Saldi Isra yang berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam memutus perkara sengketa pilpres 2024.

Kompas.com
Hakim MK Saldi Isra yang Beda Pendapat Soal Putusan Sengketa Pilpres. Simak harta kekayaannya. 

SURYA.co.id - Kekayaan Hakim MK Saldi Isra turut jadi sorotan publik setelah ia berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam memutus perkara sengketa pilpres 2024. 

Diketahui, Saldi Isra berpendapat seharusnya Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menggelar pemungutan suara ulang di sebagian daerah. 

Hakim Saldi Isra memberikan catatan pada dua hal yakni, penyaluran dana bantuan sosial serta keterlibatan aparat, aparatur negara dan penyelenggara negara. 

Dalam sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024), Saldi Isra mengatakan, dalil pemohon yang menyebutkan adanya politisasi bansos terbukti.

Begitu juga dengan mobilisasi aparat, aparatur negara, penyelenggara negara.

Baca juga: Rekam Jejak Hakim MK Saldi Isra yang Beda Pendapat Putusan Sengketa Pilpres, Sebut Pemungutan Ulang

Lantas, seperti apa rincian kekayaan Saldi Isra?

Melansir dari laman elhkpn, kekayaa Saldi saat ini totalnya mencapai Rp 15 miliar.

Berikut rinciannya.

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 4.790.000.000

1. Tanah dan Bangunan Seluas 403 m2/350 m2 di KAB / KOTA KOTA PADANG , HASIL SENDIRI Rp. 640.000.000

2. Tanah dan Bangunan Seluas 787 m2/600 m2 di KAB / KOTA KOTA PADANG , HASIL SENDIRI Rp. 1.450.000.000

3. Tanah Seluas 2452 m2 di KAB / KOTA KOTA SOLOK , HASIL SENDIRI Rp. 700.000.000

4. Tanah Seluas 10000 m2 di KAB / KOTA KOTA SOLOK , HASIL SENDIRI Rp. 2.000.000.000

B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 190.500.000

1. MOTOR, YAMAHA 1FDC CAST WHEEL Tahun 2015, LAINNYA Rp. 5.500.000

2. MOBIL, HONDA BRIO RS 1.2 CVT CKD Tahun 2022, HASIL SENDIRI Rp. 185.000.000

Baca juga: Sosok Arief Hidayat Hakim MK yang Putuskan Tak Ada Permasalahan pada Pencalonan Gibran Cawapres

C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 450.869.000

D. SURAT BERHARGA Rp. 7.000.000.000

E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 2.909.701.760

F. HARTA LAINNYA Rp. ----

Sub Total Rp. 15.341.070.760

III. HUTANG Rp. ----

IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 15.341.070.760

Saldi Isra memiliki gelar Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A.

Ia lahir pada 20 Agustus 1968.

Saldi Isra merupakan ahli hukum, profesor hukum, dan hakim Indonesia.

Dilansir Surya.co.id dari Wikipedia, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2023–2028.

Anwar Usman (kanan) dan Saldi Isra (kiri) yang ikut sidang putusan Batas Usia Capres-Cawapres. (Tribunnews)
Pada 11 April 2017, ia menjadi Hakim Konstitusi Republik Indonesia, salah satu dari dua pengadilan tertinggi di Indonesia.

Sebelum menjadi hakim konstitusi, ia adalah seorang profesor hukum tata negara di Universitas Andalas.

Sepanjang karier akademisnya, ia menerima penghargaan sehubungan dengan upayanya melawan korupsi di Indonesia.

Saldi lahir dari pasangan Ismail dan Ratina. Sekolah dasar hingga menengah ditempuh di kampung halamannya.

Setelah dua kali gagal Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada tahun 1988 dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) tahun 1989, akhirnya ia diterima di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat pada tahun 1990.

Setelah menjadi Mahasiswa Teladan Berprestasi Utama I Universitas Andalas pada tahun 1994, ia meraih gelar Sarjana Hukum dengan predikat lulus Summa Cum Laude pada tahun yang sama.

Pendidikan jenjang pascasarjana ia tuntaskan dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya (2001) dan gelar Doktor di Universitas Gadjah Mada (2009, predikat lulus Cum Laude).

Pada tahun 2010, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.

Sejak masih berstatus mahasiswa S-1 ia menekuni bidang kepenulisan.

Pengangkatan sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi

Pada tanggal 27 Januari 2017, Mahkamah Konstitusi memberhentikan salah satu hakimnya, Patrialis Akbar, setelah ia ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pada tanggal 21 Februari, Presiden Joko Widodo menunjuk sebuah komite untuk memilih penggantinya.

Panitia membuat daftar 45 kandidat dan kemudian mewawancarai 12 kandidat terpilih.

Pada tanggal 3 April, komite merekomendasikan tiga kandidat kepada presiden, dan Saldi adalah pilihan pertama.

Beberapa hari kemudian, Jokowi mengumumkan pemilihan Saldi, dan pada tanggal 11 April ia dilantik di Istana Merdeka.

Beda Pendapat Soal Putusan Sengketa Pilpres

Hakim MK Saldi Isra berbeda pendapat terkait putusan sengketa pilpres 2024.
Hakim MK Saldi Isra berbeda pendapat terkait putusan sengketa pilpres 2024. (kolase tribunnews)

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam memutus perkara sengketa pilpres 2024. 

Dalam pendapatnya, Saldi Isra mengatakan seharusnya Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menggelar pemungutan suara ulang di sebagian daerah. 

Hakim Saldi Isra memberikan catatan pada dua hal yakni, penyaluran dana bantuan sosial serta keterlibatan aparat, aparatur negara dan penyelenggara negara. 

Saldi Isra mengatakan, dalil pemohon yang menyebutkan adanya politisasi bansos terbukti.  Begitu juga dengan mobilisasi aparat, aparatur negara, penyelenggara negara.

"Dalil pemohonan berkenaan politisasi bansos dan mobilisasi aparat, aparatur negara, penyelenggara negara adalah beralasan alasan menurut hukum. Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggara pemilu yang jujur dan adil. Maka, seharusnya Mahkamah (MK) memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah," tegas Saldi Isra. 

Baca juga: Reaksi Prabowo dan Gibran Setelah MK Tolak Gugatan Ganjar dan Anies, Ditetapkan Presiden Rabu

Selain Saldi Isra, dua hakim juga berpendapat beda yakni Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat.

Adapun dalam perkara ini, MK menyatakan menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh Anies-Muhaimin.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.

Sidang ini dimulai pada pukul 09.06 WIB, pertimbangan putusan dibacakan bergantian oleh delapan hakim yang tergabung dalam majelis, minus Anwar Usman.

Saat mengawali pembacaan putusan, Suhartoyo menyebutkan bahwa putusan ini diambil setelah membaca permohonan Anies-Muhaimin sebagai pemohon, mendengar keterangan pemohon, membaca dan mendengar jawaban KPU sebai termohon.

Kemudian, membaca dan mendengar keterangan kubu Prabowo-Gibran sebagai pihak terkait, serta keterangan saksi, ahli, dan kesimpulan dari kubu Anies-Muhaimin, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, kubu Prabowo-Gibran, dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI.

Selanjutnya, MK juga membaca dan mendengar keterangan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial.

MK pun membaca keterangan amicus curiae dari berbagai pihak serta memeriksa alat bukti yang diberikan Anies-Muhaimin, KPU RI, Prabowo-Gibran, dan Bawaslu RI.

Putusan yang dibacakan ini hanyalah putusan atas permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin, masih ada permohonan dari Ganjar-Mahfud yang akan dibacakan oleh hakim MK.

Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar Prabowo-Gibran didiskualifikasi, dan digelar pemungutan suara ulang. Berbeda dengan Ganjar-Mahfud, Anies-Muhaimin juga memasukkan petitum alternatif, yakni diskualifikasi hanya untuk Gibran.

Gibran dianggap tidak memenuhi syarat administrasi karena KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved