Pilpres 2024
Sosok Abdul Chair Ramadhan yang Kritik Gugatan 01 dan 03 Soal Bansos, Dulu Saksi Ahli Sidang Ahok
Inilah Sosok pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan jadi sorotan usai mengkritik gugatan kubu 01 dan 03 terkait bansos.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Putra Dewangga Candra Seta
SURYA.co.id - Sosok pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan jadi sorotan usai mengkritik gugatan kubu 01 dan 03 terkait bansos.
Menurut Abdul Chair, bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan pemerintah sudah sesuai mekanisme, tidak ada kaitannya dengan pemilu.
Hal itu disampaikan Abdul untuk membantah tuduhan penyalahgunaan bansos di Pilpres 2024 oleh tim hukum pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang dianggap menguntungkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Bansos itu kan sesuai dengan aturan sesuai dengan mekanisme dan juga tidak menyalahi APBN yang disepakati oleh DPR, disepakatinya ini sudah menjadi pengetahuan umum menjadi pengetahuan kita dan tidak ada kaitannya dengan masa-masa kampanye terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 ini,” kata Abdul saat dihubungi Minggu (31/3/2024).
Baca juga: Rekam Jejak Todung Mulya Tim Ganjar-Mahfud yang Tuding Kapolri Penyebab Batal Datangkan Kapolda
Abdul menjelaskan, bansos merupakan program pemerintah yang telah dirancang lama dan disepakati oleh DPR.
Meski demikian jika dianggap terjadi politisasi bansos seperti yang didalilkan kubu 01 dan 03, maka seharusnya dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut dia, tuduhan bansos yang dikategorikan terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) itu masuk ke ranah Bawaslu yang mengadili masalah administrasi pemilu.
“Maka dengan itu dugaannya adalah termasuk atau tergolong pelanggaran administrasi pemilu yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif sehingga terhadap pelanggaran pemilu TSM ini menjadi ranah domain Bawaslu bukan domain kewenangan MK itu jelas ketentuannya,” ujar Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia ini.
“Ketentuannya itu menjadi standar menjadi kompetensi absolut di mana dapat diketahui di pasal 460 juncto 463 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mengatur kompetensi yang dimiliki oleh Bawaslu, kemudian juga peraturan Bawaslu Peraturan Nomor 8 Tahun 2022 tepatnya di Pasal 12 itu telah menentukan kewenangan Bawaslu,” imbuhnya.
Abdul mengatakan wajar jika kemudian tim hukum 02, Prabowo-Gibran mengatakan gugatan 01 dan 03 “salah kamar”.
Baca juga: Amunisi Kubu Anies-Cak Imin di Sidang Sengketa Pilpres 2024 Berkurang, 2 Saksi Ahli Mundur, Diancam?
Kesalahan dimaksud menunjuk pada kesalahan dalam pengajuan gugatan yang tidak pada tempatnya.
Abdul menegaskan kompetensi absolut dalam hal penyelesaian pelanggaran administratif pemilu secara TSM ada pada Bawaslu.
Sementara MK terikat dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tepatnya pada Pasal 457 Ayat (2) yang menyatakan bahwa MK berwenang memutuskan perkara perselisihan suara.
“Dengan demikian tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal penghitungan suara. Secara argumentum a contrario atau dalam ilmu fikih disebut mafhum mukhlafah, maka selain penghitungan suara adalah bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.
“Menjadi jelas bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya terhadap hasil penghitungan suara dengan pendekatan kuantitatif. Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili pelanggaran administratif pemilu, utamanya secara TSM yang notabene pendekatannya adalah kualitatif,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Abdul meyakini gugatan dari masing-masing tim hukum baik dari 01 dan 03 akan ditolak oleh MK karena dianggap gugatan tersebut tidak pada tempatnya.
“100 persen ditolak kalau ada penyebutan 1.000 persen, 1.000 % ditolak, karena melanggar kompetensi wilayah kewenangannya yang telah diatur oleh undang-undang terkait dengan kewenangan Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi masing-masing berbeda tidak dapat disamakan,” katanya.
“Menyamakan sesuatu hal yang berbeda adalah ketidakbenaran, menyamakan sesuatu yang berbeda adalah ketidakadilan, menyamakan sesuatu yang tidak sederajat tentu adalah juga termasuk ketidakbenaran dan ketidakadilan,” lanjutnya.
Seharusnya kata Abdul, sudah sejak lama laporan dugaan TSM ke Bawaslu dengan membawa bukti-bukti yang kuat, tidak malah meminta para menteri seperti Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani atau Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang disuruh membuktikan.
“Keadilan itu adalah dilakukan secara proporsional menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya, menempatkan perselisihan terhadap pelanggaran administrasi pemilu secara TSM kepada Mahkamah Konstitusi bukan pada tempatnya, itu tempatnya Bawaslu untuk memeriksa, memutus. Adapun menempatkan hanya terhadap penghitungan suara calon presiden dan wakil presiden, itu hanya kewenangan Mahkamah Konstitusi,” tandasnya.
Baca juga: Biodata Yuri Kemal, Pengacara Muda Unjuk Gigi di Sidang Sengketa Pilpres Bareng Yakup Hasibuan
Siapa Abdul Chair Ramadhan?
Menurut penelusuran SURYA.co.id, Abdul Chair Ramadhan merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Islam AS-SYAFIIYAH.
Ia lahir pada 1 Januari 1970.
Abdul pernah dihadirkan sebagai Saksi ahli pidana Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Ia juga jadi saksi ahli sidang kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Menurut Abdul Chair, Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diduga kuat memiliki niat jahat untuk melecehkan surat al-Maidah ayat 51.
Selain itu perbuatan demonstratif Ahok menyerang penggunaan surat al-Maidah 51 yang menurutnya digunakan oleh lawan politik di wujudkan di pulau Seribu dan dilanjutkan di Balaikota.
Amunisi Kubu Anies-Cak Imin di Sidang Sengketa Pilpres 2024 Berkurang
Selian itu, amunisi kubu capres dan cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dalam sidang sengketa Pilpres 2024 baru saja berkurang.
Dua saksi ahli mereka mundur karena takut konsekuensinya di masa mendatang.
Hal ini diungkapkan kuasa hukum kubu Anies-Cak Imin, Refly Harun.
Refly mengatakan, alasan utama dua saksi ini mundur adalah dilarang oleh pengacara mereka karena merasa akan ada konsekuensi di masa depan.
"Dua yang mengundurkan diri, jadi alasannya dilarang oleh lawyernya. Nah yang melarang lawyer dia, karena ada konsekuensi," kata Refly saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3/2024), melansir dari Kompas.com.
Refly tidak menyebut secara rinci siapa dua ahli yang mengundurkan diri itu.
Namun ia mengatakan, konsekuensi yang dimaksud adalah adanya dampak di masa depan terkait profesi ahli yang akan memberikan keterangan di sidang MK.
Hal ini, kata Refly, menunjukkan, lawan sengketa pilpres kali ini adalah orang-orang yang mampu mengontrol aparat untuk memberikan tekanan tertentu.
Termasuk lawan kontestasi pilpres mereka yaitu capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto yang merupakan Menteri Pertahanan RI dan Gibran Rakabuming Raka anak Presiden Joko Widodo.
"Menurut saya ini memang tidak mudah bagi kita untuk melawan negara. Ini makin menunjukkan bahwa 02 itu tidak berdiri sendiri, 02 itu dibantu oleh kekuasaan istana oleh aparat, omong kosong kalau itu tidak ada kan?," tutur dia.
Kekhawatiran tersebut tidak hanya terjadi pada saksi ahli, tetapi juga pada saksi fakta dalam sengketa pemilu 2024.
Dia menyebutkan, banyak saksi yang menarik diri karena menerima ancaman.
"Hal yang sama juga terjadi pada saksi-saksi kita karena tadi lagi-lagi khawatir, takut, macam-macam alasannya," imbuh.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 'Pakar Hukum Tata Negara Kritik Gugatan 01 dan 03 Soal Bansos: Kewenangan MK Menghitung Selisih Suara'.
Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/Sosok-Abdul-Chair-Ramadhan-yang-Kritik-Gugatan-01-dan-03-Soal-Bansos-Dulu-Saksi-Ahli-Sidang-Ahok.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.