Pilpres 2024

Amunisi Kubu Anies-Cak Imin di Sidang Sengketa Pilpres 2024 Berkurang, 2 Saksi Ahli Mundur, Diancam?

Amunisi kubu capres dan cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dalam sidang sengketa Pilpres 2024 baru saja berkurang.

NasDem
Anies-Cak Imin. Amunisi Kubu Anies-Cak Imin di Sidang Sengketa Pilpres 2024 Berkurang. 

Saat menjalani kuliah di Universitas Hasanuddin, ayahnya meminta Hamdan untuk mengambil pendidikan tinggi di bindang agama untuk melanjutkan tradisi keluarganya yang berlatar belakang pesantren.

Oleh karena itu, Hamdan memutuskan mendaftar ke Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin, Ujungpandang (1981-1984)[4].

Semasa mahasiswa, Hamdan aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Di organisasi tersebut, ia menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi HMI Indonesia Timur.[4] Karena kegiatannya mengurus organisasi, ia memilih untuk melepas pendidikannya di IAIN Alaudin meski sudah berkuliah selama tiga tahun dan hampir mendapatkan gelar sarjana muda.

Hamdan juga sempat mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Jakarta (1998–2001), yang juga tidak diselesaikan.

Pada tahun 2004, ia berhasil mendapatkan gelar magister hukum dari Universitas Padjajaran, Bandung, dan meraih gelar doktor S3 di bidang Ilmu Hukum Tata Negara dari universitas yang sama pada tahun 2010, dengan disertasi berjudul Pemakzulan Presiden di Indonesia.

Baca juga: Biodata Yakup Hasibuan Pengacara Muda yang Unjuk Gigi di Sidang Sengketa Pilpres di MK, Suami Artis

Hamdan memulai kariernya dengan menjadi asisten dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin serta Fakultas Syariah IAIN Ujungpandang (1986-1987).[5] Ia sempat melamar menjadi dosen, namun ditolak.

Atas saran dosen pembimbingnya, ia merantau ke Jakarta dan bekerja selama tiga tahun sebagai asisten pengacara dan konsultan hukum pada Kantor Hukum OC.

Kaligis & Associates Jakarta yang secara khusus menangani bidang nonlitigasi, pembuatan kontrak dan perjanjian-perjanjian dagang, investasi PMA, perburuhan, negosiasi, dan lain-lain sebelum akhirnya mendirikan kantor hukum sendiri, SPJH&J Law Firm.

Pada tahun 1989, ia diangkat dan dilantik sebagai pengacara dalam lingkungan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pada tahun 1997, Hamdan memutuskan untuk memisahkan diri dan membangun kantor advokat Hamdan, Sujana, Januardi, dan Partner (HSJ&P) hingga dibubarkan tahun 2004.

Saat reformasi terjadi pada tahun 1998-1999, Hamdan bersama sejumlah rekannya di Forum Ukuwah Islamiyah (FUI) mendirikan partai baru, Partai Bulan Bintang (PBB) dan ditunjuk sebagai wakil sekretaris jenderal.

Di Pemilihan Umum 1999, ia ikut dalam pemilihan calon anggota legislatif dan akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili daerah kelahirannya, Provinsi Nusa Tenggara Barat.[4] Berkat pengalaman organisasinya, ia juga dipercaya menjadi Sekretaris Fraksi PBB di DPR dan kemudian duduk di badan Musyawarah (Bamus) DPR sekaligus menjadi Wakil Ketua Komisi II DPR bidang Hukum dan Politik.

Posisinya di DPR menjadikannya terlibat langsung merumuskan berbagai kebijakan negara yang strategis, termasuk pemilihan calon presiden dan wakil presiden serta proses pemakzulan presiden.[4] Pada periode 1999–2002, Hamdan menjadi satu-satunya wakil Fraksi PBB di Panitia Ad Hoc (PAH) I MPR yang membidani perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

Ia juga menjadi salah satu tokoh yang turut melahirkan MK lewat perannya sebagai anggota Panitia Khusus Penyusun Rancangan Undang-Undang MK.[4] Dalam posisi ini, ia terlibat langsung merumuskan berbagai hal mengenai MK, baik organisasi maupun hukum beracara di MK.[4] Ia juga terlibat sebagai salah satu anggota DPR yang terlibat dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim konstitusi periode pertama dari unsur DPR.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved