Hikmah Ramadhan
Puasa Berdampak Pada 'Hyperautomation'
orang beriman menjadi hiperotomatis melaksanakan berbagai ibadah penuh semangat tergambar dari suasana makmur di masjid/surau
UMUMNYA terminologi dari hyper berkonotasi negatif, misalnya hiperaktif yang menunjukan sikap atau perilaku terlalu aktif sehingga sulit dikendalikan. Namun tidak bagi hyperautomation atau hiperotomatisasi, istilah yag merujuk pada kondisi serba otomatis sebagai dampak penggunaan teknologi mutakhir.
Hiperotomatisasi merujuk pada suatu konsep mengotomatisasi diri. Contohnya adalah proses bisnis organisasi yang dapat diotomatisasi. Dengan mengadopsi hiperotomatisasi, organisasi bertujuan merampingkan proses di seluruh aktivitas bisnis menggunakan berbagai peragkat teknologi.
Salah satu teknologi yang sangat populer digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia saat ini adalah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Selain itu juga ada robotic process automation, dan teknologi lainnya. Dengan teknologi, semua tujuan yang ditetapkan dapat diraih lebih mudah dan efektif.
Hiperotomatisasi sebetulnya merupakan suatu pendekatan muncul setelah organisasi menggunakan AI sebagai strategi untuk melakukan otomatisasi. Saat ini banyak organisasi baik oleh perusahaan maupun lembaga pemerintah mulai menerapkan strategi hiperotomatisasi.
Transformasi digital sebagai trend kini diwarnai oleh otomatisasi proses sehingga mampu menghasilkan produk berkualitas dan konsisten. Hiperotomasi berubah menjadi satu pilihan strategi peningkatan daya saing secara berkelanjutan sekaligus syarat utama untuk survival.
Lantas, pelajaran apa yang dapat dipetik dari fenomena hiperotomasi bagi umat Islam tatkala sedang berpuasa dan menjalankan ibadah lainnya selama bulan Ramadhan?
Tulisan ini bermaksud memberi makna tersirat bahwa semua ibadah selama Ramadhan dan masa-masa sesudahnya dapat diibaratkan sebagai “teknologi”. Ibadah yang dilakukan bagai instrumen untuk mempermudah manusia beriman mencapai tujuan puasa, yakni agar bertaqwa kepada Allah SWT.
Selama sebulan penuh umat Islam wajib berpuasa di bulan suci Ramadhan. Selain puasa juga disunahkan sahur, shalat tarawih, membaca atau tadabur Al-Quran, belajar semua ilmu, dan perintah lainnya yang sarat dengan values sebagai bekal kehidupan dunia maupun akhirat kelak.
Semua orang beriman mulai anak-anak hingga orang tua semangat dan ikhlas berduyun ke masjid atau surau melaksanakan shalat berjamaah. Malam hari dilanjutkan membaca Al-Quran dan segera bersiap sahur seolah tanpa lelah dan otomatis tanpa rasa enggan atau malas.
Dalam konteks demikian, Ramadhan adalah bulan yang tidak sekadar dipenuhi rahmat, berkah, dan maghfirah; namun juga melatih orang beriman menjadi hiperotomatis melaksanakan berbagai ibadah penuh semangat tergambar dari suasana makmur di semua masjid/surau.
Bahkan di kantor, kampus, dan tempat-tempat aktifitas lainnya diwarnai dengan berbagai bentuk kegiatan Islami selama Ramadhan. Karyawan, dosen, mahasiswa, dan semua entitas yang terlibat serempak melaksanakan shalat Zuhur berjamaah disertai pengajian dan kegiatan lainnya.
Semarak Ramadsan juga muncul otomatis dengan berbagai kegiatan sosial. Ibu-ibu yang tergabung dalam Dharma Wanita di berbagai lembaga pemerintah atau ibu-ibu PKK di komunitas dengan semangat memberi santunan kepada pihak yang berhak menerimanya.
Betapa senang dan bahagia melihat aksi sosial selama bulan Ramadhan. Semua otomatis terjadi. Semua tergerak secara otomatis beribadah khusus untuk diri sendiri dan bergerak bersama untuk kepentingan sosial. Tujuan bertakwa tampak lebih mudah dicapai di bulan Ramadhan ini.
Tak ketinggalan pemerintah juga bergerak memfasilitasi berbagai kegiatan sosial yang berdampak secara sosial. Selain itu, juga dilaksanakan operasi pasar agar harga sembako stabil alias tak naik membuat senang ibu-ibu dalam menyiapkan hari raya Idhul Fitri.
Bulan suci Ramadhan berdampak hiperotomasi. Ramadhan pun sebagai sarana edukasi dan melatih diri harus dapat menjadi inspirasi setiap manusia beriman menjalani kehidupan di masa setelahnya. Kehidupan manusia diwarnai segala kebaikan, keberkahan, dan penuh rahmat Ilahiah. Bagaimanakah menurut Anda? ******
Prof Dr Jusuf Irianto, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI Jawa Timur
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.