Berita Viral
Pengakuan Terbaru Saksi Kasus Kepala Bayi Tertinggal di Rahim, Bibi Ungkap Bidan Takut-takuti Pasien
Kasus kepala bayi tertinggal dalam rahim saat persalinan di puskesmas Bangkalan terus bergulir di kepolisian.
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Musahadah
SURYA.CO.ID, BANGKALAN – Kasus kepala bayi tertinggal dalam rahim saat persalinan di puskesmas Bangkalan terus bergulir.
Terbaru, Sittinah, bibi Mukarromah, ibu yang kepala bayinya tertinggal di rahim akhirnya bersuara.
Sittinah mendatangi Satreskrim Polres Bangkalan untuk menjalani pemeriksaan kasus ini pada Kamis (14/3/2024).
Warga Sampang, Madura ini lah yang mendampingi Mukarromah saat persalinan di Puskesmas, Kedungdung, Bangkalan.
“Keponakan (Mukarromah) datang ke puskesmas hanya ingin meminta surat rujukan.Namun setiba di puskesmas, diminta untuk menunggu karena pihak puskesmas masih berkoordinasi dengan pihak rumah sakit di (Kota) Bangkalan,” ungkap Sittinah di hadapan sejumlah awak jurnalis.
Baca juga: Beda Cerita Ibu yang Kepala Bayinya Tertinggal di Rahim dan Kadinkes Bangkalan, Ini Reaksi Polisi
Setelah sekitar satu jam menunggu dan tidak ada kabar dari pihak rumah sakit, lanjutnya, tindakan terhadap Mukarromah dilakukan dengan cara bayi ditarik hingga kepala putus dan tertinggal di kandungan.
“Saya mendengar sendiri ketika Ibu Mega bilang, ‘nanti kalau di rumah sakit Bangkalan bukan tiga orang yang ngerjain. Pasti lebih dari ini orangnya, gede-gede, laki-laki,” pungkasnya.
Hingga kini, Satreskrim Polres Bangkalan telah memeriksa lima orang dalam kasus yang terjadi pada 4 Maret 2024 sekira pukul 03.00 WIB.
Sebelumnya terjadi pengakuan yang bertolak belakang antara Mukarromah dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan.
Pihak Mukarromah bersikukuh menuntut keadilan setelah insiden bayinya meninggal dan kepalanya tertinggal di rahim.
Sementara pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan bersikeras bahwa bayi Mukarromah sudah dalam keadaan meninggal dunia dalam kandungan sebelum proses persalinan.
Mukarromah Lihat Bidan Bawa Gunting
Dikutip dari tayangan Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Selasa (12/3/2024), Mukarromah menceritakan awalnya dia berangkat ke bidan kampung untuk memeriksakan kehamilannya.
Saat itu bidan kampung menyebut bayinya sungsang dan kondisinya lemah.
"Terus saya diminta ke puskesmas, disuruh minta rujukan ke Bangkalan (rumah sakit)," terangnya.
Saat tiba di puskesmas, Mukarromah pun meminta rujukan, namun tidak diberi.
Alasannya, pihak puskesmas tidak bisa menghubungi dokternya.
"Saya dibawa ke ruang persalinan, katanya mau usaha sendiri.
Saya gak mau melahirkan kesini.
Saya mau minta rujukan aja, mau operasi.
Katanya: Iya, sebentar ya... sebentar terus," ungkap Mukarromah.
Akhirnya, persalinan Mukarromah pun dilakukan di puskesmas oleh seorang bidan dan dua orang lain.
"Saya pembukaan empat disuruh ngejan. Akhirnya badan keluar... ditarik, didorong perut saya.
Akhirnya kepala terputus. Ditarik, saya sempat lihat bidan pegang gunting.
Sambil ditarik, perit saya didorong-dorong," ungkap Mukarromah sambil menyebut ada saksi tante yang mendampinginya.

Setelah badan dan kepala bayinya terputus, Mukarromah pun merajuk untuk dirujuk ke rumah sakit.
Namun, saat itu pun pihak rumah sakit menolaknya.
Bahkan, Mukarromah mengaku ditakut-takuti.
"Saya ditakut-takuti. Katanya, kamu di perjalanan, kalau ada apa-apa, bidan di sini tidak mau tahu. Nyampe di rumah sakit kamu gak bakal operasi, kamu bakalan dipaksa pakai tangan juga.
"Saya bilang, biarin... saya rujuk saja," ungkap Mukarromah.
Akhirnya puskesmas pun memberi rujukan dia ke rumah sakit untuk menjalani operasi cecar.
Saat di rumah sakit, bidan puskesmas sempat mendatangi keluarganya, namun tidak mengucapkan permohonan maaf.
Pihak puskesmas juga ada pertanggungjawaban apapun dari kejadian ini.
"Saya pengen pertanggungjawaban, beri saya keadilan," ucap Mukarromah sambil mengusap air matanya.
Pertanggungjawaban itu beralasan karena selama ini kondisi bayinya baik-baik saja dan selalu sehat, berdasarkan hasil pemeriksaan rutin di bidan kampung.
Kondisi sungsang bayinya juga baru diketahui pada Februari, mendekati proses persalinan.
Mukarromah, akhirnya memilih melaporkan peristiwa memilukan tersebut ke polisi.
Sambil tersedu, Mukarromah yang ditemui di rumahnya berharap mendapat keadilan dari apa yang dialaminya.
"Saya harap pihak polisi bertindak tegas, memberi saya keadilan," kata Mukarromah saat diwawancara dalam program Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Selasa (12/3/2024).
Mukarromah menyebut telah diminta keterangan oleh polisi, bersama dengan suami dan tante yang mendampinginya saat persalinan.
Kasat Reskrim Polres Bangkalan, AKP Heru Cahyo mengungkapkan, sejauh pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi dari pihak keluarga korban atas perkara yang dilaporkan pada 4 Maret 2024 sekitar pukul 20.00 WIB.
“Suaminya yang melaporkan karena kondisi isterinya masih belum pulih. Kami masih melakukan penyelidikan terkait peristiwanya, kalau dugaannya laporan dari pelapor terkait itu, bayinya meninggal. (Dugaan malpraktek)?, kalau undang-undangnya tidak bilang seperti itu,” ungkap Heru kepada Tribun Madura, Selasa (12/3/2024).
“Pasien dan bibinya yang mengantarkan persalinan juga akan kami periksa, tetapi masih belum dimintai keterangan. Rencananya hari ini tetapi belum bisa,” pungkas Heru.
Dinkes pastikan bayi sudah meninggal dalam kandungan 7-8 hari

Audit maternal dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bangkalan melibatkan tiga dokter spesialis, Kepala Puskesmas Kedungdung beserta bidan, serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bangkalan. Hal itu dilakukan sebagai respon atas tertinggalnya kepala bayi dalam rahim ketika berada di puskesmas setempat.
Hasil dari audit maternal itu kemudian dipaparkan secara bergantian oleh ketiga dokter spesialis dalam gelar jumpa pers di Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Bangkalan, Selasa (12/3/2024) pagi.
Ketiga dokter itu terdiri dari spesialis Obstetri dan Ginekologi (obgyn) atau kandungan RSIA Glamour Husada Kebun, Bangkalan, dr Surya Haksara, Sp OG, spesialis anak, dr Moh Shofi, SpA, serta spesialis forensik, dr Edy Suharta, Sp F.
Dr Surya Haksara, Sp OG mengungkapkan, pihaknya menerima hanya ibunya dengan kehamilan tinggal kepala saja. Karena bayi sudah meninggal dalam kandungan atau Intrauterine Fetal Death (IUFD).
“Saya melihat kepala bayi itu memang sudah maserasi, tanda bayi meninggal dalam kandungan sudah minimal lebih dari 2x24 jam. Jadi sangat rapuh sekali, kita pegang sedikit saja, semisal kita pegang dari bahu ke lengan, kalau sudah rapuh ya lepas,” ungkap dr Surya Haksara.
Jadi kesimpulan hasil audit maternal bersama pihak Dinkes Bangkalan, lanjut dr Surya, bahwa bayi itu sudah meninggal dengan hasil otopsi sudah maserasi tingkat III, meninggal dunia sekitar 7-8 hari dengan kulit leher bagian belakang sudah terkelupas.
“Apapun kalau sudah meninggal di dalam, semuanya akan rapuh. Karena proses pembusukan dari jenazah itu berjalan terus sehingga rapuh, ringkih. Posisi bayi letak sungsang,” jelas dr Surya.
Dengan kondisi maserasi, dr Surya menyebutkan, proses melahirkan dilakukan dengan teknik tertentu meskipun akan sangat beresiko terjadi putus pada kaki, lengan, bahkan beresiko terjadi putus pada leher.
“Itu yang saya lihat, awalnya saya ingin sesambungan (menggabungkan kepala dan tubuh), saya ingin menghormati jenazah namun ditolak,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bangkalan, Nur Chotibah juga memastikan bahwa bayi Mukarromah sudah meninggal di kandungan lebih dari dua minggu.
“Hasil audit tim yakni IUFD (Intrauterine Fetal Death) atau bayi meninggal dalam kandungan kurang lebih 2 minggu. Umur kehamilan 45 minggu, lewat sekitar 4-5 minggu dari HPL (Hari Perkiraan Lahir),” ungkap Nur kepada Tribun Madura, Senin (11/3/2024) malam.
Ia menjelaskan, pasien ibu hamil itu datang ke Puskesmas Kedungdung pada 5 Maret 2024 dan menyarankan agar dirujuk ke rumah sakit karena sudah pembukaan 4. Rekam jejak komunikasi antara pihak puskesmas dengan RSUD Syamrabu masih disimpan.
Dengan berjalannya waktu, lanjutnya, dari pembukaan 4 langsung ke pembukaan 6 dan langsung pembukaan lengkap. Hal itu disebut Nur tergolong cepat, dari pembukaan 4 ke pembukaan lengkap bahkan hingga muncul bagian terendah yang sudah nampak di jalan lahir.
“Maka ditolonglah karena sudah di jalan lahir. Di satu sisi kami sudah berkomunikasi dengan pihak rumah sakit. Posisi bokong duluan, di samping itu tensi ibunya 180/100 disebut dengan istilah medis Pb atau keracunan kehamilan,” papar Nur.
Nur mengatakan, berat badan bayi kala itu seberat 1 KG karena memang bayi tidak mengalami perkembangan secara normal akibat ibu menderita Pb dan pihak dokter sudah menyatakan bahwa bayi itu IUFD selama dua minggu dalam kandungan.
“Kondisi bayi saat di luar, kulit sudah mengelupas semua karena sudah meninggal dunia dalam kandungan. Memang ada dorongan sesuai teknis SoP, ibu ngeden secara pelan, kepala tertinggal itu karena IUFD, tidak ada pengaruh lain,” katanya.
Disinggung terkait kronologis hingga kepala terpisah hingga tertinggal dalam Rahim?. Nur menjelaskan, hal itu terjadi setelah proses bokong keluar dilanjutkan bahu keluar sesuai teknis SOP.
“Nah di situlah lepas (kepala) karena, maaf, perkiraan kami sudah dua minggu meninggal dunia di dalam kandungan, Terjadi maserasi atau kulit-kulit sudah mengelupas dan (tubuh) rapuh,” pungkasnya.
Sementara dokter spesialisasi forensik dr Edy Suharta, Sp F membeberkan hasil otopsi terhadap jenazah bayi perempuan yang diterima pihak RSUD Syamrabu Bangkalan tertanggal 4 Maret 2024 lalu.
Pada pemeriksaan luar, dr Edy menemukan kepala terpisah dari badan akibat bersentuhan dengan benda tumpul, terpotong tumpul pada tulang rahang kiri, tulang pipi kanan, dan tulang leher belakang.
“Lalu pengelupasan kulit pada kepala, dada, perut anggota gerak atas dan bawah yang menunjukkan jenazah itu sudah meninggal lama di dalam kandungan, yaitu sekitar 8-10 hari yang disebut maserasi, pengelupasan kulit berwarna putih kecoklatan,” beber dr Edy.
Dr Edy memaparkan, jenazah bayi perempuan itu berusia kurang lebih 8 bulan berdasarkan panjang badan 40 CM, berat badan kurang dari normal yakni 1.150 gram atau 1,1 kilogram, lingkar kepala kurang dari normal yakni 26 centimeter, angka normal yakni 36 centimeter.
“Kemudian kami melakukan pemeriksaan dalam dengan melakukan tes apung paru-paru, mencelupkan paru-paru. Hasilnya menunjukkan negatif atau paru-paru tenggelam. Bayi ini memang tidak sempat bernafas. Artinya, bayi meninggal dalam kandungan. Kalau mengapung, itu artinya positif, ada udara dalam paru,” pungkasnya.
kepala bayi tertinggal
Kepala Bayi Tertinggal di Rahim
Mukarromah
Dinkes Bangkalan
Polres Bangkalan
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
Tutorial Edit Foto Ala Studio Pakai Prompt Gemini AI, Hasilnya Cocok Buat Foto Profil |
![]() |
---|
Rekam Jejak Darwis Moridu, Ayah Wahyudin Moridu yang Dikuliti Imbas Anaknya Ucap Rampok Uang Negara |
![]() |
---|
Perjuangan Siswi SMK Indramayu Nyambi Jadi Kurir, Nyaris Putus Sekolah karena Tunggakan Rp4,9 Juta |
![]() |
---|
2 Kejanggalan Kematian Brigadir Esco yang Dibunuh Briptu Rizka, Keluarga Yakin Pembunuhan Berencana |
![]() |
---|
Siapa Ida Yulidina? Istri Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang Tenyata Mantan Model Majalah Femina |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.