Pilpres 2024

Sosok Jimly Asshiddiqie yang Sentil SBY Pernah Klaim Menang Pilpres Sebelum Pengumuman KPU

Inilah sosok Jimly Asshiddiqie yang baru-baru ini disorot karena menyentil Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

kolase Kompas.com dan SURYA.co.id
Jimly Asshiddiqie dan SBY. Inilah Sosok Jimly Asshiddiqie yang Sentil SBY Pernah Klaim Menang Pilpres Sebelum Pengumuman KPU. 

SURYA.co.id - Sosok Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie baru-baru ini disorot karena menyentil Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Jimly menyentil SBY lantaran menyatakan kemenangan dalam pemilihan presiden (pilpres) dari hasil hitung cepat atau quick count.

Kala itu, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) menang mutlak di putaran kedua melawan pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi berdasarkan hasil hitung cepat.

Namun, kemenangan ini langsung diklaim SBY sebelum adanya keputusan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Jadi, besok mau pengumuman KPU, kan sudah ada quick count, exit poll, segala macam yang menunjukan bahwa SBY itu menang telak.

Baca juga: Sosok Jimly Asshiddiqie Sebut Hak Angket Kecurangan Pilpres Hanya Gertak Politik, Ganjar Tak Terima

Maka, sehari sebelum pengumuman, dia (SBY) membuat konferensi pers 'terima kasih kepada rakyat, saya begitu ditetapkan resmi besok oleh KPU akan mengumumkan rencana kabinet', gitu," ungkap Jimly dalam acara Gaspol! Kompas.com, Sabtu (2/3/2024).

Pernyataan SBY ramai diberitakan oleh media massa.

Hal ini membuat Jimly yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK merasa perlu menanggapi.

"(Pernyataan SBY) di-headline semua di TV, padahal belum diumumin, saya nonton TV, 'waduh gawat juga ini' saya bilang wah ini harus saya tanggapi ini," kata Jimly.

Di malam itu juga, Jimly memutuskan untuk menggelar konferensi pers merespons pernyataan SBY.

Ia mengingatkan SBY untuk menaati aturan konstitusi.

"Jadi saya bilang, kita harus menghormati proses mekanisme konstitusional yang sudah ada, jadi tidak boleh mendahului ya," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Jimly pun menjelaskan bahwa keputusan KPU tidak serta merta menjadi keputusan yang mutlak.

Baca juga: Sosok Ikrar Nusa Bhakti Pengamat Politik yang Cium Kejanggalan Suara PSI Tiba-tiba Meroket

Sebab, masih mungkin terjadi perubahan oleh MK.

"Kita menunggu keputusan KPU, tetapi keputusan KPU itu belum final dan mengikat sampai ada konfirmasi dari MK atau putusan MK, kalau ada perkara berarti putusan MK, kalau tidak ada perkara berarti konfirmasi," papar Jimly.

"Dan itu dibaca, didengerin malam-malam itu di TV, besok itu belum final, besok itu keputusan KPU, itu masih bisa berubah dengan putusan MK, yang menang jadi kalah, yang kalah menang, itulah yang menjadi kemenangan multak dari MK menurut konstitusi," imbuhnya.

Jimly berpandangan, MK saat itu perlu merespons pernyataan SBY yang mengeklaim kemenangan.

Padahal, kondisi itu bisa berubah jika ada sengketa Pilpres di MK.

"Jadi kita tidak boleh mendahului putusan MK atau konfirmasi MK saya sebagai ketua MK bertanggung jawab untuk menjelaskan karena MK ini masih baru, banyak orang belum ngerti, jadi saya bilang, saudara sekalian MK ini berkuasa untuk mengubah itu keputusan," ucapnya.

Siapa sebenarnya Jimly Asshiddiqie

Jimly Asshiddiqie merupakan akademisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden pada tahun 2010.

Pria kelahiran 17 April 1956 ini merupakan pendiri dan menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama pada periode 2003-2008.

Baca juga: Biodata Boy Thohir Kakak Erick Thohir yang Masuk Daftar 50 Orang Terkaya Indonesia, Bos PT Adaro

Ia diakui sebagai peletak dasar bagi perkembangan gagasan modernisasi peradilan di Indonesia.

Kemudian, sejak Juni 2012 hingga Juli 2017, ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari lembaga yang sebelumnya bernama Dewan Kehormatan KPU yang juga ia pimpin pada 2009-2010.

Jimly baru-baru ini ditetapkan menjadi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

MKMK dibentuk buntut dari hakim MK yang dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim karena putusan Perkara bernomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimum Capres dan Cawapres.

Di mana, setelah putusan MK tersebut, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka kini maju sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Prabowo, sehingga muncullah beberapa laporan. 

Kemudian, melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH), diputuskan adanya pembentukan MKMK guna menangani laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim dengan berisikan tiga anggota, yakni Ketua MK periode pertama Jimly, Akademisi Bintan Saragih, serta Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.

Dilansir Wikipedia, Jimly menempuh pendidikan S1 di Universitas Indonesia (UI) pada 1982 dan mendapat gelar Sarjana Hukum.

Baca juga: Pemasukan Gus Samsudin dari Youtube Fantastis, Nekat Bikin Konten Bertukar Istri demi Subscriber

Lalu, ia melajutkan pendidikan S2 di UI lagi pada 1987.

Jimly diketahui juga memperoleh gelar Guru Besar ilmu Hukum Tata Negara FHUI pada 1998.

Riwayat pendidikan

- S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1977-1982

- S2 Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1984-1986 

- S3 Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia (program ‘doctor by research’) kerjasama  dengan Rechtsfaculteit, Rijksuniversiteit, Leiden, 1987-1991

- Post-Graduate Course, Harvard Law School, Cambridge, Massachussett, 1994

Riwayat Karier

- Ketua Dewan Penasihat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), 2019-2024;

- Wakil Ketua Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan Republik Indonesia (DGTK-RI), 2010-2015 dan 2015-2019;

Baca juga: Tolak Pekerjaan di Perusahaan Minyak Ternama, Alumni UB Ini Pilih Pulang untuk Membangun Kampungnya

- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), 2012-2017;

- Ketua Dewan Penasihat KOMNASHAM, 2009-2012 dan 2013-2017;

- Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2003-2008

- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan Ketatanegaraan, 2009-2010.

- Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia, 1998-1999

- Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum (DPKSH) yang dibentuk pada masa krisis 1998 dan diketuai langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Sekretariat Negara, 1999

- Penasihat Ahli Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, 2002-2003;

- Penasihat Ahli Menteri RISTEK, 2010;

- Penasihat Ahli Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, 2002-2003;

- Anggota Tim Ahli Panitia Ad Hoc Perubahan UUD 1945, Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Perwakilan RI, 2001-2002;

- Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI periode 1998-1999;

- Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1993-1998;

- Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak 1981 dan diangkat sebagai jabatan Guru Besar pada tahun 1998 dalam Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Baca juga: Sosok Pedangdut Pakai Sandal Rp 20 Juta saat Kondangan di Nganjuk, Calon Menantu Crazy Rich Kalsel

- Ketua Dewan Pembina Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI);

- Ketua Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI);

- Ketua Badan Pembina Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar yang menaungi lembaga pendidikan al-Azhar seluruh Indonesia, 2012-2017

- Dewan Kehormatan Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) 2008-2011.

Penghargaan

- Bintang Mahaputera Adipradana (2009)

- Bintang Mahaputera Utama (1999)

- Bintang Penegak Demokrasi Utama (2018).

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved