Pilpres 2024

Update Hasil Pilpres 2024: Prabowo-Gibran Unggul 65 Persen, Ganjar-Mahfud Kalah Telak di Madura

Berikut ini data terbaru hasil Pilpres 2024 berdasarkan perhitungan suara yang dilakukan KPU atau yang sering disebut real count

Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
pemilu2024.kpu.go.id
Update Hasil Pilpres 2024 

SURYA.CO.ID - Berikut ini data terbaru hasil Pilpres 2024 berdasarkan perhitungan suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau yang sering disebut real count.

KPU merilis hasil perhitungan suara Pilpres 2024, per Jumat (16/2/2024) pukul 14.30 WIB. 

Data kali ini berfokus pada wilayah Jawa Timur.

Sudah ada 68958 dari 120666 TPS, atau sekitar 57.15 persen data yang masuk.

Berdasarkan data tersebut, pasangan calon (paslon) nomor 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka meraih 65,6 persen, dengan total 5.151.073 suara.

Kemudian, disusul paslon nomor 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dengan 17,56 persen.

Sementara paslon nomor 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar hanya mendapat 16,84 persen saja. 

Ganjar-Mahfud Kalah Telak di Madura

Pasangan Ganjar-Mahfud kalah telak di wilayah Madura. 

Ganjar-Mahfud mendapat suara terkecil dibanding dua rivalnya. 

Misalnya, di Bangkalan, Ganjar-Mahfud mendapatkan 5.935 suara. Sementara Anies-Muhaimin 10.079 suara, dan Prabowo-Gibran memimpin dengan total raihan 18.284 suara.

Pun, wilayah Sampang yang menjadi tempat kelahiran Mahfud MD.

Suara Ganjar-Mahfud tertinggal jauh dengan total 8.416 suara. Berbeda dengan Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran yang sudah meraih lebih dari 50 ribu suara. 

Suara Ganjar-Mahfud di Pamekasan juga tertinggal jauh, yakni 11.778 saja. 

*Disclaimer: data ini belum pasti dan bisa berubah sewaktu-waktu

Ganjar-Mahfud Kalah di Kandang Banteng

Selain di Madura, Ganjar-Mahfud juga kalah di "Kandang Banteng" atau sebutan untuk basis wilayah pemilih PDIP .

Terkait hal tersebut, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati, menilai keberhasilan Prabowo-Gibran unggul di Kandang Banteng tak lepas dari manuver Presiden Joko Widodo menggerus kekuatan PDIP.

"Ini kan juga terkait berbagai macam upaya yang dilakukan oleh Jokowi, mempreteli struktur kuat PDIP di Jateng-DIY, dalam konteks intimidasi kepala desa, bansos, netralitas kepolisian dan seterusnya. Ini juga menjadi faktor undecided voters itu tidak banyak atau sangat sedikit sekali bisa dimobilisasi ke paslon 3," kata Mada.

Di samping itu, lanjut Mada, tergerusnya suara Ganjar-Mahfud di Kandang Banteng juga tak lepas dari besarnya pengaruh pemilih rasional pada capres-cawapres lain.

Indikasinya yakni berdasarkan hasil hitung cepat dari berbagai lembaga, perolehan suara Ganjar-Mahfud secara nasional nyaris sama dengan capaian PDIP pada capaian suara pileg, yakni berkutat antara 16-19 persen.

Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa para pemilih tradisional dari PDIP secara nasional lebih banyak memilih Ganjar-Mahfud ketimbang paslon lain.

Selain faktor pengaruh ekor jas dari Ganjar itu sendiri terhadap PDIP selaku salah satu parpol pengusungnya.

"Kalau kita bicara migrasi pemilih PDIP dalam konteks pilpres ke calon lain selain Ganjar sebenarnya sangat sedikit kalau kita korelasikan antara suara di Pilpres dan Pileg untuk PDIP ," kata Mada.

Lebih lanjut Mada mengatakan, efek ekor jas dari pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tak terlalu memberikan pengaruh pada Gerindra sebagai salah satu pengusung mereka, khususnya di DIY dan Jateng.

Buktinya adalah capaian parpol ini yang hanya sekitar 12,11 persen (DIY) dan 10,55 persen (Jateng) versi penghitungan KPU pada Jumat (16/2) sekira pukul 13.20 WIB, sementara Prabowo-Gibran di kedua provinsi itu bisa meraup 49,26 persen (DIY) dan 52.66 persen (Jateng).

Kata Mada, suara untuk Prabowo-Gibran justru datang dari para pemilih rasional, pemilih non tradisional dengan tingkat party identification alias Party ID yang rendah.

"Karena kalau kita melihat pemilih dengan Party ID yang tinggi nyambung, coattail effect bekerja di PDIP," jelas pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

"Harusnya dengan perolehan suara pilpres seperti ini harusnya bisa nambah lebih signifikan untuk Gerindra, tapi kan itu tidak terjadi. Jadi, iya ada faktor pemilih yang rasional yang bukan pemilih tradisional yang tidak memiliki party identification kuat," lanjutnya.

Di samping itu, Mada menilai bahwa Prabowo-Gibran mampu merebut hati para undecided voters di menit-menit akhir jelang coblosan.

Bukan cuma di wilayah DIY dan Jateng semata, namun juga secara nasional.

"Terjadi di seluruh Indonesia undecided voters (lari ke 02) karena trennya kan hampir sama secara nasional. Tidak hanya di DIY dan Jateng, tapi secara nasional memang seperti itu. Termasuk dalam hal ini Gen Z dan milenial pada akhirnya memberikan pilihannya ke 02," jelasnya.

Adapun faktor tergerusnya suara Ganjar- Mahfud menurut Mada juga tak lepas dari persoalan internal antara Ganjar dan PDIP yang membuat dukungan setengah hati pada Pilpres 2024.

Selain itu, gaya kepemimpinan Ganjar sendiri yang dia nilai masih abu-abu.

"Gaya kepemimpinan Ganjar menurut saya masih ambigu, antara dia mengadopsi style-nya Jokowi, atau dia berusaha merevisi style Jokowi yang pada akhirnya itu tidak bisa dilakukan, sehingga sangat ambigu dan itu menyebabkan personifikasi Ganjar tidak mampu menggantikan personifikasi Jokowi," katanya.

Faktor lain yakni amunisi dalam bentuk dana kampanye, lalu lemahnya mesin partai pengusung. Semuanya terakumulasi hingga membuat suara undecided voters berpaling dari Ganjar-Mahfud.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved