Berita Surabaya

SOSOK Liang Kaspe Dokter Hewan Legendaris KBS yang Terluka saat Rumah Terbakar, 3 Anjingnya Tewas

Inilah sosok Liang Kaspe, dokter hewan legendaris di Kebun Binatang Surabaya yang mengalami musibah pada Jumat (1/1/2023).

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Musahadah
kolase surya/luhur pambudi/dok
Rumah Liang Kaspe terbakar hingga mengakibatkan dokter legendaris KBS terluka. 

SURYA.CO.ID - Inilah sosok Liang Kaspe, dokter hewan legendaris di Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang mengalami musibah pada Jumat (1/1/2023).

Rumah drh Liang Kaspe di Jalan Musi No.19, DR.Soetomo, Tegalsari, Kota Surabaya, terbakar hingga mengakibatkan dokter KBS ini mengalami luka bakar di lengannya hingga harus dilarikan ke RSUD dr Soetomo, Surabaya.

Selain itu, kebakaran juga menyebabkan tiga anjing yang berada di ruang tengah tewas karena terjebak kebakaran, atau tak sempat diselamatkan petugas pemadam kebakaran sebelum api membesar. 

Kebakaran yang terjadi pada pukul 22.23 WIB itu diduga dipicu korsleting instalasi kelistrikan di langit-langit rumah.

"Dugaannya korsleting listrik. Tapi masih kami dalami lagi, penyelidikan kami dibantu oleh Tim Inafis Polrestabes Surabaya, sejak semalam hingga hari ini. Mohon waktu, kami akan update lagi informasinya," ujar Kanit Reskrim Polsek Tegalsari Polrestabes Surabaya Iptu Arie Pranoto saat dihubungi TribunJatim.com, Sabtu (2/12/2023). 

Baca juga: Kebakaran Rumah Dokter Hewan Liang Kaspe di Surabaya, Api Lukai Sang Dokter dan Tewaskan 3 Anjing

Sementara itu, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya Dedik Irianto mengatakan, drh. Liang Kaspe mengalami luka bakar derajat dua pada lengan dengan keparahan 25 persen, lalu dirujuk RSUD dr Soetomo Surabaya. 

"Untuk petugas menyelamatkan 6 ekor anjing dan 3 anjing terjebak di ruang tengah dengan kondisi mati," ujar Dedik dalam keterangan tertulisnya. 

Unit Tempur Pos Grudo tiba di lokasi langsung melakukan pemadaman. Hingga akhirnya api pokok dinyatakan padam sekitar pukul 22.56 WIB. 

Kemudian, dilanjutkan proses pembasahan yang akhirnya dinyatakan rampung dan kondusif sekitar pukul 23.47 WIB.

Dedik mengungkapkan, pihaknya mengerahkan sekitar 12 Unit truk pemadam kebakaran berbagai jenis, untuk memadamkan kebakaran di rumah berukuran sekitar 15 m x 50 m. 

Diantaranya, 2 Unit Tempur Rayon 1 Pasar Turi, 1 Unit Tempur Pos Grudo, 1 Unit Tempur Pos Pakis TVRI, 4 Unit Team Rescue, 1 Unit Tempur Poskotis Joyoboyo, 1 Unit Tempur Rayon 3 Rungkut, 1 Unit Tempur Rayon 4 Wiyung, dan 1 Unit Tempur Pos Balas Klumprik

"Untuk bangunan satu lantai dan yang terbakar hanya di ruang tengah, sedangkan untuk kanan kiri aman," pungkasnya.

Lantas, siapa sebenarnya Liang Kaspe?

Nama Liang Kaspe tidak asing lagi bagi kalangan Kebun Binatang Surabaya (KBS).

Liang Kaspe ditunjuk sebagai Direktur Operasional Perusahaan Daerah (PD) Taman Satwa KBS pada Juli 2013.

Wali Kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini mengatakan, Liang Kaspe paling layak menduduki posisi tersebut.

Terlebih Liang Kaspe merupakan dokter hewan di KBS yang sudah berpuluh-puluh tahun menangani hewan KBS. Kecintaan dan pengetahuannya soal satwa juga tidak perlu dipertanyakan

Sosok Liang Kaspe pernah diulas di kompas.com pada 9 Januari 2012.

Liang Kaspe menjadi dokter hewan KBS selulus kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya, tahun 1981.

Pada masa awal bekerja, yang paling berkesan antara lain saat menunggu proses persalinan induk jerapah (Giraffa camelopardalis) dan risiko yang harus diterima Liang untuk merawat bayinya hingga dewasa.

”Proses persalinannya lama, sampai 1,5 jam. Pertama-tama kaki bayi jerapah keluar, disusul kepala, hingga seluruh badannya,” kata Liang Kaspe saat itu.

Ia takjub, mengapa proses kelahiran bayi jerapah sangat pelan. Ada peristiwa mengagumkan ketika posisi kepala keluar.

Pertama kali bagian mulut keluar, lidahnya tampak menjulur ingin menjilat-jilat.

”Ketika seluruh badan keluar, bayi jerapah terjatuh di tanah. Tetapi, tiba-tiba saja induknya berlari meninggalkan bayinya hampir selama 30 menit,” ceritanya.

Dengan handuk Liang mengusap-usap bayi jerapah yang ditinggalkan induknya itu.

Di situlah terjadi kesalahan pertamanya memperlakukan bayi satwa liar.

”Setelah bayinya saya sentuh, induk jerapah tidak mau menyentuh dan menyusui bayinya. Saya kemudian yang harus merawat bayi jerapah itu hingga dewasa,” katanya.

Ia tertawa saat mengenang betapa tingginya bayi jerapah, melampaui tinggi badannya.

Pada saat menyusuinya, ia harus menyeret kursi atau bangku untuk dinaiki sambil menjulurkan dot susu ke mulut bayi jerapah itu.

Saat terlahir, tinggi bayi jerapah mencapai 155 sentimeter, hampir sama dengan tinggi badan Liang.

Ia lalu mempelajari perilaku induk jerapah. Induk jerapah akan berlari meninggalkan bayinya yang baru lahir untuk mengamankan wilayah di sekitarnya.

Sekitar 30 menit kemudian, asalkan belum ada makhluk lain yang menyentuh bayinya, induk itu akan kembali untuk menjilat-jilat dan menyusui bayinya.

Persalinan kuda nil (Hippopotamus amphibius) juga menjadi pengalaman mengesankan bagi Liang.

Ia mengatakan, ilmu pengetahuan yang dipelajarinya selama di bangku kuliah terasa sangat kurang.

”Di tengah malam saya menunggui induk kuda nil yang akan melahirkan. Saya cemas ketika induk kuda nil terlihat akan melahirkan, tetapi tiba- tiba saja ia masuk ke dalam kolam,” katanya.

Liang pun khawatir soal keselamatan bayi kuda nil di dalam air.

Ia menyaksikan saat induk kuda nil merejang. Bayinya keluar melesat seperti roket air hingga terlempar sampai dua meter di dalam air.

Induk kuda nil buru-buru berbalik arah dan berenang mencari bayinya. Dengan kepalanya, induk kuda nil kemudian ”membopong” bayinya hingga menyembul ke permukaan air sehingga bayinya bisa bernapas dengan baik.

”Sungguh, ini suatu pengalaman sangat berharga menyaksikan kelahiran satwa liar yang tidak mudah dilihat setiap orang,” katanya.

Liang tak bisa menghafal tahun-tahun kelahiran puluhan, bahkan seratus lebih, satwa liar yang telah ”dibidaninya”.

Tetapi, dia menuliskan semuanya dalam berkas laporan yang kini masih tertumpuk di gudang KBS.

Seperti pengalaman persalinan anoa (Bubalus depressicornis) yang harus dioperasi caesar.

Ketika itu bobot bayi anoa dalam kandungan berlebih sehingga menyulitkan proses kelahirannya sehingga diputuskan untuk mengoperasi caesar induk anoa.

Induk dan bayi anoa pun selamat. Liang juga terkenang saat tiga tahun pertama bekerja.

Ia selalu ditemani bayi singa dari hasil persalinan satwa liar yang dialami pertama kalinya ketika masuk KBS tahun 1981.

”Bayi singa itu diberi nama Winggo, selalu menemani ke mana pun saya pergi selama di kebun binatang. Winggo layaknya anjing yang lucu dan setia,” katanya.

Literatur perilaku dan pakan satwa liar di KBS sangatlah minim.

Ketika kuliah pun yang dipelajari Liang bukanlah perihal satwa liar, tetapi satwa domestik seperti hewan ternak untuk konsumsi manusia.

Liang tak seperti orang buta yang meraba-raba.

Dia memanfaatkan literatur ”berjalan”, yaitu para keeper atau perawat satwa.

Dari situlah dia belajar banyak mengenai satwa-satwa liar. KBS, bagi Liang, merupakan gudang pengetahuan perilaku satwa liar.

Masyarakat luas pun berhak mengetahuinya. Keberadaan KBS di tengah Kota Surabaya justru mendekatkan pengetahuan itu kepada masyarakat. Bagi Liang Kaspe, mengetahui banyak pengetahuan tentang satwa liar menambah bijak sikap manusia.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Bidan" di Kebun Binatang Surabaya"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved