Berita Surabaya

Dindik Sidoarjo Iuran Kasih 'THR' 20 Juta, Terdakwa Eks Bupati Abah Ipul: Gak Ikhlas Saya Kembalikan

Sebanyak dua saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah (Abah Ipul) di Pengadilan Tipikor Surabaya

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: irwan sy
Luhur Pambudi/TribunJatim.com
Suasana sidang lanjutan, mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74), terdakwa atas dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp44 miliar, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (16/11/2023). 

SURYA.co.id, SURABAYA - Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Sidoarjo, Tirto Adi, dan Direktur PT Ciputra Development Tbk, Sutoto Yakobus, dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah (Abah Ipul) di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (16/11/2023).

JPU KPK, Arif Suhermanto, mengatakan dua saksi yang hadir dan memberikan keterangannya di depan majelis hakim persidangan kali ini merupakan saksi dari JPU KPK. 

Sedangkan, tiga orang saksi lainnya, dari pihak Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Saiful Ilah, belum dapat hadir.

"Ada satu orang di luar negeri, dan dua orang lainnya tidak terkonfirmasi," kata Arif seusai sidang, Kamis (16/11/2023).

Arif menambahkan pihaknya berupaya menguliti keterangan kedua saksi mengenai pemberian uang dan barang kepada Saiful Ilah, saat masih menjabat sebagai Bupati Sidoarjo kala itu.

Terhadap saksi Tirto Adi, pihaknya memastikan temuan pemberian uang sekitar Rp 20 juta hasil iuran Dindik Sidoarjo untuk diberikan kepada Saiful Ilah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR).

"Kalau Pak Tirto terkait pemberian uang Rp 20 juta yang menjadi bagian dari iuran saksi di Dindik, untuk THR. Kalau Sutoto Yakobus terkait dengan pemberian tas, dan itu diakui terdakwa," jelasnya.

Meskipun Terdakwa Saiful Ilah sempat merespon keterangan atas barang bukti dalam persidangan sebagai suatu perolehan yang tidak dimintanya.

Namun, menurut Arif, respon tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengakuan yang tak disadari telah dilakukan oleh terdakwa atas adanya pemberian tersebut.

Apalagi, saat si terdakwa menerima pemberian tersebut, sama sekali tidak dilaporkan kepada pihak KPK.

"Jadi artinya itu ada pengakuan di situ juga. Dari saksi juga memberikan, dan dari terdakwa mengakui. Dakwaan kita kan gratifikasi, maka ketika tas itu diterima dan tidak dilaporkan ke KPK itu sudah termasuk unsurnya. Dan memang harus dilaporkan ke KPK. Tapi terdakwa tidak melaporkan itu," pungkasnya.

Sementara itu, terdakwa Saiful Ilah mengklaim sama sekali tidak pernah meminta-minta uang atau barang kepada pihak yang menjadi saksi dalam sidang tersebut.

Khusus meninjau keterangan Saksi Sutoto Yakobus, ia mengakui dirinya pernah menerima pemberian tas dari saksi tersebut.

Namun, tas tersebut hanya diterima dan disimpan di dalam rumah, tanpa dilihat ataupun dibuka isinya.

"Akhirnya saya dapat tas itu. Tas itu tidak saya buka, tapi saya simpan. Saya gak tahu isinya. Saya simpan aja. Masih utuh gak pernah terpakai. Saya tidak pernah meminta sepeda, untuk apa, saya sudah umur," ujar terdakwa Saiful Ilah, saat diberi kesempatan oleh majelis hakim memberikan tinjauannya atas keterangan para saksi. 

Abah Ipul menegaskan dirinya dan saksi Sutotok terbilang jarang berkomunikasi.

Selama menjabat, ia menyebut mungkin cuma 2-3 kali bertemu ataupun menelepon.

"Pak Totok jarang telpon telpon saya. Seumur hidup mungkin baru 2-3 kali. Kalau ketemu saat ada acara, di Shangri La, baru ngobrol. Saya memang kurang kenal akrab, biasa biasa saja," ungkap Terdakwa Saiful Ilah.

Namun, saat hendak mengakhiri sesi peninjauan atas keterangan saksi.

Terdakwa Abah Ipul sempat memastikan kepada Totok apakah pemberian tas pada kala itu, didasari oleh keiklasan.

"Pak Totok mengasih itu ikhlas kan ya," tanya terdakwa Saiful Ilah.

Untungnya, sempat dijawab oleh Saksi Sutotok, bahwa, pemberian tas tersebut didasari rasa ikhlas.

"Iya ikhlas pak," jawab Saksi Sutotok.

Kemudian, terdakwa Saiful Ilah kembali menimpali, bahwa jikalau ternyata pemberian tersebut tidak didasari oleh rasa ikhlas, dirinya akan mengembalikan pemberian tas tersebut.

"Yang penting ikhlas. Kalau enggak iklas nanti saya kembalikan," pungkas Terdakwa Saiful Ilah.

Sekadar diketahui, terdakwa Saiful Ilah didakwa oleh JPU KPK dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar.

Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel.

Perkara gratifikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.

Abah Ipul sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp 600 juta.

Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved