Biodata Hakim MK Arief Hidayat yang Beber Kejanggalan Terkabulnya Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

Hakim MK Arief Hidayat membeberkan kejanggalan atas terkabulnya gugatan soal batas usia capres-cawapres

Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
setkab.go.id
Hakim MK Arief Hidayat 

SURYA.CO.ID - Biodata hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat jadi sorotan setelah membeberkan kejanggalan atas terkabulnya gugatan soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Seperti diketahui, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres-cawapres dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Senin (16/10/2023).

MK menyatakan jika mereka mengabulkan gugatan uji materi untuk menurunkan syarat batas usia minimum capres-cawapres menjadi 35 tahun maka justru merupakan sebuah pelanggaran moral.

Terkait hal tersebut, Arief merasa ada keganjilan pada lima perkara a quo yang ditangani MK soal batas usia capres dan cawapres.

"Hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukan sikap penuh integritas, independen, dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik manapun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara yang berdasar pada ideologi Pancasila," kata Arief saat membacakan dissenting opinion di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023), dikutip dari Kompas.com.

Pertama, kata Arief, terkait penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda.

Bahkan, prosesnya memakan waktu hingga 2 bulan, yaitu pada Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang ditolak MK pagi tadi, dan 1 bulan pada Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang juga ditolak MK.

Ia mengakui, lamanya penjadwalan sidang memang tidak melanggar hukum acara, baik yang diatur dalam UU tentang MK maupun Peraturan MK.

Namun, penundaan berpotensi menunda keadilan.

"Dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri (justice delayed, justice denied)."

"Terlebih hal in merupakan suatu ketidaklaziman yang saya rasakan selama lebih kurang 10 tahun menjadi hakim konstitusi dalam menangani perkara di MK," ucap Arief.

Oleh karena iru, ia mengusulkan agar Mahkamah menetapkan tenggang waktu yang wajar antara sidang perbaikan permohonan dengan pemeriksaan persidangan untuk mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah.

Dengan begitu, peristiwa seperti ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari.

"Perbaikan ini dilakukan dengan menyempurnakan hukum acara perkara pengujian undang-undang," tutur dia.

Keganjilan lainnya adalah turut sertanya Ketua MK Anwar Usman atas salah satu perkara yang berakhir dikabulkan MK.

Padahal dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Selasa (19/9/2023), tiga perkara yang akhirnya ditolak MK, Perkara Nomor 29PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, Ketua MK Anwar Usman tidak hadir.

Saat itu, RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Arief menanyakan alasan Anwar Usman tidak hadir.

Siapa sosok Arief Hidayat?

Arief Hidayat lahir di Semarang pada 3 Pebruari 1956 silam. 

Ia “orang baru” di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.

Ia merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.

Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dia hasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.

Sebagai bagian dari friends of court, dirinya juga sering terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MK.

Ia aktif menjadi narasumber maupun menjadi juri dalam setiap kegiatan MK berkaitan dengan menyebarluaskan mengenai kesadaran berkonstitusi.

“Saya membantu Sekretariat Jenderal MK merumuskan kegiatan yang berkaitan dengan jaringan fakultas hukum di setiap perguruan tinggi di Indonesia."

"Sehingga di situ, saya semacam kepala suku yang menggunakan pendekatan yuridis romantis kepada kelompok yang sebagian besar merupakan guru besar Ilmu Hukum Tata Negara di berbagai fakultas hukum di Indonesia. Saya sampai disebut sebagai pakar yuridis romantis,” terangnya.

Disinggung mengenai hal tersebut, Arief mengungkapkan bahwa panggilan itu muncul karena ia kerap kali menjadi penengah antara guru besar yang berpegang pada beberapa pendekatan dalam Ilmu Hukum Tata Negara.

Menurutnya, beberapa guru besar membanggakan salah satu pendekatan tertentu daripada lainnya.

“Dalam Ilmu Hukum Tata Negara hanya ada pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis, orang yang senang dengan dua pendekatan itu membimbing mahasiswa sering kali bertikai dan merasa bagus salah satunya. Bagi saya, keduanya saling melengkapi dan bagus disesuaikan dengan penelitiannya. Maka supaya tidak bertikai, saya menyebut yang terbagus adalah yuridis romantis,” kelakarnya.

Arief menyadari bahwa dirinya bukanlah sosok hakim yang sempurna tanpa cela. Ia berujar bahwa dirinya tidak menilai diri menjadi sosok hakim yang sempurna dan tidak bermasalah. “Saya masih terus belajar dan membutuhkan dukungan dari teman-teman hakim konstitusi. Karena menjadi hakim konstitusi, adalah pekerjaan yang kolegial. Bagi saya menjadi hakim bukan untuk mencari kekayaan, melainkan bagaimana menjaga negara dengan sebaik-baiknya dan menciptakan masyakarat yang adil dan makmur,” tandasnya.

Arief selalu menyatakan kesiapannya memenuhi pesan para pendahulunya untuk menjaga independensi MK sebagai prinsip penting bagi sebuah lembaga peradilan. Ia pun meminta agar semua pihak ikut mengawasi kinerjanya sebagai hakim konstitusi.

Riwayat Jabatan:

Ketua Mahkamah Konstitusi:

Periode Pertama

Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Januari 2015 - 14 Juli 2017)

Periode Kedua

Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Juli 2017 – 1 April 2018)

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (6 November 2013 - 12 Januari 2015)

Hakim Konstitusi

Periode Pertama (1 April 2013 - 1 April 2018)

Periode Kedua (1 April 2018 – 27 Maret 2026)

Pendidikan:

SD, SMP, SMA di Semarang
S1- Fakultas Hukum UNDIP (1980)
S2 - Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga/UNAIR (1984)
S3 - Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro/UNDIP (2006)
 Karier:

Staf Pengajar Fakultas Hukum UNDIP
Staf Pengajar Program Magister Ilmu Hukum (S2 Ilmu Hukum), Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum, dan Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP
Dosen Luar Biasa pada Fakultas Hukum Program S2 dan S3 di berbagai PTN/PTS di Indonesia
Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum; Sekretaris Badan Koordinasi Mahasiswa (BKK)/ Sekretaris Pembantu Rektor III; Pembantu Dekan II Fakultas Hukum; Pembantu Dekan I Fakultas Hukum; Dekan Fakultas Hukum; dan Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum; kesemuanya di UNDIP
Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP, Semarang (2008)
Hakim Konstitusi (2013-2018).
 Penghargaan & Tanda Jasa:

Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Republik Indonesia
Bintang Demokrasi oleh Presiden Kazhakstan
Satya Lencana Karya Satya 30 Tahun dari Presiden Republik Indonesia
Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden Republik Indonesia
Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun dari Presiden Republik Indonesia
Satya Lencana Pengabdian 25 Tahun dari Universitas Diponegoro.
 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved