Pemilu 2024

Wawancara Eksklusif Ketua FKUB Jatim KH A Hamid Syarif, AWAS Kampanye Terselubung di Rumah Ibadah

Rumah ibadah terbilang rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik, berikut wawancara eksklusif dengan Ketua FKUB Jatim KH A Hamid Syarif

|
Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Cak Sur
Youtube SURYA Online
Wawancara Eksklusif Ketua FKUB Jatim KH A Hamid Syarif, AWAS! Kampanye Terselubung di Rumah Ibadah 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Rumah ibadah dengan segala turunannya baik bangunan, pemimpin, tokoh hingga jamaah memiliki kekuatan besar dalam berbagai aspek sosial kemasyarakatan. Lantaran besarnya pengaruh tersebut, rumah ibadah terbilang rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) Jatim KH A Hamid Syarif menegaskan, rumah ibadah harus steril dari kepentingan politik praktis. Baik kampanye terbuka maupun terselubung, tidak boleh dilakukan di tempat peribadatan umat beragama.

Menurutnya, hal itu juga telah menjadi kesepakatan seluruh pemuka agama di Jawa Timur yang dihasilkan dalam rapat koordinasi FKUB beberapa waktu lalu. Butuh kesadaran bersama untuk memastikan kesucian rumah ibadah dari kepentingan politik.

"Kita harus menjaga rumah ibadah, tempat ibadah dari kepentingan politik. Harus steril," kata Hamid Syarif dalam talkshow politik Tribun Series bertajuk 'Awas Kampanye Terselubung di Rumah Ibadah', Senin (14/8/2023).

Sebagai tempat yang sakral, Hamid Syarif menegaskan, seluruh pemuka agama telah bersepakat bahwa rumah ibadah harus menjadi perhatian bersama. FKUB menjamin bakal terus menyuarakan imbauan. Tujuannya agar tidak ada gesekan yang ditimbulkan. "Mereka sepakat bahwa rumah ibadah harus suci, bebas dari praktek-praktek politik praktis atau kampanye apapun dari siapapun," jelasnya.

Banyak hal yang dijelaskan oleh Hamid Syarif dalam talkshow yang dipandu oleh Suyanto, wartawan senior TribunJatim Network. Simak ulasan selengkapnya dalam petikan wawancara berikut ;

Banyak orang tahu akan FKUB, tetapi tak sedikit juga yang belum paham betul seperti apa sih FKUB itu? Mulai dari elemen organisasi, struktur, tugas dan kerjanya?

Sebelum saya masuk soal FKUB, ada sesuatu yang perlu Klir dulu tentang tema kampanye terselubung di rumah ibadah ini. Kampanye ini saya bagi dua. Yaitu terbuka dan terselubung. Kalau terbuka ini jelas. Kemungkinan terjadi tapi mungkin modelnya beda.

Yang terselubung ini ada empat macem, saya bagi. Pertama, bisa melalui materi khutbah atau ceramah tidak kelihatan tapi biasanya disisipkan kepada umat beragama. Itu paling sulit dideteksi. Kedua, bisa melalui tokoh agama yang memang digunakan parpol tertentu untuk getol melakukan kampanye ke dalam rumah ibadah. Ketiga, bisa melalui jamaah. Dia sengaja dipasang untuk kampanye terselubung. Yang paling sulit ini adalah dari medsos. Paling terselubung dan sulit dideteksi apakah itu termasuk kampanye atau tidak. Kalau kampanye terbuka kan jelas.

Kalau FKUB ini adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat umat beragama yang difasilitasi oleh pemerintah. Baik provinsi, maupun kabupaten/kota. Aturan yang adalah Peraturan Bersama Menteri nomor 9 tahun 2006 dan nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. Jadi FKUB ini semacam wadah berkumpulnya majelis agama. Cuma saya ingin jelaskan dulu bahwa FKUB dalam struktur organisasi bukan bersifat instruktif.

Di dalam FKUB ini terwakili majelis-majelis agama ini. Kita tahu dan mengenal bahwa enam agama resmi yang terhimpun yakni Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu. Karena jumlahnya masing-masing agama ini berbeda-beda, maka persentase yang duduk secara personal di kepengurusan berbeda. Misalnya, Islam kan lebih banyak di Jawa Timur ini dibandingkan agama lain. Kemudian dalam Islam hanya diwakili oleh NU dan Muhammadiyah. Sebenarnya Islam itu banyak. Kita punya keterbatasan secara organisatoris bahwa jumlah pengurus maksimal 21 orang di tingkat provinsi. Kemudian maksimal 17 di tingkat kabupaten/kota. Mestinya memang banyak yang pengen masuk, padahal tidak ada apa-apanya disitu. Tapi banyak yang berminat masuk.

Di masing-masing agama kan banyak sekte-sekte. Di dalam Islam misalnya ada NU, Muhammadiyah, LDII, Tarbiyah, Al-Irsyad dan lain-lain. Tapi kan tidak bisa ditampung, cukup organisasi besar aja yakni NU dan Muhammadiyah. Begitu juga agama lain Kristen. Kadang-kadang berebut juga, sama saja. Karena sektenya mau diwakili. Karena terlampau banyak sekte ya diambil yang paling besar.

Soal kampanye terselubung. Pengalaman sejauh ini yang terselubung ini seperti apa?

Sebelumnya saya ingin memperjelas dulu tentang rumah ibadah. Karena definisi menurut orang awam dan dengan peraturan itu berbeda. Jadi rumah ibadah adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus digunakan untuk beribadah. Kecuali tempat ibadah pribadi. Masalahnya, sekarang kan banyak macamnya. Kalau di Islam, ada masjid, ada langgar. Kalau masjid jelas ada aksesorinya yaitu kubah, menara dan semacamnya. Yang susah ini adalah langgar. Sulit dideteksi. Berapa ribu langgar, musalla karena meskipun kecil itu ada umatnya.
Kemudian di tempat lain juga begitu. Jadi rumah ibadah kalau yang masjid, gereja, vihara, kelenteng kan jelas. Kalau langgar susah meskipun masuk rumah ibadah. Tapi ciri-cirinya gak ada. Bisa jadi disitu dia melakukan kampanye. Jadi di dalam rumah ibadah itu akan terhimpun tokoh-tokoh agama dan jamaah.

Sehingga, kembali lagi pada masalah kampanye terbuka kan jelas. Yang terselubung ini kan bahwa bisa jadi kepentingan politik tertentu itu menyusupkan materi di khutbah di hari peribadatan atau mungkin bisa jadi melalui tokoh-tokoh tertentu tapi aktif di politik tertentu. Itu kan susah. Kemudian bisa juga melalui jamaah, dibayari untuk kampanye terselubung. Bisa jadi pamflet, gambar dan itu bisa saja terjadi. Kemarin kan sempat terjadi, kalau tidak salah di tempat ibadah di Malang. Sudah berserakan gambarnya Pak Anies Baswedan.

Berdasarkan pengalaman anda aktif di FKUB, pernahkah ada dampak tertentu di rumah ibadah atau hubungan antara komunitas yang ada di rumah ibadah, yang ditimbulkan oleh gerakan politik?

Sepanjang ini mungkin ada. Tapi saya tidak mengcover peristiwa itu. Tapi pada umumnya kita melihat indikatornya saja. Bahwa jamaah dan tempat ibadahnya berjalan dengan baik. Berarti itu menunjukkan tidak ada persoalan pada waktu Pemilu sebelumnya.

Atau mungkin itu menjadi indikasi juga keberhasilan FKUB bersama para tokoh dalam sosialisasi bagaimana menyikapi politik?

Saya tidak bisa mengklaim bahwa ini keberhasilan FKUB. Tetapi saya mencoba melakukan koordinasi dengan para ketua majelis agama-agama. Karena mereka sangat memiliki peran strategis untuk sosialisasi apa yang diinginkan FKUB. Terus terang saja, FKUB tidak punya rumah ibadah. Yang punya adalah umat beragama. Kita secara struktural juga tidak punya kekuatan instruksi sebatas kita hanya imbauan dan koordinasi dengan majelis agama di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

Pada umumnya kalau kita melihat struktur pemerintahan daerah otonomi itu kan di tingkat kabupaten/kota. Kemudian saya menyamakan FKUB ini sama dengan gubernur. Kepada Bupati/walikota itu kan tidak punya kewenangan instruktif. Jadi kita hanya sekedar imbauan kepada masyarakat khususnya. Sehingga mereka bisa mengikuti apa yang kita lakukan. Koordinasi lebih pada menyamakan persepsi. Jadi kalau ada masalah, kita koordinasi dengan FKUB kabupaten/Kota sebagai yang punya kewenangan menyelesaikan masalah.

Contohnya, adalah pendirian rumah ibadah. Itu rekomendasinya kan ada di FKUB Kabupaten/kota. Bukan pada provinsi. Karena provinsi hanya mendapat laporan kalau ada masalah. Kalau tidak ada masalah ya mereka menyelesaikan sendiri. Berarti dengan itu, FKUB provinsi tidak punya kewenangan untuk menyelesaikan persoalan karena ada di tingkat kabupaten/kota itu.

Kembali ke tema. Pemain politiknya umat beragama. Pemilik suara juga umat beragama. Penyelenggaranya juga umat beragama. Bagaimana agar pemain politik tetap nyaman masuk ke rumah ibadah dalam konteks dia beribadah. Tidak merasa akan dicurigai akan melakukan kampanye?

Terus terang benar. Bahwa di dalam pemilu nanti banyak orang beragama yang akan menjadi calon atau running. Baik tingkatan Pilpres, kepala daerah hingga anggota legislatif. Persoalannya sekarang, umat beragama punya dua sisi. Sisi warga negara, dan sisi penganut agama. Sebagai penganut agama dia wajib melaksanakan agamanya. Tapi sebagai warga negara, dia juga punya hak politik untuk memilih dan dipilih. Persoalannya, sekarang adalah kita kan tidak tahu siapa yang akan nyalon. Yang susah ini kan mendeteksi calon legislatif. Bagi saya yang penting secara politik dia berhak. Namun, dia sebagai orang yang beragama harus menjaga kedamaian, ketertiban.

Bagi saya bagaimana mencari keseimbangan ini supaya mereka tidak dicurigai. Pertama, jangan sampai membawa atribut atau aksesoris. Itu harus dilepaskan ketika akan beribadah. Jangan membawa aksesoris yang memancing kecurigaan orang. Jadi silakan datang ke rumah ibadah masing-masing tapi dalam konteks beribadah. Tetapi harus bersih dari konteks politik dan kepentingan.

Kabarnya FKUB Jatim baru menggelar rapat koordinasi, hasilnya seperti apa?

Jadi umat beragama yang paling banyak menggarap adalah FKUB. Itu dari semua unsur agama. Tidak hanya agama Islam saja. Kita mulai dari tahun 2020 mungkin. Telah melakukan sosialisasi buku moderasi beragama. Pertama, kepada seluruh pengurus FKUB di Jawa Timur. Kemudian pada tahun 2022 pada kalangan pemuda. Lalu, pada tahun 2023 ini pada kaum perempuan. Jadi buku ini telah beredar. Kenapa moderasi beragama ini dikedepankan, karena orang bisa intoleran, bisa radikal, karena cara memahami agama yang salah. Karena itu kita mencoba bagaimana masyarakat diberi pemikiran yang moderat. Jadi pola berpikir keagamaan itu bisa menjadi dua macam.

Pertama, subjektivisme. Yakni, berpikir ala dirinya. Menafsirkan ajaran agama ala dirinya. Sehingga dalam menafsirkan itu yang paling benar yang lain dianggap salah itu yang bisa menyebabkan fanatisme radikalisme fundamentalisme kemudian kepada terorisme. Potensi itu ada pada semua agama.

Karena di Indonesia ini mayoritas agama Islam yang munculnya pelaku-pelaku teror dari Islam tapi kalau di India kan orang Hindu pelaku terornya orang Hindu karena mayoritas. Karena kalau mayoritas itu berbuat mereka dianggap sah gitu. Kemudian di Myanmar Buddha kemarin sama di mana mayoritas itu ya itulah yang menjadi pelaku radikalisme itu. Jadi persoalan moderasi ini bersumber kepada pola pemikiran agama itu sendiri. Kalau kita berpikir agama itu dalam bahasa saya inter subjektif jadi agama itu menurut dirinya benar tapi juga memahami agama lain benar itu tidak masalah. Jadi dirinya menafsirkan agama untuk dirinya yang paling benar tapi juga membenarkan keyakinan orang lain. Jadi itu koordinasi yang selama ini diambil tetapi juga FKUB ini menerbitkan majalah sudah beberapa kali terbit ini hampir 6 kali sudah dengan tema yang berbeda-beda yang terakhir yaitu forum itu ekosistem kerukunan beragama bagaimana menciptakan lingkungan itu supaya bisa menciptakan toleransi sesama umat beragama.

Hasil upaya moderasi beragama yang paling nampak dampaknya apa?

Jadi dampaknya khususnya di kalangan pengurus di daerah kemudian juga mungkin karena di situ ada berbagai elemen majelis agama ya mereka mengikuti pola pemikiran moderasi agama itu bahkan ini menjadi gerakan nasional dari semua pihak. Yang paling saya rasakan mereka juga menyebarkan ke daerah ke tempat-tempat yang belum tersentuh oleh FKUB provinsi kemudian dari situ akhirnya selama tahun 2022-2023 ini hampir tidak ada pemikiran yang radikal pemikiran teror dan semacam sudah hampir Jawa Timur ini kondusif. Dibanding tahun-tahun saat adanya bom gereja Diponegoro sama yang di Ngagel. Tapi bukan berarti ini hasil FKUB, Ndak. Saya tidak mengklaim. Itu hasil gerakan semua elemen.

Bagaimana sikap moderasi ini terjaga hingga sampai selesai Pemilu?

Bisa jadi agama, suku, etnis, suku bangsa menjadi pembungkus untuk kepentingan politik yang sekarang lazim disebut politik identitas. Kalau politik identitas itu dibawa ke tengah masyarakat atau dalam kampanye maka perpecahan akan terjadi di kalangan umat beragama. Itu tidak bisa dihindari persoalannya kita harus mengawal bagaimana dalam pemilu nanti tidak muncul politik identitas. Agama tidak diseret ke dalam dunia politik karena bagaimanapun peserta dari pemilu adalah umat beragama semua. Misalnya umat Islam. Di umat Islam sendiri banyak partai ataupun individu yang cenderung kepada pemeluk politik tertentu

Apakah sudah ada peningkatan intensitas yang dilakukan FKUB saat ini?

Ya karena kendala masalah anggaran kita terbatas mengadakan pertemuan. Cuma kita paling, pertama menjelaskan masalah buku moderasi pada semua tingkatan baik perempuan, generasi muda. Nanti ketua majelis agama yang ada di FKUB mereka juga menyebarkan dan sosialisasi. Memang ada rencana kita ini bulan September/Oktober akan mengadakan FGD. Jadi, kami provinsi akan datang ke Kabupaten/kota untuk menyerap aspirasi. Lebih banyak mendengarkan nanti terutama menghadapi tahun politik ini. Sehingga bisa dijadikan semacam modal untuk menyusun langkah-langkah lebih konkret. Karena bagaimanapun provinsi ini kan jauh dari arena, yang paling banyak berkecimpung adalah FKUB Kabupaten/kota. Maka kita akan berkeliling di daerah Bakorwil untuk menyerap saja. Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat menjelang Pemilu. Harus kita tanggung jawab sebagai orang umat beragama jangan sampai dirugikan oleh kepentingan sesaat. Jadi kalau kita kan beragama ini kan sepanjang hidup. Kalau urusan politik itu kan sesaat hanya 5 tahunan.

Kementerian agama itu melaunching tahun 2023 itu sebagai tahun kerukunan umat beragama. Kayaknya karena kemudian agama melihat tahun ini sebagai tahun ujian bagi kerukunan umat beragama itu sendiri. Bagaimana anda melihat ini?

Saya sepakat dan setuju aja dari manapun kalau ada ide untuk melakukan kerukunan umat beragama itu baik. Apalagi dari instansi pemerintah. Kementerian Agama itu mungkin melihat bahwa tahun ini sebagai langkah awal menjelang tahun 2024. Tapi tidak berarti kerukunan umat beragama terbatas pada persoalan Pemilu saja. Tapi sesudah Pemilu pun juga rukun. Persoalannya sekarang bagaimana wujud Pemilu apakah pemilihan presiden, Gubernur, Pilkada ini bisa dijadikan medium untuk membuat umat beragama rukun. Baik sebelum maupun sesudah. Ini kan bukan tanggung jawab FKUB saja tapi semua pihak. Terutama dari kalangan agama itu sudah semestinya harus berbuat. Karena itu merupakan ide pokok dalam kehidupan untuk menciptakan masyarakat damai, masyarakat tertib, masyarakat aman. Karena politik itu istilahnya bahasanya sangat individual, sangat ya bersifat grup, berkelompok, sedangkan umat beragama itu banyak sekali variannya itu dari segi politik.

Kembali ke soal rapat koordinasi. Ini apa saja yang sudah terserap dari hasil rapat pada 10 Agustus itu.

Kita sepakat bahwa rumah ibadah pada waktu itu semua hadir dari majelis agama, itu bersepakat bahwa kita harus menjaga rumah ibadah, tempat ibadah dari kepentingan politik. Harus steril. Kedua mereka melihat bahwa rumah ibadah itu suci dan sakral untuk melaksanakan ajaran agamanya. Walaupun di dalam sebuah agama masalah politik itu ada. Tapi bukan politik praktis, melainkan politik kebangsaan, politik nilai. Kemudian mereka sepakat bahwa rumah ibadah tertutup untuk kampanye apapun dari siapapun oleh siapapun. Itu sepakat, cuma FKUB kan tidak punya rumah ibadah. Karena itu secara teknis, karena agama itu 6 kan beda-beda cara mengantisipasi. Jadi masalah keamanan, kedamaian, ketertiban untuk rumah ibadah ini saya serahkan penuh kepada majelis-majelis agama. Tapi mereka sepakat bahwa rumah ibadah harus suci, bebas dari praktek-praktek politik praktis atau kampanye apapun dari siapapun.

Apa saja poin-poin yang lebih detail lagi?

Jadi kesepakatan itu hanya menyangkut masalah yang berkaitan dengan bagaimana para pengurus rumah ibadah melalui pengurus majelis agama itu dapat menjaga rumah ibadah sebagai tempat suci bagi semua umat. Apapun pikiran dan latar belakang umat itu sendiri. Kita tidak bisa menafikan bahwa umat itu punya juga hak aspirasi politiknya. Kita tidak melarang itu. Jamaah yang mempunyai aspirasi itu silakan. Tapi bagaimana mereka bisa menjaga individu yang menyenangi politik itu tidak berkampanye di tempat rumah ibadah. Karena itu akan berdampak kepada kecurigaan terhadap orang lain dari orang lain. Kalau nanti umat yang sedang beribadah itu sudah saling curiga itu akan bisa berdampak rumah ibadah akan ditinggalkan oleh umatnya. Itu dampak paling buruk. Sehingga, itu harus betul-betul dijaga. Sehingga kita sepakat pertama kita akan memberikan seruan moral kepada seluruh masyarakat terutama FKUB bahwa rumah ibadah itu suci untuk beribadah kepada Tuhan. Kedua kita sepakat bahwa rumah ibadah ini disterilkan dari kegiatan politik terutama kampanye. Baik terbuka maupun terselubung. Kemudian yang ketiga bagaimana jamaah atau umat yang beribadah di tempat ibadah itu saling menjaga saling menghargai toleransi walaupun berbeda pilihan politik.

Bagaimana kondisi rumah ibadah saat ini. Apakah masih kondusif atau ada riak-riak tapi sudah diselesaikan?

Sampai dengan hari ini kondisi rumah ibadah itu masih kondusif aman dan tertib. Belum ada laporan resmi dari FKUB daerah atau pengurus atau takmir dari berbagai rumah ibadah yang menyampaikan persoalan masalah pribadi daerah atau kabupaten provinsi. Sampai saat ini masih kondusif, belum ada laporan karena memang belum menjelang kampanye. Masalahnya kan masih jauh dari puncak tapi kita antisipasi masalahnya. Bahwa kita akan membuat rambu-rambu di samping mungkin rambu-rambu secara normatif dari KPU atau Bawaslu yang dikeluarkan juga. Mungkin FKUB juga akan mengeluarkan rambu-rambu tersendiri secara umum saja. Secara teknisnya nanti akan diserahkan kepada pengurus.

Artinya secara teknis bagaimana membimbing umat itu dilaksanakan oleh para pemimpin agama masing-masing?

Ya jadi FKUB hanya sifatnya koordinatif karena kebetulan memang pengurus FKUB itu pengurus majelis agama. Jadi mudah mengumpulkan dari Islam, NU dan Muhammadiyah. Kemudian dari Kristen dan Katolik itu mudah mengumpulkannya. Sehingga, sebagai pengurus memang, ketua majelis agama di FKUB memang ketua utamanya.

Dalam beberapa pemilu yang lalu itu kan banyak modus-modus mendekati misalnya dengan menyumbang rumah ibadah. Apakah sudah ada perhatian ke arah sana?

Kalau Pemilu sebelumnya memang ada memberikan bantuan, memberikan dukungan berupa materi terhadap rumah ibadah itu kan salah satu cara atau beberapa cara yang dilakukan oleh para anggota legislatif atau apalah itu kan hak mereka. Untuk memberikan sumbangan apapun motifnya. Cuma masalahnya, kalau tidak dipilih bagaimana.

Akhirnya ada kejadian ada seorang bisa mengambil karpet, itu kan bahaya. Artinya dia tidak ikhlas. Itu memang hak para calon untuk memberikan bantuan apapun. Kalau itu materi kemudian digunakan untuk pembangunan rumah ibadah itu tidak masalah. Masalahnya bagaimana tanggapan masyarakat. Karena orang yang memberi bantuan itu nanti ada dari partai tertentu sedangkan partai lain juga mungkin terjadi perebutan simpatisan dari jamaah. Ya sah-sah saja, cuma persoalannya masyarakat kalau sudah dewasa nggak masalah. Saya khawatir itu terseret kepada kepentingan kelompok kepentingan partai tertentu untuk memilihnya.

Jadi begini, umat beragama itu tidak masalah misalnya rumah ibadah yang dibantu apa saja dari partai. Supaya rumah ibadah lebih bagu. Masalahnya yang menjadi masalah adalah ketika mereka tidak terpilih kemudian sumbangannya ditarik kembali.

Alhamdulillah para jamaah beragama itu dimanapun rumah ibadahnya tidak masalah bantuan apapun. Ya itu yang bisa jadi itu termasuk kampanye terselubung. Dia menyumbang sesuatu tapi ada maunya gitu loh. Itu kan yang sulit dideteksi bagaimana. Mungkin bisa jadi membantu sesuatu yang sifatnya bermanfaat buat rumah ibadah tapi mempunyai kepentingan terselubung itu bukan urusan FKUB atau urusan umat beragama sebenarnya ya urusan dia sendiri. Susah kan niat itu kan tak bisa dilihat ya dilihat kalau sudah nanti.

Sesi terakhir apakah ada saran dan imbauan dari FKUB?

Jadi dalam sesi ini yang ingin saya sampaikan. Pertama, tokoh-tokoh agama yang berada di majelis agama mencoba mendidik para penganutnya, umatnya agar bisa dewasa dan bertanggung jawab dalam menghadapi situasi Pemilu. Jadi mereka diimbau agar tidak terseret dalam sebuah konflik. Supaya mereka tetap beribadah di rumah ibadah. Kedua saya pikir sudah dewasa umat beragama sekarang mereka sudah tahu memilih dan dipilih. Diimbau agar supaya mereka juga sadar bahwa kepentingan beragama itu yang bisa dipergunakan sepanjang hayat dan mungkin juga sepanjang sesudah hayat. Karena rumah ibadah tempat mengadakan hubungan dengan kholiknya. Sehingga mementingkan kepentingan agama daripada kepentingan politik sesaat. Kepentingan politik itu kan sesaat tapi hak mereka untuk dipakai dipergunakan. Kemudian kalau agama itu kan seterusnya. Saya imbau kepada umat beragama agar lebih bersikap hati-hati di dalam menghadapi tahun politik ini.

Ketiga, kepada pemain artinya yang akan running dalam kontestasi pemilu ini diharapkan juga jangan membawa simbol-simbol keagamaan atau membungkus kampanye dengan keagamaan. Karena itu akan menimbulkan efek yang paling jauh nanti. Terutama bagi rumah ibadah kalau sampai itu ketahuan akan menimbulkan di mana rumah ibadah akan ditinggalkan oleh umatnya. Kemudian kepada para tokoh yang ingin running dalam kontestasi ini kalau memberikan sumbangan itu ikhlas. Kalah atau menang tetap apa yang diberikan, disumbangkan itu tidak bisa dihindari itu mesti akan dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencari simpati. Apakah itu uang apakah itu materi yang lain itu kepada masyarakat karena memang itu satu-satunya mungkin yang dapat dipergunakan oleh mereka. Apalagi di tingkat akar rumput di daerah pedesaan kalau dari perkotaan mungkin sulit. Mungkin hanya menyumbangkan materi terhadap rumah ibadah.

Kepada penyelenggara ini harus betul-betul normatif lah sesuai dengan perundangan yang ada terutama kepada Bawaslu jangan sampai menimbulkan perpecahan. Jadi dia bertindak sebagai pengawas, sebagai wasit di dalam pelaksanaan Pemilu ini kalau memang salah ya tetap ditegor. Yang susah-susahnya ini kalau nanti terjadi konflik antar peserta pemilu beserta calon itu yang paling paling susah. Padahal peserta dari masing-masing calon itu kan umat beragama semua.

Kalau nanti itu terjadi di khawatirkan harmoni sosial yang akan terganggu. Jadi agama masuk karena harmoni sosial hubungan sosial retak. Dan itu akan menimbulkan semacam efek yang mungkin tidak selamanya. Tapi itu akan menimbulkan efek hubungan sosial akan terganggu, terdistorsi dalam membangun masyarakat secara keseluruhan.

Kepada pemerintah tentunya harus melakukan yang pengayoman terhadap Pemilu ini pengawasan terhadap Pemilu. Walaupun secara organisasi secara normatif sudah ada KPU bahwa seluruh dan semacam. Tapi pemerintah secara umum harus memastikan pemilu dengan damai, tertib dan aman. Dan kita akan melakukan juga seruan moral untuk melakukan pemilu damai.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved