Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal
PROTES Vonis Kasasi Ferdy Sambo Cs, Pihak Brigadir Yosua: Hakim MA Main Petak Umpet, Tak Transparan
Pihak keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat menilai tidak adanya transparansi dalam proses putusan kasasi terhadap terdakwa Ferdy Sambo cs.
SURYA.CO.ID - Pihak keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat menilai tidak adanya transparansi dalam proses putusan kasasi terhadap terdakwa Ferdy Sambo cs.
Kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua Hutabarat, Martin Lukas Simanjuntak bahkan mengibaratkan Mahkamah Agung sedang bermain petak umpet saat menjatuhkan vonis Ferdy Sambo Cs.
Seperti diketahui, Ferdy Sambo akhirnya lolos hukuman mati setelah Mahkamah Agung menganulir putusannya menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Sementara istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi hukumannya didiskon 50 persen, dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.
Lalu vonis mantan ajudan Ferdy Sambo, Ricky Rizal disunat dari 13 tahun menjadi 8 tahun.
Baca juga: Sebut Pasukan Bawah Tanah di Balik Diskon Vonis Ferdy Sambo Cs, Kamaruddin: Ucapan Mahfud MD Nyata
Begitu juga dengan mantan asisten rumah tangga Ferdy sambo, Kuat Ma'ruf dari 15 tahun menjadi 10 tahun.
"Saya melihat seperti main petak umpet. Karena hasilnya tiba-tiba dibacakan, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya," ungkap Martin Lukas Simanjuntak dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (9/8/2023).
Menurut Martin, putusan ini cukup mengejutkan karena baru satu bulan lalu pihaknya mengikuti berita bahwa MA baru memilih 5 hakim agung untuk mengadili kasus ini, dan sekarang sudah ada putusannya.
Menurut Martin, apa yang dilakukan MA ini berlawanan dengan semangat Presiden Jokowi yang meminta kasus ini diurus secara transparan, diikuti dengan semangat dari Polri, kejaksaan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Saya bingung caranya kok seperti cara mengelola RT. Dengan cara petak umpet tidak memberitahukan sebelumnya. Kan kalau disampaikan kita bisa mengikuti, mempersiapkan. Sehingga tidak serta merta putusan langsung dibacakan," katanya.
Martin juga memberikan tanda tanya besar atas putusan MA tersebut.
Tanda tanya besar itu ada pada pertimbangan hakim agung yang menolak kasasu terdakwa maupun penasehat hukumnya, namun mengubah hukuma para terdakwa.
"MA sama-sama menolak kasasi PH atau terdakwa, namun memberikan diskon besar-besaran," katanya.
Khusus untuk vonis Ferdy Sambo, Martin mengaku sudah menduga karena dari awal ada KUHP yang baru dimana mengatur bahwa terpidana mati bisa diubah dengan pidana seumur hidup.
Namun, yang paling tidak bisa diterima adalah vonis Putri Candrawathi yang didiskon hingga 50 persen.
Padahal, menurut Martin, delik pidana pembunuhan ini dipicu oleh Putri Candrawati yang mengaku diperkosa korban, padahal tidak bisa dibuktikan.
"Bagaimana mungkin, pemicu hanya dihukum 10 tahun penjara. Padahal dia merupakan aktor intelektual dalam pembunuhan berencana yang membuat publik gaduh dan menghancurkan reputasi kepolisian," seru Martin.
Menurut Martin, putusan ini tidak ada empati terhadap korban dan tidak konsen konsen pada tindakan preventif.
"ini percontohan yang buruk," tukasnya.
Eksekusi Ferdy Sambo Paling Lambat September

Di bagian lain, Kejaksaan Agung memastikan bakal mengesekusi Ferdy Sambo dkk sesegera mungkin terkait perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Eksekusi akan langsung dilaksanakan begitu Kejaksaan menerima salinan lengkap putusan Mahkamah Agung yang diketok palu pada Selasa (8/8/2023) kemarin.
"Tentu akan kami eksekusi. Enggak mungkin didiamkan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam konferensi pers, Rabu (9/8/2023).
Menurut Ketut, eksekusi akan dilakukan maksimal sebulan setelah perkara inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Artinya, paling lambat pada September 2023.
"Satu bulan setelah putusan tuh ada kewajiban dari penuntut umum untuk langsung melakukan eksekusi terhadap semua putusan," kata Ketut.
Hingga kini, Kejaksaan masih menanti salinan lengkap putusan Mahkamah Agung terkait perkara Ferdy Sambo dkk ini.
Nantinya, setelah memperoleh salinan lengkap putusan, Kejaksaan akan mempelajarinya terlebih dulu.
"Kita masih menunggu salinan lengkap. Karenarn kalau tidak lengkap, nanti kita khawatir tidak akan diterima eksekusinya oleh Ditjen Pemasyarakatan," ujarnya.
Ketut memastikan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) terhadap penganuliran vonis terdakwa perkara pembunuhan Brigadir J yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf oleh Mahkamah Agung.
Hal tersebut dilandasi adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20/PUU-XXI/2023 tertanggal 14 April 2023 yang mengatur jaksa tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan PK.
"Upaya hukum luar biasa berupa PK sejak 14 April 2023 sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusan Nomor 20 Tahun 2023 sehingga kita tidak melakukan PK dalam tindak pidana," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (9/8/2023) dikutip dari YouTube Kompas TV.
Kini, kata Ketut, pihak yang hanya berwenang untuk mengajukan PK hanyalah terpidana dan/atau ahli warisnya.
"Kita tinggal tunggu nanti setelah dilakukan ekeskusi setelah keputusannya keempat terdakwa menjadi narapidana, maka yang bersangkutan diberikan kewenangan atau kesempatan yang mengajukan PK dan diatur secara hukum atau konstitusi," jelasnya.
Sebelumnya, majelis hakim agung MA memutuskan menolak kasasi jaksa penuntut umum dan Ferdy Sambo.
Mereka menyatakan memperbaiki kualifikasi tindak pidana dan vonis yang dijatuhkan pengadilan sebelumnya dalam perkara itu.
"Amar putusan kasasi, tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan, menjadi melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak berkerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama," jelasnya.
Adapun dalam putusan tersebut, kata Sobandi, terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat majelis hakim.
"Keterangan P2 dan P3 disenting oppinion," ucapnya.
Keluarga Korban Bisa Ajukan Restitusi

Terpisah, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi, mengungkapkan keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dapat mengajukan restitusi buntut dianulirnya vonis hukuman mati menjadi penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo oleh Mahkamah Agung (MA).
Edwin menjelaskan pengajuan tersebut dapat melalui penilaian kewajaran oleh LPSK lalu setelahnya ditetapkan pengadilan.
"Pengajuan restitusi bisa dengan mekanisme penetapan pengadilan dengan lebih dahulu dinilai kewajarannya oleh LPSK," ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (9/8/2023).
Kendati demikian, Edwin mengatakan pihaknya belum dapat menilai restitusi keluarga Brigadir J lantaran LPSK bersifat pasif.
Adapun maksudnya adalah LPSK baru dapat bertindak ketika keluarga Brigadir J meminta restitusi.
"Keluarga korban tidak mengajukan," jelasnya.
Lebih lanjut, Edwin turut mengomentari penganuliran vonis hukuman mati oleh MA terhadap Ferdy Sambo dari hukuman mati ke penjara seumur hidup.
Edwin pun memahami putusan MA melalui kasasi Ferdy Sambo itu tidak dapat memuaskan semua pihak.
"Dapat dipahami bila orang ada yang tidak puas terhadap putusan kasasi. Putusan pengadilan memang pada kenyataan sulit untuk memuaskan semua orang," jelasnya.
Di bagian lain, Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak sangat kecewa dengan putusan MA.
Dia menilai putusan tersebut telah melukai rasa keadilan baginya dan keluarga.
"Kami sangat, sangat kecewa," kata Rosti, dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (8/8/2023) malam.
Rosti mengaku mereka belum mendapatkan informasi itu secara langsung.
Ia mengatakan kecewa bila memang hakim mahkamah agung membuat putusan yang demikian.
Ia pun akan melakukan komunikasi dengan pengacaranya terkait hasil kasasi tersebut.
Seperti diketahui, MA telah menganulir vonis Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup sebagai putusan dari kasasi yang diajukan oleh eks Kadiv Propam Polri tersebut.
Kasasi ini dilakukan Ferdy Sambo setelah melewati upaya banding.
Pada pengadilan tingkat banding, majelis hakim telah memutuskan untuk menguatkan vonis mati bagi Ferdy Sambo.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA RI, Sobandi, mengatakan sidang putusan kasasi Ferdy Sambo digelar secara tertutup, di Gedung MA RI, pada Selasa (8/8/2023) siang, sekira pukul 13.00 hingga 17.00 WIB.
"Pidana penjara seumur hidup," kata Sobandi, kepada awak media di Gedung MA RI, Jakarta Pusat, Selasa malam.
Baca juga: Anggota Komisi III Sebut Keadilan Publik Terkoyak karena MA Anulir Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo
Sebelumnya, majelis hakim agung MA memutuskan menolak kasasi jaksa penuntut umum dan Ferdy Sambo.
Mereka menyatakan memperbaiki kualifikasi tindak pidana dan vonis yang dijatuhkan pengadilan sebelumnya dalam perkara itu.
"Amar putusan kasasi, tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan, menjadi melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak berkerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama," jelasnya.
Adapun dalam putusan tersebut, kata Sobandi, terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat majelis hakim.
"Keterangan P2 dan P3 disenting oppinion," ucapnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Buntut Disunatnya Vonis Ferdy Sambo, LPSK Sebut Keluarga Brigadir J Bisa Ajukan Restitusi
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.