Berita Viral
Sosok Kandar, Kepsek di SMPN 1 Ciambar Ditetapkan Tersangka dalam Kasus Siswa Meninggal saat MPLS
Kepsek SMPN 1 Ciambar, Kandar ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus siswa meninggal saat MPLS. Korban MA (13) tewas di Sungai Cileuluy, Ciambar.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Musahadah
SURYA.CO.ID - Sosok Kandar, kepala sekolah (Kepsek) di SMP Negeri (SMPN) 1 Ciambar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tengah mendapat sorotan.
Hal itu menyusul Kepsek Kandar menjadi tersangka dalam kasus meninggalnya seorang siswa SMPN 1 Ciambar.
Adapun, Kepsek Kandar ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus siswa meninggal saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) SMPN 1 Ciambar.
Siswa yang meninggal dunia itu berinisial MA (13).
MA meninggal saat MPLS yang terjadi pada Sabtu (22/7/2023) lalu.
Diketahui, korban tewas tenggelam di Sungai Cileuluy, Ciambar.
Baca juga: KISAH LENGKAP Peserta MPLS SMPN Cianjur Tewas Tenggelam: Akibat Kelalaian, Kepsek Jadi Tersangka
Sosok Kandar
Sampai saat ini, belum ada informasi rinci mengenai profil Kandar.
Namun diketahui bahwa Kandar merupakan kepala sekolah SMPN 1 Ciambar.
Sekolah tersebut berlokasi Jl. km.1 parungkuda kab. 43356, Cibunarjaya, Kec. Ciambar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Sosok kandar menjadi menjadi sorotan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus siswa SMPN 1 Ciambar yang meninggal saat MPLS.
Dilansir dari TribunJabar.id, Kapolres Sukabumi, AKBP Maruly Pardede mengatakan bahwa Kepsek SMPN 1 Ciambar berinisial K terbukti melanggar aturan atau melawan hukum dalam kegiatan MPLS yang menimbulkan korban jiwa tersebut.
Pelanggaran hukum yang dilakukan K di antaranya tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI nomor 18 tahun 2016 tentang pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru.
"Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka K antara lain saudara K tidak membuat susunan kepanitian pelaksanaan kegiatan atau MOPK, yang berikutnya adalah saudara K tidak melakukan pemetaan potensi kerawanan dan tidak membuat pemetaan penanganan risiko sesuai aturan dari Permendikbud nomor 18 tahun 2016 tentang pengenalan sekolah bagi siswa baru," kata Maruly di Satreskrim Polres Sukabumi, Kamis (27/7/2023).
Lalu, K juga dinyatakan bersalah dan melawan hukum karena tidak memberitahukan potensi kerawanan kegiatan kepada wali murid sebelum meminta izin wali murid untuk kegiatan tersebut.
"Yang keempat perbuatan melawan hukumnya adalah saudara K tidak memberikan arahan kepada para guru untuk melaksanakan kegiatan pengawasan MOPK, berikutnya saudara K tidak melakukan pengecekan siswa di tiap pos kegiatan MOPK," ujar Maruly.
Maruly mengatakan, terhadap K diterapkan pasal 359.
"Terhadap tersangka K diterapkan pasal 359 KUHPidana dengan ancaman pidana selamanya 5 tahun," jelasnya.*
Selain itu, dilansir Surya.co.id dari TribunJabar.id, Maruly juga menjelaskan, selain K, masih berpotensi terdapat tersangka lain. Namun, saat ini pihaknya masih melakukan penyidikan lebih lanjut.

Baca juga: SOSOK Kepsek SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung yang Dicopot Imbas Penjualan Seragam Senilai Rp 2,3 Juta
"Itu bagian dari pendalaman oleh penyidik ya, jadi sementara hasil pengumpulan keterangan saksi dan alat bukti yang ada, sementara untuk hasil gelar perkara terhadap tersangka K diterapkan pasal 359 dan peluang-peluang lain akan menjadi pendalaman dari penyidik," jelasnya.
Dari kasus itu, polisi mengamankan barang bukti diantaranya seragam dan sepatu milik korban, serta sejumlah berkas terkait MPLS.
Minta Maaf ke Keluarga MA
Di samping itu, dilansir Surya.co.id dari Kompas.com, Wawan Kuswandi sebagai perwakilan keluarga korban mengungkapkan, Kepala Sekolah SMPN 1 Ciambar sempat mendatangi rumah duka.
"Jadi pihak sekolah datang meminta maaf dan mengakui ada kelalaian," jelasnya.
Kepala Sekolah SMPN 1 Ciambar menangis di depan orang tua korban dan mengucapkan permohonan maaf.
Meski pihak sekolah sudah meminta maaf, namun keluarga korban tetap memproses kasus ini secara hukum.
"Kami sudah maafkan. Tapi prosedur hukum tetap kita jalankan sesuai instruksi penyidik," ucapnya.
Wawan menambahkan, keluarga kecewa dengan sikap sekolah yang tidak melakukan pengawasan sehingga MA meninggal.
Proses penyelidikan dilakukan untuk mengungkap kasus kematian MA.
"Ini masih simpang siur. Padahal kegiatan anak ini dalam rangkaian keiatan sekolah.
Itu alasan keluarga yang membolehkan autopsi," pungkasnya.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.