Generasi Bekal Bonus Demografi 2045

Fenomena anak-anak Indonesia sekarang sesungguhnya meredupkan cita-cita manfaat bonus demografi tahun 2045. Perundungan, begal, pembunuhan, pemerkosaa

Editor: Adrianus Adhi
Dok Pribadi
Zamal Nasution, PhD, Dosen Pembangunan Sumber Daya Manusia 

Ditulis oleh Zamal Nasution, PhD, Dosen Pembangunan Sumber Daya Manusia

Malpraktik Pendidikan

Fenomena anak-anak Indonesia sekarang seolah meredupkan cita-cita manfaat bonus demografi tahun 2045. Perundungan, begal, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, penyalahgunaan NAPZA, dan pelecehan seksual adalah kejahatan "dewasa" yang semakin banyak pelakunya anak-anak.

Demikian juga dengan semakin banyaknya anak-anak yang menjadi orang tua dan menjalani masa anak-anak sebagai orang tua tunggal. Anak-anak yang lahir dari orang tua "anak-anak" ini akan mengalami masalah genetik dan fisiologis seperti gizi buruk dan intelijensia rendah.

Anak-anak ini, yang berusia di bawah 19 tahun, kemudian dewasa dan menghasilkan generasi berikutnya tentu akan sangat kecil kemungkinannya menjadi generasi unggulan. Siklus degradasi kualitas dari orang tua ke anak berlanjut sehingga terbentuk generasi bermasalah yang lemah kemandiriannya. Mereka akan lebih banyak meminta perhatian dan bantuan, menjadi beban masyarakat dan pemerintah.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".

Pendidikan seharusnya membekali generasi muda dengan kemandirian belajar, dan untuk keperluan itulah suasana pembelajaran harus kondusif. Anak-anak yang “bermasalah” adalah korban dari salah didik, sistem yang gagal. Mereka pernah bersekolah, namun tidak mendapatkan esensi pendidikan karena gagalnya proses pengembangan potensi diri.

Kesalahan Orang Tua

Anak lahir dengan kemampuan dan potensi diri yang unik, yang diturunkan dari genetik orang tua. Namun, kemandirian hidup atau yang lebih populer dinamakan kesuksesan hidup, tidak hanya ditentukan faktor genetik. Untuk mencapai kemandirian di usia dewasa, anak harus dididik secara ideal. Pencapaian hasil pembelajaran, selain ditentukan faktor genetik, juga dipengaruhi oleh metode pendidikan.

Perkembangan fisiologis dan emosional yang termanifestasi pada intelektual dan keterampilan dipengaruhi dominan oleh paparan hal baru dan kebiasaan lingkungan. Pengenalan tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas individual anak. Sebagai contoh, anak yang mulai berbicara di usia 10 bulan bukan standar semua bayi harus berbicara sebelum usia 2 tahun.

Pertumbuhan otak dan syaraf bayi akan merespon lingkungan yang menggunakan bahasa verbal, berbicara dengan bahasa yang dominan. Komunikasi keluarga dan lingkungan sehari-hari yang menstimulus bayi lancar berbicara, bukan pelatihan lembaga kursus yang berjadwal.

Dengan seringnya bayi mendengar suara orang tuanya, maka bayi belajar mengikuti. Frekuensi komunikasi orang tua dan bayi, serta kemampuan genetik bayi akan mempengaruhi saatnya bayi mulai bicara. Maka, tidak akan ada istilah bayi lambat bicara karena faktor pengaruh terbesar berada pada orang tua. Begitu juga halnya dengan kemampuan berhitung dan membaca.

Saat ini marak perlombaan anak bertalenta yang didukung lembaga kursus dan industri. Orang tua ingin menunjukkan eksistensinya karena anaknya beraktivitas lebih cepat, lebih banyak, lebih sering, lebih awal daripada anak pada umumnya. Akibatnya, banyak anak yang tahapan tumbuh kembangnya diakselerasi dengan metode non-alamiah yang sering melebihi toleransi usia anak. Orang tua mengakselerasi anak agar juara sehingga menambah kebanggaan dan kompensasi pengorbanan.

Sesungguhnya, anak-anak tidak butuh diperlombakan. Mereka hanya butuh dukungan untuk bagaimana menjadi manusia mandiri. Anak-anak adalah titipan Tuhan, bukan milik orang tua. Namun, mereka seringkali di posisi terlemah karena tidak bisa memilih orang tua ideal.

Intervensi Negara

Dengan alasan apapun, orang tua jangan pernah menekan anak segera menyukai dan menguasai bidang dan pengetahuan tertentu. Penekanan pada belajar yang menggembirakan, yang kemudian dihadapkan pada persoalan keterbatasan orang tua, maka pemerintah wajib hadir memberikan solusi.

Pemerintah membuat regulasi relasi antar sekolah negeri dan swasta. Seharusnya, sekolah negeri menjadi favorit karena menyediakan sarana belajar dengan waktu yang fleksibel, pendidik yang sabar, dan bahan ajar terkini.

Pendidik juga tidak perlu mengejar target kurikulum berbatas waktu/semester/tahun ajaran karena memang bukan ladang kompetisi. Anak-anak dibebaskan mengakses materi pelajaran, peralatan laboratorium, dan sumber daya sekolah.

Pendidik harus selalu tersedia menemani aktivitas anak dan fungsinya memotivasi anak memahami pengetahuan baru. Anak dengan kemampuan di atas rata-rata, atas rekomendasi komisi pendidikan, dapat mentransfer kredit pendidikan ke sekolah swasta yang menekankan pada kompetisi. Sebaliknya, anak yang bersekolah di institusi swasta juga dapat transfer ke sekolah pemerintah. Perpindahan antar institusi ini diatur oleh komisi pendidikan secara fleksibel.

Relasi sekolah negeri dan swasta ini selaras dengan sistem zonasi sekolah karena seluruh sekolah pemerintah berstandar sama. Pemerintah akan kembali ke kewajiban semula dengan hadirnya negara menjamin anak-anak bermain gembira sambil belajar mengeksplorasi dunia dan kehidupan.

Lingkungan yang kondusif dan keluarga yang suportif merupakan syarat mutlak keberhasilan anak. Seperti pohon dan buah, anak unggul harus berasal dari keluarga terbaik. Buah berkualitas tinggi berasal dari pohon terbaik.

Saat terbaik calon bibit unggul adalah proses alamiah pematangan di pohon, bukan karbitan. Fasilitasi anak belajar sesuai kemampuannya tanpa perlu diakselerasi. Anak-anak Indonesia sekarang adalah cerminan bonus demografi 2045.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Publikasikan Karya di Media Digital

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved