Pesan Tak Biasa Anindita, Mahasiswi Undip yang Tewas saat Mendaki Gunung Lawu, Pamitan dan Minta Doa
Inilah pesan tidak biasa dari Anindita, mahasiswi Universitas Diponegoro (Undip) yang meninggal dunia di Gunung Lawu.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.CO.ID - Terungkap pesan tidak biasa yang dikirim oleh Anindita Syafa Nabila Rizky (21), mahasiswi Universitas Diponegoro (Undip).
Anindita merupakan mahasiswi Teknik Mesin Undip yang meninggal saat mendaki Gunung Lawu.
Anindita ditemukan tidak bernyawa pada Minggu (25/6/2023).
Anidita meninggal di Pos VI Gupak Menjangan jalur pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho, Karanganyar, Jawa Tengah.
Saat kejadian, dirinya mendaki Gunung Lawu bersama 17 temannya yang tergabung dalam komunitas pecinta alam.
Sebelum berangkat ke Gunung Lawu, Anindita sempat mengirimkan pesan yang tiadak biasa.
Chat tersebut dikirimkan Anindita kepada salah seorang temannya, Sela.
Sela merupakan sahabat korban sejak SMA.
Dikutip Surya.co.id dari Kompas.com, Sela mengaku, selama ini berteman dekat dengan almarhumah Anindita Syafa Nabila Rizky (21) sejak di SMAN 2 Mranggen, Demak.
"Dia tuh baiknya baik banget. Merasa kehilangan.
Dari awal ospek kenalnya sama dia sebangku terus tiga tahun," ungkap Sela, saat ditemui Kompas.com di rumah duka, di Graha Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan, Anindita mulai menyukai aktivitas mendaki gunung sejak masuk kuliah.
Namun, saat kuliah, Sela tidak satu jurusan saat berkuliah di Undip.
Kemudian, Sela juga mengaku tidak mengetahui kondisi kesehatan korban secara persis.
Ia hanya mengerti bila almarhum mudah merasa kecapekan.
"Sejak kuliah mulai naik gunung. Sakitnya kurang tahu, dia enggak pernah cerita sakit apa.
Tapi, selama sekolah, dia emang gampang kecapekan," lanjut dia.
Dia mengatakan mendapat kabar duka dari grup WhatsApp.

Namun tak langsung percaya. Sela yang tinggal tak jauh dari rumah korban langsung menghubungi kakak laki-lakinya.
"Dapat kabar dari grup, terus mastiin ke masnya," imbuh dia.
Dari cerita yang pernah Sela dengar dari korban, Anindita menjadi satu-satunya anggota perempuan yang tergabung dalam organisasi mahasiswa pecinta alam jurusan teknik mesin, Kompas Undip.
"(Kabarnya satu-satunya perempuan di organisasi Kompas) setau saya dia pernah cerita memang kayak gitu," tutur dia.
Biasanya, korban tidak bercerita saat akan melakukan pendakian.
Anindita biasanya meng-update kegiatan pendakian di media sosial pribadi.
"Dia tuh biasanya kalau naik gunung enggak pernah cerita. Cuma kalau liat story, saya ngelihat, oh dia sudah di situ.
Tapi, kemarin itu dia tiba-tiba pamitan. Ngechat, doain ya, mau naik gunung," pungkas dia.
Sebagai informasi, jenazah almarhumah tiba pada Senin (26/6/2023) pukul 02.00.
Kemudian, pukul 09.30 WIB jenazah dishalatkan di Musala Daarusslaam di sebelah kiri rumahnya.
Puluhan jemaah turut menshalatkan putri Subrata itu.
Lalu sekitar 10.00 WIB, jenazah diantarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya di Tempat Pemakaman Umum, Kaliwiru, Candisari, Kota Semarang.
Baca juga: Update Pendaki Asal Kediri Hilang di Gunung Lawu, Pamit Istri Pergi Kerja ke Solo
Korban Sempat Tak Enak Badan
Sementara itu, dikutip Surya.co.id dari TribunSolo.com, sebelum meninggal dunia, Anindita sempat mengeluhkan tidak enak badan usai bermalam di pos 4.
Hal tersebut diungkap oleh Kapolsel Jenawi, AKP Sudirman saat dihubungi TribunSolo.com, Senin (26/6/2023) pagi.
Menurutnya, rombongan pendaki yang terdiri dari 17 orang tersebut mulai mendaki pada Sabtu (24/6/2023) pukul 07.00 WIB.
Saat berangkat, korban masih dalam kondisi sehat.
Rombongan kemudian sampai di pos 5 sekitar pukul 18.00 WIB, kemudian memutuskan untuk bermalam disana.
Baru keesokan harinya, korban mengeluhkan tidak enak badan.
"Sampai di Gupak Menjangan, itu diatas pos 5 semuanya kumpul disitu, bermalam disitu," kata AKP Sudirman, Senin (26/6/2023).
"Paginya itu mau berangkat pagi dia kok merasa badan tidak enak, akhirnya tidak naik, dan ditemani oleh temannya satu disitu," imbuhnya.
Menurut AKP Sudirman, nafsu makan korban normal, dan mau masih mau makan pada pagi harinya sebelum meninggal dunia.
Melihat kondisi korban yang tidak sehat, korban sempat diberi obat oleh temannya.
Namun, kondisinya semakin memburuk hingga meninggal dunia.
"Kalau keterangan saksi mau makan, siang juga mau makan, paginya juga sarapan," katanya.
"Korban juga sempat mendapat pertolongan, dikasih obat, dapat bantuan oksigen dari relawan, kondisi badannya semakin memburuk dan tidak tertolong," terangnya.
"Meninggal karena hipotermia, karena semalaman disitu diatas puncak pos 5 mungkin dingin sekali, kondisi dia menurun," imbuhnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan dan luka penganiayaan.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.