Berita Tuban

Penanganan Stunting Disentil Bupati, Dinkes Tuban Optimistis Akhir 2023 Bisa 17 Persen

Data terbaru menunjukkan angka stunting pada anak di Tuban itu mencapai 24,9 persen per juni 2023.

Penulis: M. Sudarsono | Editor: irwan sy
SURYA.CO.ID/M Sudarsono
Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Tuban, Bambang Priyo Utomo. 

SURYA.co.id | TUBAN - Angka stunting yang tergolong tinggi di Tuban mendapat perhatian dari Bupati Aditya Halindra Faridzky. 

Data terbaru menunjukkan angka stunting pada anak di Tuban itu mencapai 24,9 persen per juni 2023.

Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan KB (Dinkes P2KB) Tuban bakal segera menindaklanjuti instruksi bupati untuk menurunkan angka stunting.

"Instruksi bupati untuk menurunkan angka stunting yakin bisa tercapai," kata Kepala Dinkes P2KB, Bambang Priyo Utomo kepada wartawan, Jumat (9/6/2023).

Pihaknya yakin, jika angka stunting akan mencapai 17 persen di akhir tahun ini.

Semua program akan dilakukan secara maksimal, agar angka penurunan terjadi secara signifikan.

Metode pendekatan budaya kepada masyarakat pada program penurunan angka stunting akan dijalankan.

"Iya, segera kita laksanakan dengan Forkopimka masing-masing, agar pendekatan budaya lebih memasyarakat," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky, mengatakan angka penyakit pertumbuhan pada anak di bumi wali itu mencapai 24,9 persen.

Bupati muda itu menjelaskan, pihaknya menargetkan angka stunting turun menjadi 17 persen di akhir tahun 2023.

Kemudian terus terjadi penurunan hingga menjadi 14 persen di tahun 2024, sebagaimana target nasional.

"Ini disebabkan karena penanganan yang tidak efektif, targetnya tahun ini turun dan tahun depan juga terus turun, sehingga mencapai target nasional," terangnya.

Pria yang juta sebagai Ketua DPD Golkar Tuban itu meminta Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Tuban, untuk berinovasi dan melakukan pengembangan tentang cara penyampaian program stunting kepada masyarakat.

Pendekatan yang dilakukan saat ini, menurutnya masih tidak familiar di kalangan masyarakat awam.

Istilah-istilah akademis harus disederhanakan agar mudah dipahami.

Metode yang digunakan diharapkan bisa mengena ke masyarakat, jangan sekadar kegiatan seremonial saja.

"Bisa lewat pendekatan budaya, masuk ke pengajian misalnya, ajak Bu Nyai, Pak Yai untuk sampaikan pentingnya penanganan stunting, atau ke acara arisan," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved