Berita Madiun

Legitnya Kue Manco Madiun Bikin Mulut Terus Mengunyah, Camilan Lebaran Yang Tangguh Melawan Zaman

Setiap Lebaran mulai ada permintaan produk. Biasanya, konsumen yang memesan bukan hanya dari Madiun Raya.

Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Deddy Humana
surya/febrianto ramadani
Seorang pekerja mengemas kue manco, penganan khas Madiun untuk Lebaran yang diproduksi di Dusun Grogol, Desa Tambakmas, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun, Selasa (25/4/2023). 

SURYA.CO.ID, MADIUN - Berlibur pada masa lebaran Idul Fitri selalu lebih terkenang tidak hanya dengan bersilaturahim dengan kerabat, berwisata atau berfoto-foto, melainkan juga karena ada penganan oleh-oleh dari daerah tujuan mudik.

Di Kabupaten Madiun, ada satu penganan yang disebut kue manco atau manco cimut yang sampai sekarang masih diminati karena rasanya yang khas.

Kue kecil yang dibuat dengan berbagai bentuk, seperti bulat, lonjong, gulungan atau segitiga ini biasanya bertabur wijen seperti onde-onde. Tetapi ada pula yang teksturnya halus berwarna coklat karena ada pewarna gula Jawa, yang bakal membuat mulut terus mengunyah.

Untuk kue manco ini, pecinta kuliner bisa berkunjung ke salah satu rumah produksi di Dusun Grogol, Desa Tambakmas, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun. Di dusun ini, Sumarlan selaku pemilik usaha kue manco cimut sudah sibuk sejak sebelum Lebaran.

Saat SURYA mengunjungi rumah produksi itu, Selasa (25/4/2023), terlihat enam pekerja yang kebanyakan perempuan sedang memasak adonan kue manco. Sebagian ada yang memasak gula merah sampai cair, untuk menambahkan cita rasa manis pada kue manco.

Meski ada yang terbuat dari tepung tapioka, adonan kue manco di sini terbuat dari tepung ketan yang dihaluskan menggunakan mesin. Dibutuhkan ketelitian supaya adonan mudah dibentuk dan dikemas ke dalam plastik.

Sumarlan mengatakan, bahan dasar pembuatan kue ini meliputi tepung ketan, wijen, beras, kacang, dan gula merah. Ia pun menguraikan pembuatan kue tradisional itu.

"Pertama tepung ketan diaduk dengan air sampai kental. Lalu dibentuk bulat ditaruh di tampah. Setelah itu, rebus 20 menit. Begitu telah matang, diangkat dari panci, dihaluskan memakai mesin sampai benar benar halus," ujar Sumarlan.

Proses berikutnya, lanjutnya, dijemur setengah kering. Selanjutnya dicetak, digunting hingga tipis membentuk segitiga dan rata memenuhi lebar tampah. Kemudian dijemur selama 2 jam. Begitu kering disimpan semalam untuk selanjutnya digoreng.

"Adonan dimasukkan ke dalam kuali gula merah yang sudah direbus, dicampur tetapi tidak terlalu basah. Baru kemudian dimasukkan ke varian seperti beras, kacang, dan wijen," paparnya.

Sumarlan mengaku menggeluti usaha tersebut sejak 1987. Setiap Lebaran mulai ada permintaan produk. Biasanya, konsumen yang memesan bukan hanya dari Madiun Raya.

Kendati bentuknya kecil dan tidak macho, kue manco khas Madiun ini tetap layak diadu ketenarannya. Terbukti pesanan terus datang dari luar daerah. "Pemesanan banyak dari Ponorogo, Kota Madiun, Magetan, Pacitan. Tetapi pesanan luar Jawa via online. Kalau luar kota seperti Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto, dikirim via travel," ungkapnya.

Ternyata kue manco ini tidak kehilangan penggemarnya meski sekarang sudah banyak kue atau penganan baru yang tergolong lebih praktis dan modern. Pesanan kue manco tidak pernah berhenti baik di masa normal maupun di hari-hari besar seperti Lebaran.

"Kalau hari biasa pesanan mencapai 400 sampai 500 bungkus. Tetapi saat Lebaran bisa mengeluarkan 600 sampai 900 bungkus. Yang paling disukai masyarakat adalah kue manco rasa wijen," imbuhnya.

Patokan harga juga menjadi alasan kue ini tetap digemari. Bagaimana tidak, harga yang dipatok termasuk murah, untuk kue manco rasa wijen kemasan kecil hanya dijual Rp 6.000, kue manco Beras Rp 5.000, dan kue manco kacang Rp 8.000. Sedangkan kue manco kemasan besar hanya Rp 10.000.

Dengan harga yang tidak 'mengejar zaman' itu, produksi kue manco malah tetap eksis. Sumarlan tidak menjelaskan detail berapa omzetnya, tetapi ia hanya memberi 'clue' dari banyaknya jumlah pesanan dikalikan harga di atas itu.

"Kalau hari biasa, omzet dihitung 1.000 bungkus per hari. Sedangkan saat Lebaran bisa 3.000 bungkus sehari," pungkas Sumarlan. *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved