Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal
INI KELOMPOK Gerakan Bawah Tanah untuk Vonis Ferdy Sambo Menurut IPW, Pakar Intelijen: Ada Indikasi
Gerakan bawah tanah yang mau mengatur vonis Ferdy Sambo diungkap IPW. Pakar Inteliejen mengakui indikasi itu ada dari fakta-fakta ini.
SURYA.CO.ID - Kelompok-kelompok yang melakukan gerakan bawah tanah untuk mempengaruhi vonis Ferdy Sambo di perkara pembunuhan Brigadir J, diungkap Indonesia Police Watch (IPW).
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengungkapkan gerakan bawah tanah untuk vonis Sambo ini tak hanya satu kelompok, tapi dua.
Sugeng Teguh Santoso membenarkan pernyataan Mahfud MD yang menyebut gerakan bawah tanah itu menginginkan Ferdy Sambo dituntut hukuman angka dan huruf.
Kelompok pertama yang meminta Ferdy Sambo divonis huruf itu bukan dari pihak korban.
"Korban hanya dipakai atas nama, tapi kelompok lain, lawannya sambo di internal yang menghendaki Sambo diselesaikan. Seberat-beratnya. Harapannya tuntutannya bukan seumur hidup, tapi mati," ungkap Sugeng dikutip dari youtube Kompas.com, Jumat (20/1/2021).
Baca juga: SIAPA Brigjen yang Gerilya Intervensi Vonis Ferdy Sambo? Ini Kata Mahfud MD Soal Hukuman yang Layak
Dijelaskan Sugeng, kelompok internal ini bukan resmi, tapi lawan Sambo secara personal kepentingan yang orang internal.
Sementara kelompok yang menghendaki Sambo dihukum angka (20 tahun ke wabah) itu perjuangan Sambo.
"Berharap nanti dapat remisi, dan dia bisa melanjutkan hidupnya secara normal," kata Sugeng.
Dijelaskan Sugeng, pertarungan ini akan terus berlanjut.
"Ini pertarungan yang memang belum selesai. Ini pertarungan hidup dan mati," katanya.
Di bagian lain, pakar intelijen Soleman B Ponto mengakui adanya indikasi gerakan bawah tanah tersebut.
Indikasi itu tampak dari tuntutan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer.
"Dari sisi intelijen kita melihat indikasi. Putusan (tuntutan) terhadap Sambo indikasi itu ada," katanya dikutip dari tayangan Primetime Metro TV, Jumat (20/1/2023).
Dijelaskan Soleman, jaksa dalam menuntut penuh semngat, tidak ada yang meringankan, semua unsur 340 untuk maksimum terpenuhi.
"Ibaratnya jaksa sudah bilang, misalnya ada kotak yang rodanya 4 ditarik mesin, sudah pasti orang bilang itu, mobil,
Tapi apa yang dilakukan jaksa, dia sudah bilang ada 4 kotak, ditarik oleh mesin punya stir, tapi dia bilang itu delman. Itu ibaratnya," katanya.
Menurut Soleman, jika mengacu pada uraian jaksa di persidangan unsur 340 KUHP itu terpenuhi dan tidak ada alasan yang meringankan.
Itu artinya dia terpenuhi mendapat hukuman maksimal, mati.
"Tapi kan tidak, seumur hidup. Ini indikasi. ada something wrong," tegas Soleman.
Indikasi kedua terlihat dari tuntutan Bharada E.
Menurut Soleman, tidak benar jika dalam tuntutannya Bharada Eliezer harus dibandingkan dengan Ferdy Sambo.
Menurut Soleman, dengan pangkat Bharada, Eliezer itu tidak boleh berpikir, tapi harus melaksanakan perintah.
"Bharada itu kalau sepatu, pangkat yang paling di bawah sekali. Dia di Brimob. Di Brimob pangkat paling bawah sekali itu tidak boleh berpikir. Mereka hanya melaksanakan perintah,: katanya.
Dengan kondisi ini, Bharada E tidak bisa dibandingkan dengan Ferdy Sambo.
Soleman juga melihat hal-hal sebelum terjadi penembakan itu, dimana ada pertemuan antara Bharada E dengan Ferdy Sambo, ada penyerahan kotak peluru dan ada perintah untuk menembak.
"Kalau sudah ada 3 pendahuluan, maka ketika tiba saatnya, apapun itu keluar dari sambo, mau sikat, hajar, tendang, hantam. Di otaknya itu hanya satu, tembak mati. Kenapa, karena sudah dikasih peluru. Itulah didikan bagi seorang tambtama di polisi semimiliter. Eliezer ini tidak boleh berpikir, hanya melaksanakan tugas," katanya.
Saat disinggung siapa kelompok di balik gerakan bawah tanah itu, Soleman tidak mau mengungkapkan.
"Yes, ada. indikasinya ada, sehingga jaksa mencari-cari. Kalau intelijen, kita melihat dari indikasi," katanya.
"Pertanyaannya tinggal berhasil atau tidak? tapi indikasi ada. Kalau lihat seperti ini, mari kita tanya, kenapa seperti ini," katanya.
Lalu, bagaimana model gerakan bawah tanah itu?
Soleman mengatakan bantak sekali model gerakan bawah tanah.
"Pak Sambo aja dibilang Kaisar Sambo. Banyak kekuatannya beliau.
Ada tinggal berhasil atau tidak hasilnya. Kita menilai berdasarkan uraian jaksa. Bukan ngarang-ngarang," tukasnya.
Mahfud MD Sebut Brigjen

Sosok brigjen yang coba-coba intervensi vonis Ferdy Sambo ini menjadi tanda tanya besar setelah dibocorkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalan sebuha wawancara pada Kamis (19/1/2023).
Secara blak-blakan Mahfud MD menyebut ada seorang brigjen yang mencoba mendekat untuk mengintervensi vonis Ferdy Sambo.
"Ada yang bilang soal seorang brigjen mendekati A dan B, brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya mayjen. Banyak kok. Kalau Anda punya mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya letjen," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Menurut Mahfud, selain mencoba memengaruhi vonis, dalam "gerakan bawah tanah" itu ada juga upaya melobi supaya Sambo dibebaskan.
Baca juga: SEPAK TERJANG Mahfud MD yang Endus Gerakan Bawah Tanah Bebaskan Ferdy Sambo, Eks Ketua MK
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," ujar Mahfud.
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujar Mahfud.
Mahfud menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh. Ia menegaskan, siapa pun yang memiliki info terkait upaya "gerakan bawah tanah" itu untuk melapor kepadanya.
"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan 'gerakan-gerakan bawah tanah' itu," kata dia.
Sebelumnya, saat tampil di podcast Uya Kuya TV, Mahfud MD mengungkap selentingan adanya gerakan-gerakan agar Ferdy Sambo tidak dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup.
Dari kabar yang diterima Mahfud MD, gerakan-gerakan ini menginginkan Ferdy Sambo untuk dihukum angka, bukan huruf.
Artinya Ferdy Sambo hanya dihukum pidana penjara 20 tahun ke bawah, bukan hukuman seumur hidup atau mati.
"Saya dengar selentingan sudah ada gerakan-gerakan, pesanan agar hukumannya angka saja, jangan huruf.
Jadi kalau angka 20 ke bawah, kalau huruf hukuman mati atau seumur hidup," ujar Mahfud dikutip dari tayangan di channel youtube Uya Kuya TV, pada Senin (16/1/2023).
Mahfud berharap selentingan-selentingan itu hanya fitnah saja.
"Tapi dengar ada gerakan begitu," ungkapnya.
Mahfud berkeyakinan Ferdy Sambo memenuhi unsur di Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Apakah itu berarti Mahfud sepakat jika Sambo dihukum seumur hidup atau hukuman mati?
Pejabat asal Madura ini enggan mengungkapkan.
"Wah gak tahu, ya diantara itu. yang 340. Saya kok percaya 340," ujar Mahfud.
Diakui Mahfud, persidangan kasus Ferdy Sambo ini sudah berjalan bagus.
Justru dia menyoroti kejanggalan-kejanggalan dari pengakuan Ferdy Sambo yang selalu bertahan karena ada pelecehan di Magelang.
Menurut Mahfud itu sesuatu yang tidak masuk akal.
"Bagaimana orang dilecehkan masih sempat jalan bersama dan macam-macam. Skenario, jawaban-jawabannya juga tidak terkonfirmasi. Misalnya ketika dia mengaku saya tidak perintah nembak. Tapi yang lain ada yang dengar," ungkap Mahfud,
Mahfud juga tidak percaya ada pemerkosaan yang dialami Putri Candrawathi.
"Saya sama sekali gak percaya ada pemerkosaan sampai sekarang. Saya mohon maaf tidak ingin mempengaruhi jalannya sidang, tapi sama sekali gak masuk akal," tegasnya.
Lalu, bagaimana dengan Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu?
Menurut Mahfud, Bharada E akan divonis ringan karena tanpa dia, kasus ini tidak akan terbuka.
Bahkan, kata Mahfud, BHarada E bisa saja dibebaskan.
"Kalau dia tidak bicara, tidak terbuka, Karena dia semua berbalik. Memang dia semula menutupi, sampai tanggal 8. Bayangkan selama sebulan dia bertahan berbohong. Tapi ketika dia membuka, besoknya terbuka semua, termasuk kisah-kisah perintangan dan sebagianya"
"Menurut saya layak dia mendapat keringanan karena dia dalam tekanan, bahkan secara teori bisa bebas. Tapi gak tahu hakimnya mau gak," tukas Mahfud MD.
Mahfud berharap putusan untuk para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J ini tidak membuat kecewa publik.
Tanggapi Tuntutan Bharada E

Mahfud MD juga angkat bicara soal tuntutan 12 tahun penjara dari jaksa penuntut umum (JPU) kepada Richard Eliezer.
Mahfud mengatakan, setelah tuntutan, masih ada proses lain hingga majelis hakim memvonis perkara tersebut.
"Nanti kan masih ada pleidoi, ada putusan majelis (vonis)," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Mahfud mengatakan, Kejaksaan Agung sudah independen dalam menentukan tuntutan tersebut. Dia pun meminta agar kasus ini dikawal.
"Saya melihat kalau Kejagung sudah independen, dan akan kami kawal terus," tutur Mahfud.
Adapun JPU telah membacakan tuntutan kepada lima terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Maruf dituntut delapan tahun penjara pada Senin (16/1/2023). Mereka berdua disebut telah sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Hari berikutnya, Selasa (17/1/2023), giliran Ferdy Sambo yang mendengar pembacaan tuntutannya. JPU menuntut eks Kadiv Propam Polri itu dihukum berat dengan kurungan penjara seumur hidup.
Hari terakhir pembacaan tuntutan untuk para terdakwa kasus pembunuhan Yosua digelar Rabu (18/1/2023), dengan terdakwa Putri Candrawathi dan Richard Eliezer.
Putri mendapat tuntutan sama seperti Kuat dan Ricky yaitu delapan tahun penjara.
Sedangkan tuntutan terhadap Richard, sebagai justice collaborator yang dibacakan paling akhir, membuat banyak hadirin persidangan terkejut. Sebab, Richard dituntut lebih tinggi dari ketiga pelaku lainnya. Dia dituntut 12 tahun penjara.
Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) menyayangkan tuntutan itu. Sebab, Richard merupakan justice collaborator dalam kasus tersebut.
"Kami intinya menyesalkan, menyayangkan sekali tuntutan JPU terhadap Richard Eliezer 12 tahun. Itu di luar harapan kami," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas, Rabu.
Sementara itu, Kejaksaan Agung menyatakan, bahwa tuntutan Richard sudah tepat.
"Dari segi kami ada parameter yang jelas, dan kami nyatakan tuntutan 12 tahun Richard sudah tepat, jaksa kami sudah tepat," kata Fadil seperti dikutip dari Kompas TV, Rabu (18/1/2023).
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.