Surya Militer

PERJUANGAN Mayjen TNI Farid Makruf, Dari Anak Pasar Hingga Jadi Jenderal Bintang 2 dan Jabat Pangdam

Inilah Kisah perjuangan Pangdam V Brawijaya, Mayjen TNI Farid Makruf ternyata sangat menginspirasi. Dari anak pasar kini jadi jenderal bintang 2.

Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
kolase surya.co.id/istimewa
Mayjen TNI Farid Makruf, Pangdam V/Brawijaya yang baru menggantikan Mayjen TNI Nurchahyanto. Simak kisah perjuangannya. 

SURYA.co.id - Kisah perjuangan Pangdam V Brawijaya, Mayjen TNI Farid Makruf ternyata sangat menginspirasi.

Dia yang dulunya cuma anak pasar, berkat ketekunannya dan perjuangannya kini berhasil menjadi jenderal bintang 2.

Perjalanan Farid hingga di titik yang sekarang ini tentunya tidak mudah, penuh dengan rintangan dan bahkan sempat hampir frustasi.

Mayjen TNI Farid Makruf yang merupakan putra asli Madura ini membagikan kisahnya semasa kecil yang gemar membaca komik Kho Ping Ho dan gemar menerjemahkan lagu-lagu barat.

Ia pun pernah jadi tukang antar barang ke langganan toko ibunya yang berprofesi sebagai penjual di Pasar tumpah Bangkalan.

Lulusan Akademi Militer tahun 1991 ini juga pernah hampir frustasi lantaran mendapat tugas yang tidak sesuai dengan harapannya saat dirinya berpangkat Lettu yang berdinas di Kopassus.

Tapi berkat doa dan nasihat dari ibunya bahwa apa pun tugas yang diberikan harus diterima sepenuh hati, membuat Mayjen TNI Farid menyalurkan kekecewaannya dengan mengikuti kursus bahasa Inggris yang berujung dirinya terpilih mengikuti pendidikan ke Inggris untuk mengambil program master padahal dirinya belum punya ijazah S1.

“Saya dinilai memenuhi syarat untuk langsung masuk program master. Tanpa gelar S1,” katanya, melansir dari laman tniad.mil.id.

Sejak itu, karir Mayjen Farid di militer mulai meroket, diawali menjabat sebagai Danbrigif 13 Galuh.

Meski jabatannya Danbrigif, Farid menjadi koordinator banyak pejabat tinggi di sana.

Kemudian Ketika jadi Danrem 162/Wira Bhakti di Mataram, Farid mampu menyelesaikan urusan rumit melebihi jabatannya yaitu pembebasan tanah lokasi Mandalika, kalau tanah seluas lebih 100 hektare itu tidak terbebaskan balap motor Motor GP yang mendunia itu tidak bisa terselenggara di sana.

Tentu, itu sebenarnya bukan urusan Danrem.

Tapi sudah lebih 30 tahun soal tanah Mandalika tidak terselesaikan. Tanah itu awalnya sudah menjadi milik perusahaan Mbak Tutut.

Putri Pak Harto itu pun sudah menjualnya ke perusahaan Kuwait.

Lalu terjadi krisis moneter 1998. Pak Harto lengser. Rakyat menguasai kembali tanah itu.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved