Surya Militer
Panglima TNI Yudo Margono dan Kepala Staf Bakal Tembus Wilayah Rawan KKB Papua, Ini Tujuannya
Laksamana Yudo Margono akan segera mengambil langkah pertamanya sebagai Panglima TNI. Ajak kepala staf kunjungi wilayah rawan KKB Papua.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Tetapi kami tetap membantu penegakan hukum pidana," ujar Yudo Margono di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (20/12/2022).
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Strategi Panglima TNI Yudo untuk Atasi Konflik di Papua dan Perbatasan'.
Yudo mengungkapkan, daerah darurat akan ditentukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tentunya kalau keadaan darurat kan yang menentukan atas (presiden).
Saya kira dengan ekskalasi sekarang ini belum (darurat), masih taraf kriminal," kata Yudo Margono.
Namun, Yudo mengatakan bahwa jajarannya tetap melanjutkan operasi teritorial di Papua.
"Teritorial tetap berjalan, tetap kami laksanakan sesuai dengan aparat teritorial di sana, seperti Kodim, Korem, Koramil, dengan kekuatan yang ada. Tentunya kami tetap melaksanakan operasi teritorial di sana," ujarnya.
Kemudian, Yudo mengungkapkan alasan melanjutkan operasi teritorial. Ia menyebut masyarakat Papua sangat membutuhkan dukungan dari TNI.
"Khususnya sekolah-sekolah, katanya banyak guru yang meninggalkan tempat. Ini TNI wajib untuk di sana. Kemudian, angkutan umum yang kurang ya, kami bantu, supaya kegiatan sosial masyarakat tetap berjalan," kata Yudo.
Yudo Margono menambahkan bahwa TNI juga akan menyiapkan alat utama sistem senjata (alutsista) untuk mengantisipasi konflik di daerah perbatasan.
"Kami tidak berharap terjadinya itu (konflik), tapi kami tetap siap antisipasi segala yang terjadi, tentunya kekuatan darat, laut, udara. Kami jaga profesionalisme tadi, kemudian alutsista selalu standby," ujar Yudo.
Selain itu, Yudo Margono juga mengedepankan jalur diplomasi guna mengantisipasi konflik di daerah perbatasan.
"Memang tidak mudah, konflik di perbatasan itu tidak terjadi satu atau dua tahun. Perbatasan di Natuna itu sudah 14 kali, mulai 1973 tidak selesai.
Artinya, kami tetap melaksanakan kerjasama diplomasi untuk antisipasi terjadinya itu (konflik)," kata eks KSAL ini.
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id