Berita Lamongan

10 Pokmas Diperiksa Soal Dana Jasmas, Teknis Penyaluran Bertahap Lewat DPRD Lamongan Diduga Koruptif

"Kalau memang (ada tudingan, Red) mereka pernah memberi uang kepada saya, silakan bicara apa adanya," tegas AS

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Deddy Humana
surya/hanif manshuri
Mushola Al-Ijtihad di Lingkungan Bandung Sukomulyo, satu di antara penerima Jasmas dari AS, yang juga menjadi korban pemotongan di Lamongan, Selasa (27/12/2022). 

SURYA.CO.ID, LAMONGAN - Mencerabut budaya dan godaan korupsi dalam pelayanan masyarakat di Lamongan, bak perjuangan yang terus berproses. Termasuk mekanisme penyaluran dana Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) dari DPRD Jatim melalui DPRD Lamongan untuk kelompok-kelompok masyarakat (pokmas) yang belakangan diduga dikorupsi, kini didalami sangat cermat oleh penegak hukum.

Itu setelah ternyata penyaluran dana Jasmas tahun 2021 melalui DPRD Lamongan, dilaporkan telah diduga dikorupsi. Totalnya ada dana Jasmas senilai Rp 120 miliar yang disalurkan untuk 600 pokmas di Lamongan.

Dari adanya laporan itu, penyidik Unit 3 Pidkor Polres Lamongan baru melakukan pemanggilan kepada sebanyak 10 pokmas untuk diklarifikasi. Klarifikasi itu berupa penumpulan keterangan dari pokmas-pokmas penerima untuk mengetahui bagaimana proses penyaluran dana Jasmas tersebut.

Karena dugaan korupsi itu berawal penggunaan dana hibah hasil pokok pikiran (Pokir) dari DPRD Jawa Timur untuk Lamongan. Dalam perjalanannya, dana Jasmas ke Lamongan itu diduga telah mengalami mark-up dari kebutuhan riil pokmas-pokmas sasaran.

Selain untuk tempat ibadah, bantuan dana Jasmas juga ada yang dialokasikan untuk fisik bangunan yang rata-rata berupa tembok penahan tanah (TPT), jalan rabat beton dan pengairan. Dari 600 pokmas sasaran, rata-rata mendapat bantuan Jasmas antara Rp 150 juta hingga Rp 200 juta.

"Sudah dilakukan klarifikasi pada sembilan pokmas, kemudian ditambah satu pokmas lagi. Jadi sudah ada 10 pokmas yang diklarifikasi," kata Kasatreskrim Polres Lamongan, AKP Komang Yoga Arya Wiguna melalui Kasi Humas Polres Lamongan, Ipda Anton Krisbiantoro, Selasa (27/12/2022).

Penyidik memang belum sampai pada penyidikan, tetapi baru klarifikasi dan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). Selain pokmas, tidak menutup kemungkinan polisi akan meminta klarifikasi pihak lain. "Sejauh ini kami masih klarifikasi dan pulbaket," tambahnya.

Proses klarifikasi itu adalah upaya pendalaman yang sah dan bertanggungjawab dalam rangka mengumpulkan fakta yang relevan dengan dugaan penyimpangan terhadap peraturan melalui dokumentasi, konfirmasi, observasi lapangan, wawancara dan analisis.

Ditanya pokmas kecamatan mana yang sudah diklarifikasi, Komang enggan menyebutkan. "Saya lupa pokmas kecamatan mana saja, yang jelas sudah 10 pokmas yang dimintai klarifikasi," kilahnya.

Sementara data yang didapat SURYA, modus dugaan penyeleweangan dana Jasmas itu adalah, separo diserahkan kepada lembaga penerima, lalu separo lagi kepada toko bangunan. Pihak lembaga, misalnya mushala atau lembaga pendidikan yang mendapat bantuan, harus mengambil material di toko yang sudah dikondisikan oleh oknum anggota DPRD Lamongan.

Kejanggalan mulai terjadi ketika pengambilan material baru senilai Rp 20 juta atau Rp 30 juta, tiba-tiba lembaga penerima tidak lagi boleh mengambil di toko bangunan itu. Ini diakui salah satu lembaga penerima.

"Alasannya uang yang dialokasikan ke toko bangunan hanya Rp 20 juta. Padahal separo uang bantuan disetor ke toko bangunan. Aneh, kami baru mengambil material senilai Rp 20 juta tetapi sudah distop," kata Bendahara MusholaAl-Ijtihad di Bandung Sukomulyo Lamongan, Supriyono saat dikonfirmasi, Selasa (27/12/2022).

Supriyono mengungkapkan, Mushola Al-Ijtihad di lingkungannya mendapat bantuan Jasmas dari anggota dewan Dapil 1 bernama AS. Seharusnya lembaganya menerima bantuan Rp 200 juta, tetapi hanya mendapat tunai Rp 100 juta serta nilai untuk material bangunan Rp 20 juta di toko bangunan yang ditunjuk AS.

Dari keterangan Supriyono, mekanisme atau teknis penyaluran dana Jasmas dalam beberapa tahap untuk masing-pokmas atau lembaga itulah, yang kemudian diperkirakan disebut korupsi atau penggelapan.

Dalam penyaluran ini, AS bertugas mengawasi dan mengontrol pengucuran dana Jasmas, agar tidak ada dana yang disalahgunakan sehingga melalui beberapa tahap. "Totalnya kami hanya menerima Rp 120 juta. Jadi tokoh bangunan itu dititipi Rp 20 juta. Yang Rp 80 juta dibawa AS," ungkap Supriyono.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved