Berita Tulungagung

319 Remaja di Tulungagung Terinfeksi HIV, Rata-rata Mulai Aktif Hubungan Seks Sejak SMP

Sebanyak 319 remaja dan pemuda Tulungagung terinfeksi virus HIV, karena aktif melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. 

Penulis: David Yohanes | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/David Yohanes
Para aktivis HIV/AIDS membagi-bagikan bunga saat Peringatan Hari AIDS Sedunia di Tulungagung pada Kamis (1/12/2022) kemarin.  

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Sebanyak 319 remaja dan pemuda Tulungagung terinfeksi virus HIV. 

Warga di rentang usia 14-24 tahun ini, terpapar virus HIV karena aktif melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. 

Hanya 3 pasien yang tertular HIV secara vertikal, dari ibu ke anaknya saat proses kehamilan. 

Menurut Sekretaris 1 Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Tulungagung, Ifada Nur Rohmania, mereka sudah aktif melakukan aktivitas seksual sejak kelas VIII SMP. 

Melihat fenomena ini, Ifada yang juga seorang psikolog membagi para remaja Tulungagung menjadi dua.

Pertama remaja yang steril, hidup dengan ikatan norma yang masih terjaga. Kedua, remaja yang terkontaminasi, yang tidak teredukasi masalah kesehatan reproduksi. 

"Mereka yang sudah terkontaminasi ini lah yang akhirnya terjebak para perilaku seksual aktif," terang Ifada, Jumat (2/12/2022).

Mayoritas perilaku ini berawal dari remaja laki-laki yang terpapar pornografi. Dia lalu mengajak pacarnya untuk melakukan hubungan seksual.

Lalu timbul kecanduan seks pada pasangan remaja ini.

"Saat putus, yang laki-laki ini akan cari pacar baru dan akan mengajak hubungan seks lagi. Begitu seterusnya," sambung Ifada.

Hal serupa juga dilakukan oleh remaja putri yang putus dari pasangannya ini. Ada yang gonta-ganti pasangan dan melampiaskan adiksi seksual yang dialaminya.

Namun ada pula yang terjebak pada aktivitas komersialisasi seksual.

"Mereka berpikir, dari pada digratiskan, mending berbayar. Kalau dorongan seksual itu kuat, dikasih pulsa saja mereka mau," ungkap Ifada.

Persentase remaja yang aktif melakukan aktivitas seksual ini, imbang antara laki-laki dan perempuan. 

Sementara jumlah remaja putri yang terjebak pada komersialisasi seks ini 3-5 persen.

Ifada menekankan pentingnya pendidikan keluarga untuk menjaga remaja yang masih steril.

Sementara remaja yang aktif melakukan seks perlu dijangkau dan diedukasi tentang kesehatan reproduksi. 

"Perlu kita jangkau mereka yang terlanjur seksual aktif, bagaimana supaya tidak kena HIV dan penyakit menular seksual (PMS)," tegasnya. 

Selain akses pornografi, secara psikologis anak-anak yang terjebak seks bebas ini pernah mengalami kehampaan. 

Sebagai contoh ada seorang remaja yang masuk masa puber, merasa kecewa terhadap sosok orang tua. 

Akhirnya ada ruang hampa, karena dia tidak mendapatkan role model dari orang tuanya. 

Di saat dia membutuhkan kehangatan keluarga, orang tua tidak bisa memberikannya.

Sebagai pelariannya, dia akan mencari kehangatan dari pacarnya. 

"Teorinya memang begitu, kalau remaja itu mengalami ruang hampa, pasti dia melakukan hubungan seks usia dini," papar Ifada. 

Edukasi dalam keluarga sangat penting untuk menanamkan norma-norma.

Selain juga memastikan orang tua memberikan kehangatan kepada para remaja di masa pertumbuhan. 

Di dalamnya ada edukasi reproduksi, untuk menekankan bahaya seks bebas. 

"Hubungan seks bukan tanda cinta. Kalau tidak ada edukasi seks, anak-anak tidak paham," pungkas Ifada.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved