Berita Gresik
Ahmad Mujtabah, Pemuda Gresik, Sukses Budidaya Melon dengan Metode Hidroponik Substrat
Ahmad Mujtabah (23), asal Dusun Larangan, Desa Dalegan, Panceng, Gresik, sukses menanam buah melon dengan metode hidroponik substrat.
Penulis: Willy Abraham | Editor: irwan sy
Berita Gresik
SURYA.co.id | GRESIK - Ahmad Mujtabah (23), asal Dusun Larangan, Desa Dalegan, Panceng, Gresik, sukses menanam buah melon dengan metode hidroponik substrat.
Keuletannya itu, membuat pria yang akrab disapa Tabah berhasil memboyong juara 1 dalam lomba petani muda inovatif tahun 2022.
Lomba yang digelar Dinas Pertanian Gresik ini merupakan satu rangkaian dalam semarak peringatan Hari Tani dan Hari Pangan sedunia tahun 2022.
Berbicara dengan Tabah, begitu ia kerap disapa, mengenai tanaman seakan tidak ada habisnya.
Semangat, inovasi dan mimpi khas anak muda seakan makin menyala kala membahas tentang tanaman dan pertanian.
Diawali dengan kecintaan dengan tanaman, Tabah sukses membudidayakan tanaman melon.
Sejatinya, tanaman dengan nama latin Cucumis melo ini merupakan tanaman semusim.
Artinya hanya bisa tumbuh dengan baik dalam satu tahun, yakni pada saat awal musim kemarau.
Namun, dengan tangan dingin Tabah, tanaman melon mampu ditanam sepanjang tahun dan bahkan lebih tahan hama penyakit.
Metode yang digunakan Tabah adalah dengan hidroponik substrat.
Metode ini merupakan budidaya tanaman yang tidak memerlukan lahan yang subur, untuk medianya tidak menggunakan tanah dan sistem hidroponik di dalam green house.
Saat ini, Tabah dengan tiga green house ukuran 25×40 yang ia miliki mampu menampung dengan baik 1.048 batang tanaman melon.
Berkat metode tanam tersebut, tanaman melon bisa tumbuh di segala musim dan hama penyakit menjadi lebih bisa dikontrol.
Hal ini tentunya memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
Ditanya mengenai lomba petani muda inovatif yang digagas Dinas Pertanian, Tabah bercerita awalnya dirinya sempat menolak berpartisipasi dalam lomba yang dimulai sekitar awal bulan Oktober 2022 itu.
"Di Panceng ini banyak sekali petani hebat, banyak senior yang hebat-hebat. Awalnya segan, namun setelah mendapat informasi dari Badan Penyuluh Pertanian (BPP) bahwa batas usia maksimal peserta lombanya 30 tahun akhirnya saya mendaftar juga," kenang Tabah.
Lulusan D3 Produksi Tanaman Holtikultura Politeknik Negeri Jember ini mengaku awal mula jatuh cinta dengan tanaman melon saat menggarap program smart green house di kampus.
Di sana, Tabah beberapa teknisi menjadi pioner program tersebut.
Sebagai program perintis, Tabah dan tim berhasil menjawab tantangan dengan mengembangkan melon hidroponik yang saat itu satu-satunya di Jember.
"Setelah itu saya pulang, dan berpikir kenapa tanaman melon ini tidak dibudidayakan di Gresik. Padahal, iklim di Gresik sangat mendukung budidaya melon," ujarnya.
Tabah mengakui di Gresik memiliki potensi besar dalam hal pertanian.
Di samping cuaca yang mendukung, hal ini tidak lain dari Gresik yang memiliki pelabuhan besar.
"Di samping cuaca yang mendukung, tanaman utamanya holtikultura merupakan komoditas yang memerlukan waktu singkat dalam proses pengirimannya. Oleh karenanya, dengan adanya pelabuhan besar maka sebenarnya itu sangat membantu dalam memasarkan produk. Peminat ekspor produk holtikultura juga sangat besar dari negara tetangga hingga ke Timur Tengah, namun sayangnya hingga saat ini belum bisa tercukupi lantaran suplai yang harus besar dan berkelanjutan. Kalau masalah kualitas mutu, hasil hidroponik pasti akan diterima" tambahnya.
Namun, di tengah potensi yang sangat besar, seperti halnya petani yang lain, kendala juga masih ditemui Tabah dalam berkegiatan tani hidroponik.
"Di Gresik, untuk pertanian hidroponik masalah utamanya adalah mineral/pupuknya. Di Hidroponik yang diperlukan adalah mineral tunggal, sedangkan pupuk yang banyak di pasaran kebanyakan sudah campur dengan berbagai mineral," terangnya.
Tidak berhenti di sini, Tabah bermimpi untuk memperluas metodenya dari hidroponik menjadi metode organik.
Dengan metode organi, penanamannya 100 persen menggunakan bahan-bahan organik tanpa kimia dan pestisida.
"Di Indonesia hingga saat ini yang berhasil hanya ada satu, di daerah Tangerang, daerah beriklim panas sama dengan Gresik, jadi seharusnya Gresik juga bisa. Di samping itu, saya juga bercita-cita mendirikan sekolah 'pengangguran', di mana di dalamnya kita membudidayakan Anggur," terangnya dengan penuh semangat.
Tabah meyakini satu hal, bahwa sejauh apapun kamu berkelana, sebaik-baiknya adalah pulang ke rumah.
Semua ilmu yang didapat dari pengalaman atau belajar di berbagai wilayah, alangkah baiknya jika bisa diterapkan di kampung halaman.
"Saya sering mengatakan kepada teman-teman, kalau saya bangga melihat teman-teman yang terjun di dunia pertanian baik di hulu maupun hilir. Ketika teman-teman yang muda ini mau terjun di pertanian, berarti secara tidak langsung teman-teman peduli dengan ketahanan pangan di Gresik. Ayo sama-sama kita kolaborasikan ketahanan pangan di Gresik, demi terwujudnya tanatan yang lebih baik," pungkasnya.